WahanaNews.co I Pemerintah mewacanakan untuk
memperpanjang penerapan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat, yang telah dimulai sejak 2
hingga 20 Juli 2021. Kebijakan ini diambil untuk meredam laju kasus positif
Covid-19 di berbagai daerah.
Baca Juga:
Perseteruan Kadin Memanas Lagi, Pengurus Munaslub Disebut Langgar Aturan
Terkait wacana tersebut, para pelaku usaha di sektor
industri manufaktur meminta pemerintah untuk mempertimbangkan sejumlah aspek.
Tujuannya, agar titik keseimbangan antara upaya menjaga kesehatan masyarakat
dengan pertumbuhan ekonomi nasional tetap bisa berjalan secara beriringan.
Para pelaku usaha yang bernaung dalam berbagai organisasi
dan asosiasi itu juga meminta agar pemberlakukan PPKM Darurat tetap
memperkenankan industri manufaktur untuk bisa beroperasi dengan sejumlah syarat
yang ketat.
Baca Juga:
Kadin: Pemimpin Solo Masa Depan Harus Pahami Masalah untuk Kesejahteraan Masyarakat
Para organisasi itu antara lain Kamar Dagang dan Industri
(Kadin), Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Asosiasi Pertekstilan
Indonesia, Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia, Asosiasi Persepatuan
Indonesia, Gabungan Perusahaan Industri Elektronik dan Alat-alat Listrik Rumah
Tangga Indonesia, Persatuan Perusahaan Kosmetika Indonesia, Asosiasi Industri
Plastik Indonesia, Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia, serta
Asosiasi Semen Indonesia.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia
Arsjad Rasjid, mengatakan pada dasarnya, para pelaku ekonomi mendukung penuh
kebijakan pemerintah untuk meredam laju pandemi.
"Namun para pelaku usaha sektor industri manufaktur juga
perlu memberikan masukan dan pertimbangan kepada pemerintah terkait wacana
perpanjangan kebijakan PPKM Darurat tersebut," ungkap Arsjad Rasjid, Selasa
(20/07/2021).
Secara rinci, sejumlah masukan tersebut, antara lain: Pertama,
mengizinkan perusahaan industri manufaktur sektor kritikal dan esensial serta
industri penunjangnya dan industri yang berorientasi ekspor, untuk tetap
beroperasi dengan kapasitas maksimal 100 persen karyawan operasional dan 25
persen karyawan penunjang operasional, apabila sudah melakukan vaksinasi
minimal dua kali untuk seluruh karyawannya.
Dalam hal ini, perusahaan harus tetap mengikuti protokol
kesehatan secara ketat dan melaporkan kegiatannya secara berkala pada
Kementerian Perindustrian (Kemenperin).
Di samping itu, industri perusahaan manufaktur juga harus
mendapatkan perhatian khusus apabila mereka memiliki komitmen delivery dengan
perusahaan lain di lingkup nasional atau negara lain yang secara kontraktual
tidak bisa dihindari.
Selain itu perusahaaan juga memiliki kepentingan
mempertahankan produk-produk domestik untuk substitusi impor berupa bahan baku
dan bahan penolong produksi; memiliki kepentingan untuk mempertahankan
pendapatan karyawan pada industri padat karya, misalnya di sektor tekstil,
garmen dan sepatu untuk kepentingan geopolitik Indonesia di mata dunia
internasional.
Perusahaan juga memiliki compliance yang tinggi, dengan
setidaknya terdapat audit protokol kesehatan (baik dari pemerintah, swasta atau
oleh pembeli (buyer-perusahaan pembeli dari luar negeri).
Akan tetapi, apabila terdapat kasus konfirmasi positif dalam
industri manufaktur tersebut, maka evaluasi secara cepat akan dilakukan dengan
menurunkan kapasitas menjadi 50 persen karyawan operasional dan 10 persen
karyawan penunjang operasional.
Kedua, mengizinkan industri manufaktur sektor non
esensial serta industri penunjangnya untuk tetap beroperasi dengan kapasitas
maksimal 50 persen karyawan operasional dan 10 persen karyawan penunjang
operasional serta tetap mengikuti protokol kesehatan secara ketat, dengan
catatan karyawan yang masuk pada perusahaan sektor tersebut telah divaksin
minimal dua kali dan melaporkan kegiatannya secara berkala kepada Kemenperin.
Akan tetapi apabila terdapat kasus konfirmasi positif dalam
industri manufaktur tersebut, maka evaluasi akan cepat dilakukan dengan
menurunkan kapasitas menjadi 25 persen karyawan operasional dan 5 persen
karyawan penunjang operasional.
Ketiga, pemerintah dapat mendesain kebijakan fiskal
secara konsolidasi untuk meningkatkan daya beli masyarakat, baik melalui
program proteksi sosial yang dieksekusi dengan cepat maupun insentif ekonomi
untuk dunia usaha yang memadai.
Keempat, pemerintah juga perlu mendorong harmonisasi
kebijakan kesehatan, ekonomi, dan sosial secara terpadu dan melakukan
komunikasi satu pintu, sehingga menciptakan kepastian dan ketenangan bagi
masyarakat.
"Kebijakan ini juga harus diimplementasikan secara
selaras antara pemerintah pusat dan daerah," terang Arsjad.
Kelima, pemerintah perlu mendesain stimulus produktif
bagi dunia usaha, selain kesehatan dan bantuan sosial. Hal ini diperlukan
karena pengusaha juga memiliki kewajiban
untuk mencicil pinjaman, membayar operasional perusahaan dan membayar gaji karyawan.
Untuk memperkuat langkah tersebut, pemerintah juga harus
memberikan perhatian yang kuat terhadap sejumlah kebijakan, seperti
implementasi POJK 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional
sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019.
Pelaku usaha menilai implementasi harus bisa berjalan secara
ragam, karena di lapangan banyak lembaga keuangan memberikan keringanan yang
berbeda-beda, seperti penurunan bunga, perpanjangan jangka waktu, pengurangan
tunggakan pokok, pengurangan tunggakan bunga, penambahan fasilitas
kredit/pembiayaan, konversi kredit/pembiayaan menjadi penyertaan modal
sementara.
Selain itu, keringanan listrik dan pajak juga diperlukan
agar pengusaha mampu bertahan dalam situasi pandemi.
Keenam, mempercepat pelaksanaan vaksinasi pada daerah-daerah
yang merupakan area perindustrian dan perdagangan, dengan menyediakan fasilitas
kesehatan masyarakat (fasyankes) yang dapat bergerak cepat dan mempunyai P-Care
Vaksinasi oleh BPJS.
Para pelaku usaha, lanjut Arsjad, sangat mengapresiasi
berbagai langkah strategis yang telah dilakukan pemerintah, seperti akselerasi
program vaksinasi, penambahan kapasitas tempat tidur rumah sakit, penambahan
tenaga kesehatan, pemenuhan kebutuhan obat-obatan, hingga pemenuhan kapasitas
oksigen. Upaya ini dinilai mampu membantu penurunan kasus Covid-19 secara
nasional yang sangat terdampak akibat penularan dari varian Delta dan masih
rendahnya disiplin masyarakat dalam menjalankan protokol kesehatan.
Arsjad menegaskan, para pelaku usaha juga industri sektor manufaktur selama ini
berkomitmen kuat untuk bersama-sama mengatasi pandemi.
"Para pelaku usaha telah dan akan terus memperkuat
komitmen untuk mematuhi semua protokol kesehatan dan instrumen pencegahan
penyebaran Covid-19 secara ketat," lanjutnya.
Dalam pandangan pelaku usaha, PPKM Darurat tentu sangat
berdampak terhadap ekonomi dan dunia usaha, berpotensi berimbas terhadap
kinerja kegiatan dunia usaha, penurunan indeks kepercayaan konsumen (IKK) dan
indeks penjualan ritel yang sangat dipengaruhi oleh perkembangan kasus yang
ada, serta efek domino yang ditimbulkan yaitu penurunan kegiatan ekonomi pasar domestik
secara keseluruhan.
Penghentian operasional industri pun akan berdampak
signifikan kepada para karyawan dan buruh, dan tidak menutup kemungkinan
terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat ketidakmampuan
perusahaan-perusahaan membayarkan upah, serta munculnya keresahan dan panic
buying, khususnya dalam pemenuhan kebutuhan utama.
Yang juga harus diantisipasi adalah banyaknya
masyarakat yang menggantungkan hidup pada penghasilan harian. (tum)