WahanaNews.co |
Wacana regionalisasi pengelolaan listrik, atau tak terpusat di satu perusahaan
induk PT PLN (Persero), kembali mencuat.
Tujuannya, konon, agar berbagai
perusahaan listrik ini lebih fokus mengelola kelistrikan di Indonesia, yang
merupakan negara kepulauan dengan lebih dari 17.000 pulau.
Baca Juga:
Waspada Banjir, Ini Tips Amankan Listrik saat Air Masuk Rumah
Pengamat energi dari Institute for Essential Services Reform
(IESR), Fabby Tumiwa, berpendapat, gagasan ini tak jelas tujuannya, tak jelas apa
yang hendak dicapainya.
"PLN itu network utility, tidak sama dengan
Angkasa Pura atau BUMN lain. Industrinya berbeda, dan model bisnisnya juga
berbeda," ucapnya kepada wartawan pada Jumat (19/6/2020).
Ia menilai, fleksibilitas PLN
bisa didapatkan tanpa harus memecah PLN.
Baca Juga:
Era Energi Terbarukan, ALPERKLINAS: Transisi Energi Harus Didukung Semua Pihak
Daripada memecah PLN, lebih
baik DPR menugaskan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan
Kementerian BUMN untuk melakukan kajian restrukturisasi PLN.
Setelah ada kajian yang
mendalam dan komprehensif dari berbagai pihak tentang restrukturisasi, barulah
diputuskan pilihan yang tepat dan relevan.
Tentu saja disesuaikan dengan
kondisi bisnis PLN, dan tantangan kelistrikan di Indonesia.
Sementara itu, peneliti Center of Innovation and Digital Economy
Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Nailul Huda,
mengatakan, kebijakan untuk memecah PLN tidaklah efektif.
Selama ini, PLN juga sudah
dipecah atau dibagi di internal PLN, berdasarkan wilayah operasionalnya.
Mengutip situs PLN, saat ini
perusahaan memiliki tiga direktorat, yakni Direktorat Bisnis Regional Sumatera-Kalimantan,
Direktorat Bisnis Regional Sulawesi, Maluku, Papua, dan Nusa Tenggara, serta
Direktorat Bisnis Regional Jawa, Madura, dan Bali.
"Itu dulu
dimaksimalkan," kata Huda kepada wartawan, Jumat (19/6/2020).
Kebijakan dipecah, lanjutnya,
akan menimbulkan permasalahan dan beban yang baru.
Ada direksi baru, komisaris
baru, sangat tidak efisien.
"Mungkin, anggota DPR
yang ngusulin itu mau dapat "jatah","
terangnya.
Diketahui, Anggota Komisi VII
DPR RI dari Fraksi Gerindra, Harry Poernomo, mengusulkan agar PT Perusahaan
Listrik Negara (Persero) dipecah menjadi beberapa BUMN.
Harry berpendapat, jumlah
direktur regional yang ada di PLN saat ini tidak cukup lincah dan fleksibel
dalam mengatasi kelistrikan nasional.
Padahal, tugas PLN berat
untuk menerangi seluruh wilayah di Indonesia.
"Saya usul, dibelah saja
PLN ini, regional ini jadi BUMN tersendiri. Belah saja PLN jadi beberapa unit,
misalnya PLN Sumatera, PLN Jawa, PLN Bali, PLN Kalimantan, PLN Indonesia Timur.
Itu sudah cukup," kata dia, dalam Rapat Dengar Pendapat bersama PLN di
Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (17/6/2020).
Ia menyamakan pemisahan
direktorat regional PLN menjadi BUMN itu seperti PT Angkasa Pura I (Persero)
dan PT Angkasa Pura II (Persero), serta keempat PT Pelabuhan Indonesia
(Persero) atau Pelindo.
BUMN-BUMN ini mengurusi
bandara dan pelabuhan yang berbeda, sesuai wilayah kekuasaan yang diberikan
Kementerian BUMN.
Namun, ia menegaskan,
pemisahan direktorat regional PLN menjadi BUMN ini tidak harus seperti subholding yang dibentuk PT Pertamina
(Persero) belum lama ini.
"Saya yakin jauh lebih
baik. Di situ, kita bisa lihat kinerja, dan kita juga paham, regional mana yang
profit maker, mana yang disubsidi.
Tapi enggak apa-apa, di situ bisa ada
persaingan," ujar Harry.
Ide regionalisasi PLN itu
bukan kali ini saja muncul.
Anggota Dewan Energi Nasional
(DEN), Tumiran, pernah mengatakan bakal mengupayakan memasukkan persoalan
regionalisasi itu dalam pasal Kebijakan Energi Nasional (KEN).
"Kita sadar betul bahwa
250 juta penduduk dengan 17.000 pulau itu tidak mungkin dikelola oleh satu
perusahaan saja listriknya," kata Tumiran, dikutip media usai diskusi soal
energi di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis (17/9/2015).
DEN, singkatnya, mendorong
agar terjadi regionalisasi pengelolaan listrik di Indonesia.
Regionalisasi dengan mempertimbangkan
aspek lokal, seperti setiap daerah itu pertumbuhan ekonominya berbeda,
infrastrukturnya juga berbeda-beda.
Tumiran mengatakan, soal
regionalisasi ini mirip seperti BUMN industri semen dan pupuk yang dikelola
dalam satu holding.
Regionalisasi pun diyakininya
akan mempercepat pembangunan ekonomi daerah.
"Misalkan, Jawa income per kapita sudah baik,
infrastruktur baik, nanti tidak usah subsidi, jadi satu contoh bahwa industri
listrik di Jawa ini paling baik. Sumatera ikuti, agar percepatan pembangunan
infrastruktur di daerah itu bisa dipercepat," katanya.
Ia mengatakan, selama ini,
memang PLN punya perwakilan di berbagai wilayah di Indonesia.
Namun, dalam hal kebijakan,
semuanya akan mengacu pada PT PLN di pusat.
Harapanya, regionalisasi
korporasi PLN itu dibentuk di setiap daerah, beda-beda perusahaan.
Nah, lanjutnya, PLN yang sekarang,
bisa jadi holding-nya saja.
Menurut Tumiran, saat ini PLN
banyak mengurusi berbagai persoalan yang cukup bertumpuk hingga ke pelosok
daerah.
Bahkan, PLN harus berupaya
menangani soal kelistrikan dari daerah terpencil di berbagai daerah.
Ia menambahkan, dengan
regionalisasi, setiap daerah akan memiliki dampak positif untuk pembangunan.
Misalnya, Kalimantan yang
punya sumber daya energi banyak, maka listriknya akan murah, dan infrastruktur
kelistrikannya semakin baik.
"Di Jawa, misalkan,
listriknya mahal karena batu bara diimpor dari Kalimantan, listrik di
Kalimantan atau Sumatera jadi murah, efeknya industri nanti pada ramai-ramai
pindah ke sana, nggak lagi di
Jawa," katanya. [qnt]