WahanaNews.co | Perusahaan penyedia energi baru terbarukan (EBT), PT Kencana Energi Lestari Tbk, sedang
dalam proses pembicaraan serius dengan beberapa calon investor strategis.
Jika tercapai kesepakatan, Kencana
Energi setidaknya akan melepas 20-25% saham pada investor strategis tersebut.
Baca Juga:
Pemadaman Listrik Besar-besaran Landa Spanyol dan Portugal: Transportasi Lumpuh Total
"Saat ini ada beberapa calon
investor yang sedang menjajaki peluang untuk berpartisipasi membesarkan bisnis
KEEN dengan mengambilalih sekitar 20% sampai 25% saham. Calon investor tersebut terdiri dari strategic investor besar yang
bergerak di bidang renewable energy, baik strategic investor internasional
maupun nasional," ujar Wakil Presiden Direktur PT Kencana Energi Lestari
Tbk, Wilson Maknawi, di Jakarta, Senin (28/12/2020).
Strategic investor tersebut diharapkan
mempunyai visi dan misi yang sama dengan Kencana Energi, serta dapat
menciptakan sinergi dalam rangka mempercepat pembangunan dan menyediakan EBT di
Indonesia yang bersifat energi bersih, ramah lingkungan dan berkelanjutan, serta membantu pemerintah mewujudkan pencapaian bauran energi EBT
sebesar 23% di tahun 2025.
Menurut Wilson Maknawi, penawaran umum
perdana (Initial Public Offering atau IPO) pada 2019 merupakan bagian dari
strategi untuk terus mengembangkan energi terbarukan bersama mitra yang punya kesamaan visi.
Baca Juga:
DLH DKI Jakarta Sebut Aksi Padam Lampu 60 Menit Kurangi 297 Ton Emisi Karbon
"Komitmen kami, setelah IPO,
secara skala bisnis KEEN ini makin berkembang dengan kehadiran investor yang
punya visi dan misi yang sama dengan kami. Kehadiran investor strategis ini
bagian dari rencana kami untuk sama-sama mengembangkan proyek-proyek masa depan
yang sudah kami rencanakan," lanjutnya.
Karena tujuan jangka panjang tersebut,
calon investor strategis diharapkan bisa membawa dampak signifikan untuk
pengembangan bisnis perusahaan.
Sebab, untuk mengembangkan tiga power plant yang sudah dicanangkan
perseroan, dibutuhkan dukungan dana investasi sekitar US$ 500 juta.
"Untuk itu kita butuh dukungan
dari pasar modal dalam bentuk debt atau equity. Lebih dari itu, kita juga butuh
satu international big boy untuk bersama-sama berkembang," ujarnya.
Bersama mitra strategis nanti, Kencana
Energi akan mengembangkan tiga proyek baru.
Ketiga proyek tersebut meliputi PLTA
Kalaena di Luwu Timur, berkapasitas 75 MW, lalu PLTA Salu
Uro di Luwu Utara, berkapasitas 90 MW, dan PLTA Pakkat 2 di Sumatera Utara
dengan kapasitas 35 MW.
"Apabila PPA (Power Purchase Agreement) dari proyek
ini bisa didapat pada 2021, kami optimistis bisa menyelesaikannya pada 2025,
saat itu KEEN diharapkan sudah memiliki total kapasitas sekitar 250 MW," kata Direktur Operasional KEEN, Karel Sampe Pajung.
Kehadiran mitra strategis selanjutnya
diharapkan bisa memuluskan langkah perusahaan mencapai target untuk mengelola
pembangkit listrik dengan kapasitas 500 MW.
Rinciannya, PLTA
dengan kapasitas 250 MW, PLTB berkapasitas 165 MW, dan PLTS berkapasitas
100-125 MW.
Tahapan selanjutnya menuju kapasitas
1.000 MW.
Sejak listing di Bursa Efek Indonesia
(BEI) pada 2 September 2019, Kencana Energi sudah mencatat pertumbuhan bisnis
yang cukup menjanjikan.
Saat IPO, Kencana Energi baru memiliki
satu PLTA, yakni PLTA Pakkat melalui PT Energy Sakti Sentosa dengan kapasitas
18 MW.
Setelah IPO, perseroan sukses
menyelesaikan pembangunan dan mulai mengoperasikan PLTA Air Putih di Bengkulu
melalui PT Bangun Tirta Lestari dengan kapasitas 21 MW.
"Tahun depan, kami akan
mengoperasikan PLTMH di Madong, Toraja Utara yang pengerjaannya hampir tuntas
sehingga total kapasitas yang dikelola perusahaan akan naik menjadi sekitar 50
MW. Tiga proyek lagi yang sedang kami persiapkan hampir 200 MW," tutur
Wilson Maknawi.
Direktur Keuangan KEEN, Giat Widjaja, mengatakan, sejalan dengan penambahan dan optimalisasi kapasitas,
kinerja keuangan perusahaan memperlihatkan tren pertumbuhan positif.
Aset perusahaan yang pada tahun 2019
sekitar US$ 260,8 juta, diperkirakan tumbuh menjadi US$ 279,6 juta pada akhir
2020 dan menjadi US$ 306,4 juta pada akhir 2021.
Sementara itu, pendapatan perusahaan
antara tahun 2019 dan 2020 diperkirakan berkisar US$ 23,7 juta, dan selanjutnya
ditargetkan naik menjadi US$ 47,4 juta pada 2021.
"Sedangkan laba bersih diprediksi
meningkat dari US$ 3,6 juta pada 2019 menjadi US$ 4,7 juta tahun 2020 ini.
Selanjutnya laba bersih 2021 ditargetkan menjadi US$ 11,1 juta," ujar Giat
Widjaja.
Seiring dengan perkembangan kinerja
menggembirakan tersebut, menurut Wilson Maknawi, pihaknya akan terus mendorong
pemanfaatan energi terbarukan di Indonesia.
Alasannya, Indonesia merupakan negara
dengan potensi EBT yang melimpah.
Dengan demikian tidak perlu khawatir
pasokan EBT berkurang bila pembangkit fosil dinonaktifkan satu saat nanti.
"Kalau di luar negeri pada 2050
(pembangkit fosil nonaktif). Kita bisa tahun 2040-2050 kalau kita serius
mengembangkan potensi energi hijau yang kita miliki," ujar Wilson.
Menurut Wilson, jika pasokan energi
terbarukan memadai, pemerintah bisa mengalihkan subsidi bahan bakar minyak
(BBM) untuk subsidi bunga kredit proyek EBT, seperti proyek Pembangkit Listrik
Tenaga Air (PLTA), Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB), Pembangkit Listrik
Tenaga Surya (PLTS), Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBm), Pembangkit
Listrik Tenaga Biogas (PLTBg), Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP), dan
Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hidro (PLTMH).
Dengan potensi yang ada, Wilson
Maknawi memproyeksikan Indonesia bisa sepenuhnya menggunakan pembangkit ramah
lingkungan dalam 20 tahun ke depan.
Perhitungannya, 10 tahun pertama agar
pembangkit berbasis fosil yang baru beroperasi bisa kembali modal.
Sedangkan lima tahun sisanya merupakan
masa transisi untuk mengurangi pemakaian pembangkit fosil. [qnt]