WahanaNews.co | Menteri Kesehatan (Menkes), Budi
Gunadi Sadikin, mengatakan, pengembangan Vaksin Nusantara harus
memperhatikan kaidah-kaidah ilmiah.
Dengan
demikian, mekanisme penelitian vaksin tidak boleh dipersingkat.
Baca Juga:
Viral Remaja Bisa Berjalan Usai Vaksin Nusantara, Pakar IDI Buka Suara
"Itu
benar-benar harus dibikin berdasarkan kaidah ilmiah dan protokol kesehatan yang
baku dan tetap. Itu tolong jangan di-shortcut,"
kata Budi, dalam Forum Diskusi
Bersama Menkes,
Minggu (18/4/2021).
Budi
juga meminta, perdebatan terkait Vaksin Nusantara berjalan secara ilmiah, tidak
politis.
Menurut
dia, sudah seharusnya pro dan kontra Vaksin Nusantara tersebut terjadi di ranah
para peneliti.
Baca Juga:
RSPAD: Tim Peneliti Cek Soal Kabar Penerima Vaksin Nusantara Bisa Berjalan Kembali
"Jangan
dilakukan di tataran media atau tataran politik, atau di mana. Masa yang debat
pemred (pemimpin redaksi) atau ahli media, politisi. Ini kan enggak cocok. Ini
sesuatu yang sifatnya sangat ilmiah. Jadi biarkan para ilmuan berdebat di
tataran ilmiah," ujarnya.
Lebih
lanjut, Budi menekankan, terkait pengembangan vaksin Covid-19 di dalam negeri,
termasuk Vaksin Nusantara, merupakan wewenang BPOM.
"Kalau
Vaksin Nusantara, posisi aku sama. Hal-hal yang terkait vaksin, BPOM
wewenang dia. Vaksin Nusantara wewenang BPOM. Ini sangat ilmiah, lebih baik
yang di bidang itu. Tanya ke ahlinya," kata dia.
Vaksin
Nusantara, yang digagas mantan Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto, ini memang menuai
polemik.
Pasalnya,
pengembangan Vaksin Nusantara dinilai tidak mengikuti kaidah saintifik
pengujian vaksin pada umumnya.
Sejumlah
anggota DPR menjadi relawan dalam pengembangan Vaksin Nusantara.
Pengambilan
sampel darah terkait uji klinik fase II dilakukan di Rumah Sakit Pusat Angkatan
Darat (RSPAD) Gatot Subroto, Jakarta, Rabu (14/4/2021).
Hal ini
menjadi kontroversi, lantaran Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) belum
mengeluarkan persetujuan pelaksanaan uji klinik (PPUK).
Kepala
BPOM, Penny K Lukito, mengatakan, proses pembuatan Vaksin Nusantara melompati proses yang
telah disepakati.
Menurut
Penny, semestinya Vaksin Nusantara harus melalui tahapan praklinik terlebih
dahulu sebelum masuk fase uji klinik tahap I.
Namun,
tim yang memproses vaksin tersebut menolak.
"Nah, Vaksin
Nusantara itu loncat. Pada saat itu,
sebenarnya di awal-awal, pada saat pembahasan awal, itu tidak. Harus preclinic dulu ya, tapi mereka menolak,"
kata Penny kepada wartawan, Rabu (14/4/2021).
Penny
kemudian memberikan izin, dengan syarat penyerahan laporan atas tiga subjek dalam
proses pengembangan vaksin.
Namun,
menurut Penny, tim peneliti Vaksin Nusantara melakukan penelitian terhadap 28
subjek, atau melebihi dari subjek yang telah disepakati.
Bahkan,
Penny menuturkan, data uji klinik tahap I yang diperoleh juga tidak menunjukkan
hasil yang baik.
"Datanya
tidak baik dikaitkan dengan keamanan, dikaitkan dengan daya dia meningkatkan
imunogenisitas itu juga tidak valid, tidak jelas, tidak konsisten, data
berubah-ubah," ucapnya. [qnt]