WahanaNews.co | Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, mengungkapkan, pemerintah masih mempertimbangkan sejumlah aspek terkait penetapan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi, salah satunya daya beli masyarakat.
"Keputusan ini (harga BBM naik) kan harus mempertimbangkan banyak aspek, aspek daya beli, dan kemampuan pendanaan pemerintah (subsidi BBM)," kata Menteri ESDM Arifin Tasrif, dikutip dari Antara, Kamis (25/8/2022).
Baca Juga:
Bikin Rontok Subsidi BBM, Ini Dampak Perang Iran Vs Israel ke RI
Selain daya beli masyarakat, kata dia, pemerintah juga masih menghitung kemampuan APBN untuk mengucurkan subsidi energi, termasuk pada BBM.
Pemerintah juga mengantisipasi meningkatnya kebutuhan energi pada akhir tahun, di saat sejumlah negara lain memasuki musim dingin yang membuat ketersediaan energi terbatas.
"Harganya bisa meningkat, mau masuk musim dingin di luar, sekarang kita harus upayakan penuhi paling tidak listrik untuk memanfaatkan maximum capacity baseload dalam negeri," kata dia.
Baca Juga:
Pertamina Raih Laba Bersih 56 Triliun di Tahun 2022
APBN Jebol
Pemerintah tengah dalam proses kalkulasi atas harga BBM Pertalite dan Solar.
Apabila tidak ada kenaikan harga, subsidi BBM akan membengkak nyaris Rp 700 triliun.
Hitungan Menteri Keuangan Sri Mulyani, anggaran subsidi dan kompensasi yang sebesar Rp 502 triliun di tahun ini bisa menambah Rp 198 triliun dari anggaran yang ditentukan apabila harga BBM tidak berubah.
"Kami perkirakan subsidi itu harus nambah lagi, bahkan bisa mencapai Rp 198 triliun, di atas Rp 502 triliun. Nambah, kalau tidak menaikkan (harga) BBM," ujar Sri Mulyani, dikutip dari Kontan.
Sri Mulyani menyebutkan, angka tersebut hanya menghitung dari subsidi Pertalite dan Solar sehingga angka bengkak subsidi tersebut masih asumsi kotor dan bisa jauh lebih besar.
"Itu untuk subsidi tadi Solar dan Pertalite saja. Saya belum menghitung elpiji. Elpiji dan listriknya sudah masuk yang kemarin di laporan semester (lapsem), yang kita sudah naikkan, saya tidak membuat exercise," kata Sri Mulyani.
Subsidi energi sendiri terakhir dinaikkan pada Juli menjadi Rp 502,4 triliun melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98/2022 sebagai konsekuensi agar tidak menaikkan harga BBM, elpiji, dan tarif listrik di tengah harga energi dunia yang melonjak.
Kenaikan subsidi energi menjadi Rp 502,4 triliun pada Juli lalu dilakukan dengan asumsi harga minyak mentah Indonesia atau Indonesia Crude Price (ICP) sebesar 100 dollar per barel, kurs Rp 14.450 per dollar AS, dan volume 23 juta kiloliter hingga akhir 2022.
Di sisi lain, Sri Mulyani mengatakan, yang terjadi saat ini justru harga minyak mentah terus mengalami kenaikan hingga di atas 100 dollar per barel dengan kurs sebesar Rp 14.750 per dollar AS yang berarti melemah sekitar empat persen.
Lebih lanjut Sri Mulyani menyampaikan, jebolnya anggaran subsidi tersebut dengan mempertimbangkan volume konsumsi Pertalite dengan asumsi 29 juta kiloliter dari sebelumnya yang sebesar 23 juta kiloliter.
Selain itu, juga mempertimbangkan harga minyak yang terus menerus di atas 100 dollar AS per barrel.
"Walaupun sekarang sudah agak di bawah 100 dollar AS per barel, tetapi naik turunnya minyak itu kan antara di atas 100 dollar AS atau di bawah 100 dollar AS," ungkapnya.
Sinyal Harga BBM Naik
Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyebutkan, pemerintah saat ini sedang menyiapkan skema alternatif terkait harga BBM naik atau tidak dalam pekan ini.
"Skemanya, pemerintah sudah siapkan beberapa alternatif, dan tentu kita akan dalam waktu dekat akan dilaporkan ke Bapak Presiden," kata Airlangga.
Pemerintah sendiri sudah memberi sinyal kemungkinan akan mengumumkan kenaikan harga BBM karena APBN tidak bisa terus mempertahankan harga Solar dan Pertalite pada tingkat harga seperti saat ini.
"Pengumuman (harga BBM naik atau tidak) menunggu dari skenario yang diambil nanti," tambah Airlangga singkat.
Saat ini subsidi harga Pertalite hanya tersisa 6 juta kiloliter dari 23 juta kiloliter subsidi yang disepakati hingga akhir 2022.
Pemerintah memperkirakan jumlah Pertalite tersebut akan habis pada Oktober 2022, sehingga perlu adanya tambahan volume BBM subsidi, termasuk subsidi untuk Solar yang volumenya terus mengalami peningkatan.
Dewan Energi Nasional (DEN) telah menyarankan dua cara kepada pemerintah agar subsidi BBM tepat sasaran, yaitu skema distribusi tertutup menggunakan aplikasi dan memberikan bantuan langsung tunai kepada masyarakat yang sangat membutuhkan guna menjaga daya beli masyarakat tidak mampu.
DEN sudah memiliki strategi jangka panjang untuk mengurangi impor BBM, salah satunya dengan cara mempercepat konversi mobil menggunakan listrik atau bahan bakar gas. [gun]