WahanaNews.co | Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan kengerian krisis ekonomi yang terjadi di Inggris. Krisis terjadi setelah naiknya harga-harga bahan pokok di Inggris.
Bahlil memaparkan saat ini tingkat inflasi di Inggris sudah mencapai 9,4%, jauh lebih tinggi dari Indonesia yang cuma 4,4% di bulan Agustus. Yang miris adalah Bahlil cerita kondisi di Inggris makin tidak kondusif, padahal dia meyakini Inggris sudah menjadi salah satu negara maju.
Baca Juga:
Profil Keir Starmer, Perdana Menteri Inggris yang Baru Gantikan Rishi Sunak
Orang-orang kesulitan mencari makanan. Bahkan, di tengah kondisi suhu yang dingin, masyarakat di Inggris pun banyak yang kesulitan mendapatkan gas untuk bahan bakar penghangat ruangan.
"Inggris yang negara begitu hebat kalau kita lihat dan baca di media sekarang dia cari makanan aja susah. Belum lagi, harga gas melambung tinggi, di beberapa apartemen saja gasnya dikunci agar tidak dapat digunakan untuk pemanas," ungkap Bahlil saat memberikan Kuliah Tamu di Institut Teknologi Bandung (ITB), Rabu (5/10/2022).
Bahlil mengungkapkan krisis di Inggris terjadi ketika pemerintah memberlakukan kebijakan penurunan pajak dan subsidi gaji tenaga kerja. Hal itu malah direspons negatif sektor keuangan. Malah kini kenyataan di Inggris makin pelik setelah anjloknya nilai tukar mata uang Poundsterling.
Baca Juga:
Kalah Telak, PM Inggris Rishi Sunak Tinggalkan Kursi Pimpinan Partai
"Kebijakan anggaran negara mereka di Inggris untuk turunkan pajak dan subsidi tenaga kerja direspons negatif sektor keuangan. Bahkan, akhirnya nilai Poundsterling turun, dan harga Dolar naik," sebut Bahlil.
Kepada para mahasiswa, Bahlil mengingatkan yang terjadi di Inggris adalah contoh potensi musibah ekonomi secara global. Bisa saja Indonesia terkena dampaknya. Semua pihak harus berhati-hati dan waspada terhadap krisis ekonomi global.
"Adik-adik semua ini bisa menjadi potensi musibah global, termasuk Indonesia, makanya ini penting disampaikan kalau kita tidak hati-hati bukan tidak mungkin kita bisa punya nasib yang sama dengan negara lain," kata Bahlil.