WahanaNews.co |
Ekonom senior, Faisal Basri, menilai, PLN mengelola utang dengan baik.
Menurut dia, peningkatan
jumlah utang PLN jauh di bawah investasi dan nilai aset BUMN itu.
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
Faisal menyebutkan, PLN
mencatatkan utang Rp 451 triliun pada 2020, atau turun Rp 2 triliun dibanding
2019.
"Utang PLN tidak dipakai
untuk foya-foya. Hampir semua dipakai untuk investasi. Hanya sebagian kecil
untuk menjaga cashflow (arus
kas)," ujarnya, dalam keterangan tertulis, Senin (14/6/2021).
Menurut dia, hal itu karena
PLN mencatatkan penambahan utang Rp 199 triliun pada periode 2015-2020.
Baca Juga:
Di COP29, PLN Perluas Kolaborasi Pendanaan Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2030
Sebaliknya, nilai investasi
PLN pada periode yang sama mencapai Rp 448 triliun, lebih banyak dibanding
keseluruhan penambahan utang PLN di periode 2015-2020.
Wujud investasi tersebut,
antara lain, penambahan aset berupa pembangkit total 10.000 megawatt, transmisi
sepanjang 23.000 kilometer sirkuit, dan gardu induk total 84.000 MvA.
Bagi masyarakat, manfaat
investasi PLN dirasakan dalam bentuk peningkatan rasio elektrifikasi, dari
88,3% menjadi 99,2%.
Dengan kata lain, hampir seluruh
wilayah Indonesia sudah terjangkau layanan kelistrikan dari PLN.
"PLN ini BUMN (dengan) aset
terbesar, sampai April 2021 mencapai Rp 1.599,5 triliun. Harus kita jaga
bersama-sama. Tidak ada BUMN lain dengan aset sebesar ini," kata Faisal.
Pernyataan Faisal dikuatkan
laporan keuangan PLN dan sejumlah BUMN.
BRI dan Bank Mandiri punya
aset masing-masing Rp 1.387 triliun dan Rp 1.001 triliun.
Sementara Pertamina Rp 984
triliun. Ada pun aset BNI dan BTN masing-masing bernilai Rp 709 triliun dan Rp 297
triliun.
BUMN lain beraset total di
bawah PLN, Pertamina, dan empat bank pemerintah tersebut.
Investasi PLN, lanjut Faisal,
bisa lebih besar dari utang karena sumber dananya tidak hanya pinjaman.
Sebagian investasi PLN
didanai dari kas internal dan penambahan modal.
Investasi dari kas internal
dimungkinkan, karena PLN masih mencatatkan keuntungan.
Dia mengapresiasi tata kelola
keuangan PLN, yang tetap untung meski harga listrik tidak naik sejak 2017.
Padahal, sumber pendapatan
PLN hanya dari menjual daya.
"Ongkos naik terus,
harga tidak boleh dinaikkan," tuturnya.
Pendapatan PLN bisa naik
karena jumlah pelanggan memang bertambah, dari 61 juta menjadi 79 juta.
Meski menambah pendapatan,
peningkatan pelanggan juga menaikkan biaya produksi.
Sebab, semakin banyak
pelanggan yang harus dilayani.
"Penyambungan kabel,
penyediaan energi primer, semua butuh biaya," kata dia. [qnt]