"Yang menarik di Bali ini, di kota saja selalu ada perempuan pakai baju adat, sesajen, tanpa menghiraukan hiruk pikuk, itu menarik. Itu kan bukan dibuat-buat, tapi emang itu ritual rutin yang dilakukan masyarakat," ujarnya.
Selain itu, pengembangan desa wisata berbasis akar budaya sejalan dengan tujuan SDGs Desa ke-18, yakni Kelembagaan Desa Dinamis dan Budaya Desa Adaptif.
Baca Juga:
Keindahan Desa Wisata Penglipuran Curi Perhatian Sekjen UNWTO
"SDGs Desa ke-18 banyak sekali impact-nya. Melibatkan kelembagaan desa adat, ini perlu dihidupkan kembali," ujarnya.
Menurut Bendesa Adat (Kepala Desa Adat) Penglipuran, I Wayan Budiarta, Desa Wisata Adat Panglipuran dibangun dengan Konsep Tri Mandala, di mana tata ruang desa dibagi menjadi tiga wilayah, yakni Utama Mandala, Madya Mandala, dan Nista Mandala.
Hutan bambu yang mengelilingi desa ini terus dijaga dan dilestarikan sampai saat ini, sebagai bentuk pelestarian warisan dari para leluhur, dan wujud nyata dalam menjaga keseimbangan antara manusia dan alam.
Baca Juga:
Desa Wisata Penglipuran Bali Menjadi Salah Satu yang Dikunjungi Delegasi G20
Selain itu, ritual adat yang selalu dilaksanakan warga desa, dan suguhan kuliner khas Loloh Cemcem dan Tipat Cantok menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan.
Desa Penglipuran telah menerima banyak penghargaan dari dalam maupun luar negeri, di antaranya desa wisata terbersih versi majalah internasional Bombastic tahun 2017, Kalpataru, Indonesia Sustainable Tourisme Award (ISTA) tahun 2017, dan 3 (tiga) besar green destination dari Sustainable Destinations Top 100 versi Green Destinations Foundation tahun 2019. [qnt]