WahanaNews.co, Jakarta - Pada dekade 1980-an, Kamerun dihadapkan pada dua kejadian letusan danau yang menimbulkan kebingungan di kalangan ilmuwan, khususnya ahli geologi.
Peristiwa ini tidak terjadi secara bersamaan; letusan pertama terjadi pada 15 Agustus 1984 di Danau Monoun, yang terletak di wilayah barat Kamerun.
Baca Juga:
ITPC Lagos Jajaki Kesepakatan Dagang dengan Kamerun
Pada waktu itu, penduduk desa di sekitar danau menemukan 37 orang dan sejumlah besar hewan mati di sepanjang tepian danau.
Pada awalnya, otoritas setempat bingung mengapa insiden ini terjadi. Mereka melakukan wawancara dengan para saksi dan menemukan bahwa ada suara gemuruh dan munculnya awan putih aneh di sekitar danau. Sayangnya, tanda-tanda tersebut cepat menghilang.
Dua tahun kemudian, tepatnya pada 21 Agustus 1986, kejadian serupa terulang kembali. Pada saat itu, seorang pria melakukan perjalanan ke Nyos, sebuah desa yang terletak dekat dengan danau kawah di barat laut Kamerun.
Baca Juga:
Ikuti Jejak Zidane, Aboubakar Cetak Gol tapi Diusir Wasit,
Selama perjalanan, ia menemukan puluhan hewan mati. Menggali informasi lebih lanjut, pria tersebut ingin mengetahui apakah penduduk di sebuah rumah setempat mengetahui atau memiliki informasi terkait kejadian tersebut.
Alih-alih mendapatkan respons, lelaki tersebut justru menemukan bahwa seluruh penduduk di desa telah meninggal tanpa tanda bekas luka.
Tragedi di Danau Monoun menjadi sumber kebingungan bagi ahli geologi, dan insiden serupa di Danau Nyos akhirnya menarik perhatian dunia.
Sejumlah ilmuwan dari berbagai negara berkumpul di sekitar Danau Nyos untuk melakukan penyelidikan mendalam.
Hasil penelitian menjelaskan bahwa Danau Nyos terletak di kawasan gunung berapi yang tidak aktif, dan menurut para ilmuwan, gas beracun dilepaskan ke udara oleh gunung berapi tersebut.
Namun, melalui penelitian yang lebih rinci, mereka menemukan penyebab yang sangat tidak biasa dan kemudian disebut sebagai bencana alam yang sangat langka, dikenal sebagai letusan limnik.
Pengertian Letusan Limnik
Dilansir dari Mental Floss, letusan limnik merupakan suatu bencana alam yang sangat mematikan. Meskipun kemungkinan terjadinya letusan ini sangat kecil karena membutuhkan faktor-faktor khusus, seperti yang terjadi di Danau Monoun dan Danau Nyos pada tahun 1980-an.
Letusan limnik terjadi ketika karbon dioksida terlarut (CO2) tiba-tiba meletus dari perairan dalam danau dan membentuk awan gas mematikan di permukaan.
Karena karbon dioksida lebih berat daripada udara, awan akan menyerap ke dalam tanah dan menyebabkan makhluk hidup yang menghirupnya terasa tercekik.
Fenomena ini bisa terjadi di tempat yang memiliki konsentrasi karbon dioksida tinggi di dalam air. Sumber paling umum dari senyawa ini adalah gas vulkanik dari magma bumi yang bergerak ke atas.
Diketahui, CO2 mudah larut di daerah yang memiliki tekanan tinggi seperti bagian danau yang dalam dan dingin. Namun, letusan limnik hanya mungkin terjadi di danau bertingkat.
Dengan kata lain kondisi air di danau tersebut tetap berada di lapisan yang jarang bercampur, sehingga CO2 bertahan di dasar saat tekanan terus meningkat.
Ketika terjadi perubahan suhu atau tekanan, akumulasi karbon dioksida yang tertahan bisa dilepaskan dengan cepat dan kuat sehingga menyebabkan letusan. Meski begitu, tragedi di Danau Monoun dan Danau Nyos tidak diketahui secara jelas pemicunya.
Salah satu faktor yang diyakini adalah kedekatan kedua danau tersebut dengan Lapangan Vulkanik Oku. Sehingga ada kemungkinan gempa bumi atau letusan gunung berapi kecil sebelum terjadinya bencana.
Setelah mengetahui tentang letusan limnik, ilmuwan mengidentifikasi danau-danau lain yang memiliki potensi serupa. Salah satu perhatian utama adalah terfokus pada Danau Kivu yang terletak di perbatasan antara Rwanda dan Republik Demokratik Kongo.
Danau Kivu terletak di selatan gunung berapi strato Nyiragongo yang sangat aktif, sehingga mengandung konsentrasi tinggi CO2. Kondisi ini meningkatkan risiko danau tersebut mengalami letusan limnik di masa mendatang.
Selain melakukan pengawasan, ilmuwan juga menjalankan berbagai penelitian untuk mengurangi dampak dari potensi letusan limnik.
Melansir detikEdu, salah satu inisiatif dilakukan melalui eksperimen menggunakan metode degassing, yang diujicoba pada tahun 1992 di Danau Monoun dan 1995 di Danau Nyos.
Metode degassing melibatkan pemasangan pipa ke dalam danau yang mengandung tinggi CO2 dan membiarkan air mengalir keluar seperti air mancur di permukaan.
Tujuannya adalah untuk mengeluarkan gas berbahaya dari danau.
Pada saat percobaan, peneliti menggunakan tabung khusus yang dilengkapi dengan sensor dan katup pengatur yang dipasang pada rakit apung di setiap danau.
Pengaturan ini memungkinkan para ahli untuk mengawasi pelepasan air secara perlahan dan aman, sehingga menghindari potensi ledakan.
Setelah keberhasilan uji coba, metode degassing skala penuh diterapkan pada tahun 2001 di Danau Nyos dan pada tahun 2003 di Danau Monoun.
Langkah ini dianggap berhasil dalam mengurangi konsentrasi CO2 dan mengurangi risiko terjadinya ledakan besar di masa yang akan datang.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]