WahanaNws.co, Jakarta – Banyak cara untuk menangkap makanan dan banyak cara untuk menentukan apa yang menjadikan predator sukses, tak sekedar besar dan bertaring tajam.
Di luar perkiraan, capung (Anisoptera) jadi hewan dengan tingkat kesuksesan berburu tertinggi, mengalahkan pemangsa ganas macam Singa dan Harimau.
Baca Juga:
Kualitas Udara Jakarta Senin Pagi Terburuk Kedua di Dunia
"Predasi (pemangsaan) ternyata menjadi perekat yang menyatukan semuanya, begitulah cara energi melewati ekosistem," ucap Mark Belk, ahli ekologi evolusi dari Brigham Young University, dikutip dari LiveScience, melansir CNN Indonesia, Jumat (29/12/2023).
Cara yang paling jelas untuk menjelaskan soal kehebatan berburu adalah dengan mempertimbangkan tingkat tangkapan seekor hewan; berapa kali dia berhasil mendapatkan makanan dari seluruh usahanya.
Berdasarkan metrik ini, juaranya bukanlah spesies yang sering kita kaitkan dengan perburuan, seperti singa, harimau, serigala, dan predator besar lainnya.
Baca Juga:
Kualitas Udara Jakarta Siang Hari Ini Termasuk yang Terburuk di Dunia
Singa terhitung berhasil membunuh sekitar 30 persen mangsanya, harimau hanya berhasil membunuh sekitar 10 persennya.
Sebaliknya, capung, yang relatif terabaikan, mendapatkan gelar juara pemangsa paling efektif. Serangga ini, bersama dengan sepupu mereka, lalat perampok (robber flies/Asilidae), memiliki tingkat kesuksesan tangkapan 97 persen!
Dengan persentase ini, mereka dapat memakan ratusan nyamuk setiap hari.
Kesuksesan mereka sebagian berasal dari visi mereka yang luar biasa. Capung dan kerabatnya memiliki mata majemuk yang memberikan penglihatan hampir 360 derajat.
Ada pula peran otak mereka yang mampu memproses informasi sensorik dengan sangat cepat, sehingga memungkinkan mereka memprediksi ke mana mangsa akan bergerak.
Karena bisa menggerakkan sayap depan dan sayap belakangnya secara mandiri, capung adalah penerbang yang mahir dan bahkan dapat terbang mundur.
Kesabaran dan keterampilan
Namun, Belk menyebut ada definisi lain mengenai keberhasilan berburu.
Biasanya, pemburu terbagi dalam salah satu dari dua kelompok: pertama, hewan yang aktif mengejar dan menyerang mangsanya; kedua, hewan yang menunggu, mengandalkan kesabaran untuk memberi mereka makanan.
Dalam hal efisiensi memangsa, ular piton besar mungkin layak mendapatkan penghargaan tersebut.
"Ular besar seperti itu bisa duduk di satu tempat dan menunggu, dan menunggu, dan menunggu, dan menunggu. Dan akhirnya, ketika hewan yang tepat datang, mereka akan menangkapnya dan membunuhnya," kata Belk.
"Untuk ular besar ini, hal itu mungkin hanya terjadi dua atau tiga kali dalam setahun."
Dalam hal keterampilan memangsa, Jason Fisher, ahli biologi satwa liar di University of Victoria, Kanada, mengatakan coyote kemungkinan besar akan menjadi pemenang.
Pasalnya, mereka mampu berburu sendiri atau berkelompok dan memangsa apa pun mulai dari anak rusa hingga tikus. Fleksibilitasnya membantu mereka berkembang di sebagian besar habitat, termasuk perkotaan.
"Memahami sumber daya apa yang tersedia bagi Anda dan mengeksploitasinya akan menjadikannya (coyote) predator yang luar biasa," kata Fisher, sambil menambahkan bahwa coyote unggul dalam "memanfaatkan apa pun yang ada."
Ada juga Archerfish, ikan tropis asli hutan bakau di Asia Tenggara. Ia dapat menilai jarak antara mereka dan serangga yang hinggap di daun dari bawah air, dan kemudian dapat menjatuhkannya menggunakan semburan air yang diarahkan dengan hati-hati.
Pada jarak 2 kaki (65 sentimeter) atau kurang, bidikan ikan ini hampir 100 persen akurat.
Gurita juga sama suksesnya dalam berburu di luar unsur alaminya. Selain menggunakan kamuflase legendarisnya, cephalopoda ini juga dapat mendarat dalam waktu singkat untuk mengejar mangsa.
Pemburu terburuk
Soal pemburu terburuk, Fisher mengaku sulit untuk menjawabnya. Setiap spesies yang berburu, menurut definisinya, berhasil karena dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya sebagai suatu populasi.
Namun, jika berdasarkan keanehannya, Fisher menunjuk serigala, yang dianggap sebagai pemburu tetapi bergantung pada mengais-ngais atau memungut sisa-sisa selama masa paceklik.
"Bentuk mereka sangat aneh, dan strategi mereka aneh," kata Fisher, sambil menyebut serigala berburu dengan cara mendekati wajah mangsanya dan menakuti mereka dengan jeritan dan suara keras lainnya.
"Mereka (srigala) pada dasarnya berkata, 'Jika berhasil, itu bagus, dan jika tidak, saya kurang beruntung'," tandas dia.
[Redaktur: Alpredo Gultom]