WAHANANEWS.CO, Jakarta - Bahan bakar alternatif Bobibos baru-baru ini menarik perhatian publik, lantaran diklaim mampu menghasilkan nilai oktan yang mendekati RON 98 dan memanfaatkan limbah pertanian sebagai bahan baku utama yang lebih ramah lingkungan.
Temuan tersebut berasal dari pemuda asal Jonggol, Muhammad Ikhlas Thamrin, melalui riset bertahun-tahun dengan mengolah jerami menjadi bahan bakar ramah lingkungan bersama tim peneliti di PT Inti Sinergi Formula.
Baca Juga:
Pemerintah Kota Jakarta Utara Tak Ketahui Pagar Laut Bambu di Kamal Muara
Kepala Organisasi Riset Energi dan Manufaktur Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Cuk Supriyadi Ali Nandar, menduga produk perantara Bobibos adalah etanol.
"Kami belum melakukan diskusi langsung dengan tim Bobibos, namun menurut informasi dari media yang kami dapatkan bahwa Bobibos di produksi menggunakan bahan baku jerami," ujar Cuk Supriyadi saat dihubungi, Sabtu (15/11/2025).
"Kami memang pernah melaksanakan kajian bahan bakar dari Jerami dengan produk akhir berupa bioetanol. Kami pun menduga bahwa produk Bobibos ini produk perantaranya adalah etanol yang mungkin diolah lebih lanjut menjadi biogasoline atau biohidrokarbon diesel, hal ini yang harus kami pastikan," imbuh dia.
Baca Juga:
Pakar BRIN Kembangkan MOFs, Sulap Minyak Kelapa jadi Bahan Bakar Pesawat
Cuk Supriyadi menjelaskan bioetanol diproduksi dari berbagai jenis biomassa seperti jerami, tandan kosong kelapa sawit, kelapa, nyamplung, dan sorgum. Jerami mengandung selulosa, hemiselulosa, glukosa, dan lignin yang memungkinkannya diolah menjadi energi dengan kandungan relatif seragam.
"Dengan bahan mentah berasal dari biomassa, maka emisi yang dihasilkan tentu akan lebih kecil atau ramah lingkungan dibanding dengan bahan bakar fosil, atau memiliki efek gas rumah kaca lebih kecil," ungkap dia.
Cuk Supriyadi mencatat, setidaknya ada empat teknologi untuk mengonversi selulosa yakni hidrotermal hidrotreatmen atau fermentasi menjadi bioethanol, direct biomass liquefaction, gasifikasi dengan fisher tropsch proses, dan pirolisa.
Menurut dia, tantangan produksi jerami menjadi bioetanol ialah biaya awal karena penggunaan bahan kimia. Selain itu, perlu bahan baku kerami dalam jumlah besar yang harus disediakan, keuntungan, dan efisiensi produksi yang masih rendah.
"Untuk bisa digunakan sebagai bahan bakar pengganti BBM yang sekarang beredar, pemerintah telah memiliki mekanisme perizinan edar, pengawasan distribusi, dan regulasi teknis yang menuntut jaminan mutu bagi konsumen. Sehingga tahapan itu harus dilalui," tutur Cuk Supriyadi.
Dalam hal ini BRIN siap mendampingi pengembang Bobibos untuk verifikasi, validasi, dan asistensi teknoekonomis agar inovasinya dapat dimanfaatkan secara luas. "Sedangkan tahap izin edar dan komersialisasi di bawah kewenangan kementerian terkait khususnya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)," kata dia.
Diberitakan sebelumnya, Ikhlas menyampaikan bahwa untuk memproduksi Bobibos sebanyak sekitar 3.000 liter, jerami yang sekitar 9 ton. Limbah batang kering kemudian diproses menggunakan mesin dan serum yang dikembangkan oleh timnya.
Jerami dikumpulkan dari area persawahan lalu dikeringkan hingga mencapai kadar air ideal. Lalu, jerami kering dipilah agar hanya bahan berkualitas yang masuk tahap ekstraksi. Bahan baku diproses dengan mesin khusus dan serum untuk mengambil senyawa esensial.
Cairan diekstrak lalu diproses agar memenuhi standar bahan bakar nabati. Cairan murni diformulasikan menjadi dua varian antar lain merah (setara solar), serta putih (setara bensin).
[Redaktur: Alpredo Gultom]