SETIAP mahluk
hidup yang punya naluri, nurani,
dan nalar pasti tidak terlepas dari lingkungan di mana dia berada, sehingga
karakter setiap individu itu tergantung atas lingkungan yang mempengaruhinya.
Pengaruh tersebut bisa tercipta
karena individu lain atau alam
dan lingkungan sosial yang menjadi ruang geraknya.
Baca Juga:
Pidato Strategis Prabowo di SPIEF Rusia: Seruan Kedaulatan Pangan hingga Energi Bersih
Bisa juga secara alamiah
karena nasib atau sejarah hidup yang sama, baik dalam suka maupun duka.
Dari rasa senasib dan
sepenanggungan tersebut, maka pada akhirnya setiap individu kemudian menjadi
"orang" yang memiliki jatidiri dan karakter dalam kepribadiannya.
Perkembangan
selanjutnya bisa juga karena kesamaan pengalaman lingkungan berubah menjadi
karakter kelompok dalam organisàsi sosial.
Baca Juga:
Medan Jalin Kerja Sama dengan Polandia
Pertanyaan sederhana, apakah setiap orang yang lahir dan besar
di Indonesia dengan sendirinya berkarakter orang Indonesia? Belum jaminan.
Alasannya
juga sederhana, karakter bukan warisan yang turun secara otomatis tiap generasi
tetapi harus "diajarkan".
Sifat karakter cenderung karena adanya nilai kognitif
dan afektif yang membuat setiap individu menjadi "konatif" dengan
lingkùngan yang mempengaruhinya.
Kita ambil contoh, apabila kita punya 2 orang anak, sejak kecil yang satu misalnya tinggal di Amerika dan satu lagi menetap di
Indonesia. Mereka berdua dari orangtua yang sama.
Jika 20 Tahun kemudian dipertemukan, apakah secara otomatis anak
yang dititip tinggal di AS langsung berkarakter Indonesia, sama
seperti saudaranya yang tinggal di Indonesia?
Tentu tidak, karena "bahan ajar" atau "materi
pengalaman sosial" yang diterima atau diajarkan sangat berbeda satu sama
lain.
Inilah mengapa kita harus mengajarkan karakter yang sesuai jatidiri bangsa Indonesia bagi setiap orang Indonesia
(dari PAUD dan SD) karena semua pembentukan karakter harus dimulai dari usia
dini.
Pokok pikiran ini juga yang mengharuskan perlunya kita Belajar
Menjadi Orang Indonesia.
Mengapa kita perlu belajar menjadi orang Indonesia? Karena, setiap generasi pasti akan berakhir secara kodrati
sesuai batas usia manusia.
Apakah dengan berakhirnya batas usia tersebut, kita lantas tidak
lagi memiliki generasi orang Indonesia? Tentu tidak, karena ada estafet peradaban sesuai zaman yang
dilaluinya.
Untuk itulah perlu terus dibangun karakter orang Indonesia. Dulu, Ir Soekarno
pernah menggelorakan Character Building.
Beliau sudah meramalkan bagaimana merawat Indonesia masa depan.
Jika demikian,
apa sebenarnya karakter yang perlu dibangun sehingga setiap generasi yang
tinggal di NKRI bisa disebut paling tidak Menjadi
Orang Indonesia?
Khusus dalam tulisan ini, saya ingin membatasi pemikiran dalam perspektif
setelah Kemerdekaan 17 Agustus 1945, yang mana kita menjadi bangsa yang
merdeka, bersatu,
berdaulat, adil dan makmur dengan jatidiri nilai Pancasila dan norma UUD 1945
dalam bingkai NKRI dengan
relasi kebangsaan yang Bhinneka
Tunggal Ika.
Karakter yang tematik wawasan kebangsaan Indonesia ini penting
menjadi sumber bahan ajàr agar terpatri sebagai orang Indonesia.
Jika kita sejak dini secara sadar dan terencana ikut
menggelorakannya, maka bangunan karakter kebangsaan akan berdampak positif
terhadap pembangunan nasional.
Selanjutnya,
dari mana kita mulai belajar menjadi orang Indonesia?
Sudah tentu dimulai dari kualitas relasi sosial di keluarga dan
masyarakat dengan tampilan-tampilan keteladanan
yang merupakan gambaran nilai-nilai Pancasila dan norma UUD 1945.
Implementasinya dapat dipe??kuat setelah setiap warga bangsa
mulai masuk ke dunia pendidikan formal dan informal dari mulai PAUD sampai
pendidikan tinggi.
Sehingga,
pengajaran tentang nilai Pancasila
dan norma UUD 1945 serta peraturan turunannya terintegrasi dalam kurikulum
tematik kebangsaan.
Cepat atau lambat, semua itu akan
menjadi jiwa generasi bangsa dalam keadaban zaman yang dilaluinya.
Sederhananya,
jika belajar menjadi orang Indonesia, patuhi semua regulasi atau peraturan
perundang-undangan serta harus ada kesadaran untuk menjiwai nilai Pancasila
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Karena dalam jiwa Pancasila tersebut tertuang gambaran orang
Indonesia yang religius, yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Demikian juga orang yang takwa pasti menjalankan akhlak (sesuai ajaran agamanya),
yang bisa berjiwa adil terhadap keadaban manusia lainnya, dampak positifnya terbangun rasa memiliki dan saling menjaga
(kebersamaan) atau rasa persatuan sebagai satu bangsa.
Pada sisi lain, melalui musyawarah (dengan jiwa gotong royong),
kita akan mampu membangun kehidupan demokratis (yang menjaga keseimbangan hak
dan kewajiban) dalam menentukan kebijakan-kebijakan untuk membangun kehidupan
sosial yang berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Penguasaan pemahaman
nilai Pancasila tersebut secara gradual akan membentuk karakter.
Untuk penguatan karakter tersebut, dan agar konkret dalam
realitas dan relasi sosial,
maka diperkuat secara tertulis dalam Undang-Undang atau bentuk peraturan.
Sebab,
kita sudah sepakat negara ini berdasarkan hukum bukan persepsi, atau katanya, inilah anomali
yang selalu membuat gaduh dalam relasi sosial.
Sebagai konklusi sementara, dari berbagai uraian di atas dan mencermati situasi yang sering terjadi
dan berulang-ulang, sepertinya untuk menguatkan karakter bangsa, maka kita
perlu menggelorakan kesadaran pentingnya Belajar
Menjadi Orang Indonesia. (Dr. Bangun Sitohang, Ketua "Belajar Menjadi Orang Indonesia" �" BeMOI)-dhn