WAHANANEWS.CO, Jakarta - Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Laksana Tri Handoko, menyatakan komitmennya untuk meningkatkan kesejahteraan talenta ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) di Indonesia.
Ia memastikan bahwa talenta iptek dalam negeri akan mendapatkan penghasilan yang setidaknya setara dengan rekan-rekan mereka di negara tetangga seperti Malaysia.
Baca Juga:
Fenomena Langka: Badai Matahari Dahsyat Hantam Bumi, Indonesia Waspada
"Kami akan memastikan putra-putri terbaik kita menerima gaji yang layak, minimal setara dengan yang diterima di Malaysia," ujar Handoko saat menghadiri acara Anugerah Talenta Unggul Habibie Prize 2024 di Gedung BJ Habibie BRIN, Jakarta, belum lama ini.
Opsi Berkarya di Dalam Negeri
Handoko menekankan bahwa janji tersebut merupakan bagian dari upaya pemerintah dalam memberikan pilihan bagi talenta iptek Indonesia agar dapat berkarya di dalam negeri sesuai bidang kepakaran mereka.
Baca Juga:
MTCRC Gelar Pelatihan Pemetaan Habitat Bentik Menggunakan Drone dan Sensor Multispektral
"Kami tidak memaksa semua orang untuk bekerja di dalam negeri, karena itu adalah hak setiap individu. Namun, negara harus menyediakan opsi bagi putra-putri terbaik agar bisa berkontribusi sesuai keahlian dan minatnya di tanah air," jelasnya.
Fasilitas Infrastruktur dan Skema Hibah Riset BRIN
Handoko juga menjelaskan bahwa BRIN menyediakan akses ke infrastruktur riset yang ada serta menawarkan skema mobilitas periset dan hibah riset.
Menurutnya, BRIN tidak membangun infrastruktur baru, melainkan memberikan akses ke fasilitas yang sudah ada, dengan skema hibah riset berbasis kompetisi.
"Berbeda dengan program afirmasi yang ada di Kemendikti Saintek, di BRIN semua program riset bersifat kompetisi murni," kata Handoko.
Hal ini, menurutnya, untuk memastikan bahwa talenta terbaik memiliki kesempatan berkarya dan tidak ada alasan untuk tidak kembali ke Indonesia karena kurangnya peluang riset.
Penilaian Riset Berstandar Global
Handoko menambahkan bahwa hibah riset di BRIN didasarkan pada penilaian proposal dan rekam jejak riset, termasuk publikasi bereputasi internasional.
"Penilaian dilakukan oleh pihak ketiga yang merupakan bagian dari komunitas ilmiah global, sehingga kami tidak melakukan penilaian sendiri," tegasnya.
Ia menekankan bahwa publikasi internasional bukanlah tujuan akhir, tetapi merupakan alat ukur dan kontrol kualitas untuk memastikan riset yang dilakukan memenuhi standar komunitas ilmiah global.
Fleksibilitas Bagi Alumni Beasiswa LPDP
Sementara itu, Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendikti Saintek), Satryo Soemantri Brodjonegoro, menjelaskan bahwa penerima beasiswa LPDP tidak diwajibkan pulang ke Indonesia apabila mendapatkan izin khusus dan tidak terikat ikatan dinas.
Ia mencontohkan alumni yang bekerja di lembaga internasional seperti PBB, IMF, atau IDF mewakili Indonesia.
Menurut aturan LPDP, alumni juga dapat mengajukan izin untuk tidak pulang ke tanah air jika mengikuti magang di lembaga internasional dengan durasi maksimal dua tahun setelah lulus.
Tantangan dalam Menyerap Talenta Berkualitas
Satryo menyoroti tantangan yang dihadapi pemerintah dalam menyediakan lapangan kerja yang sesuai untuk lulusan beasiswa LPDP.
"Bagi mereka yang tidak terikat ikatan dinas, setelah belajar dan kembali ke Indonesia, belum tentu tersedia pekerjaan yang sesuai dengan keahlian mereka. Pemerintah juga belum mampu menyediakan dana untuk mendukung mereka sepenuhnya," ujarnya usai rapat kerja dengan Komisi X DPR di Kompleks DPR, Jakarta, Rabu (6/11/2024).
Dengan berbagai upaya ini, baik BRIN maupun Kemendikti Saintek berusaha memberikan opsi dan dukungan bagi talenta terbaik Indonesia untuk terus berkarya dan berinovasi di bidangnya masing-masing.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]