WahanaNews.co | Puncak hujan meteor Perseid di Indonesia dipastikan terjadi pada 13-14 Agustus dengan intensitas maksimum hingga 100 meteor per jam.
Hujan meteor perseid merupakan hujan meteor yang titik radiannya berasal dari konstelasi Perseus.
Baca Juga:
BMKG: Hujan Petir Mengancam, Sebagian Besar Indonesia Siap-siap Basah!
Perseid sendiri bersumber dari sisa debu komet 109P/Swifts-Tuttle. Kecepatan meteor pada hujan meteor Perseid ini dapat mencapai 212.400 kilometer per jam.
Hujan meteor ini disebut dapat disaksikan di seluruh wilayah Indonesia pada pukul 11 malam di Indonesia bagian barat dan pukul 1 pagi di Indonesia bagian selatan.
"Hujan meteor Perseid dapat disaksikan di seluruh wilayah Indonesia, pada pukul 11 malam di Sabang (atau yang selintang) dan 1 malam di Pulau Rote (atau yang selintang) hingga 25 menit sebelum Matahari terbit," ujar Andi Pangerang, Peneliti Pusat Riset Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) di akun Instagram Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Selasa (9/8).
Baca Juga:
Benarkah Hujan Dapat Pengaruhi Perasaan Seseorang? Begini Penjelasan Psikolog
Hujan meteor ini akan terjadi dengan ketinggian maksimum titik radiant di Indonesia yang bervariasi antara 20,9 derajat untuk Pulau Rote hingga 37,89 derajat untuk wilayah Sabang.
Kemudian Andi juga menyebut intensitas hujan meteor berkurang pada dua wilayah ujung Indonesia tersebut dengan 36 meteor per jam di wilayah Pulau Rote atau yang selintang, hingga 61 meteor per jam Sabang atau yang selintang.
Lebih lanjut, Andi mengatakan pada saat titik radian Perseid terbit akan ada gangguan cahaya Bulan yang dapat mengganggu pengamatan.
Meski demikian, hujan meteor Perseid tetap dapat diamati tanpa alat bantu optik.
Andi memberikan beberapa tips untuk mengamati hujan meteor ini, di antaranya memastikan cuaca cerah, wilayah pengamatan tidak terhalang, dan kondisi lingkungan bebas polusi cahaya.
"Pastikan cuaca saat pengamatan cerah, bebas dari penghalang di sekitar medan pandang, dan bebas dari polusi cahaya. Hal ini karena futupan awan dan skala Bortle (skala kecerlangan langit malam) berbanding terbalik dengan intensitas meteor. Semakin besar tutupan awan dan skala Bartle semakin berkurang Intensitas meteorya," ujarnya.
Melansir Live Science, hujan meteor perseid merupakan salah satu hujan meteor yang paling terkenal. Biasanya, ia terjadi antara Juli dan Agustus ketika cuaca hangat di Bumi bagian utara.
Waktu-waktu tersebut biasanya digunakan untuk berkemah, api unggun, dan mengamati langit. Hujan meteor Perseid menjadi yang paling terkenal karena waktu untuk mengamatinya bertepatan dengan cuaca hangat.
"Itu benar-benar karena hujan meteor tersebut merupakan puncak bagi para peneliti di Bumi bagian utara. Hujan meteor lainnya terjadi pada musim gugur atau dingin bagi Bumi belahan utara," ujar Robert Lunsford dari American Meteor Society. [rin]