WAHANANEWS.CO, Jakarta - Memasuki musim hujan seperti sekarang, banyak orang merasa cemas ketika harus bepergian dengan pesawat.
Selain kekhawatiran terhadap turbulensi, ada juga rasa takut bahwa pesawat mungkin tersambar petir.
Baca Juga:
Pakar BRIN Kembangkan MOFs, Sulap Minyak Kelapa jadi Bahan Bakar Pesawat
Namun, sangat jarang kita mendengar berita tentang pesawat yang terkena petir. Berdasarkan informasi dari National Weather Service Amerika Serikat, pesawat komersial di sana rata-rata tersambar petir satu atau dua kali setahun.
Meski demikian, kecelakaan pesawat yang fatal akibat sambaran petir sangat jarang terjadi. Mengapa bisa begitu?
Bagaimana Sambaran Petir Terjadi pada Pesawat
Baca Juga:
Daftar Rute Penerbangan dengan Turbulensi Terparah di Dunia, Berani Coba?
Sebelum kita membahas lebih lanjut mengenai alasan di balik ketahanan pesawat terhadap petir, mari kita pahami kapan biasanya petir menyambar pesawat.
Faktanya, kemungkinan pesawat tersambar petir tidak bisa dihindari.
Menurut Simple Flying, kebanyakan sambaran petir terjadi pada ketinggian antara 1,5 hingga 4,5 kilometer, biasanya selama fase lepas landas atau pendaratan.
Meskipun pesawat tersambar petir, penumpang biasanya hanya melihat kilatan cahaya atau mendengar suara keras, tanpa kerusakan yang serius.
Ini karena pesawat modern dirancang untuk menyalurkan listrik dari petir dengan aman melalui permukaan luar pesawat.
Permukaan luar pesawat terbuat dari bahan konduktif atau dilapisi dengan lapisan proteksi khusus.
Menurut Illumin Magazine dari University of Southern California, teknologi utama yang melindungi pesawat dari petir adalah konsep Sangkar Faraday.
Ditemukan oleh Michael Faraday pada tahun 1836, sangkar Faraday adalah struktur konduktif yang mampu mengalirkan energi listrik melalui permukaan luar tanpa memengaruhi bagian dalamnya.
Pada pesawat, konsep ini diimplementasikan melalui bahan konduktif seperti logam yang melapisi bagian luar pesawat. Ini melindungi bagian dalam dari medan elektromagnetik.
Sangkar Faraday berfungsi dengan mendistribusikan muatan listrik melalui bahan konduktif di bagian luar.
Awalnya, teknologi ini dibuat dengan menggunakan kawat kasa tembaga yang dipasang di permukaan pesawat.
Saat ini, bahan konduktif tersebut dibuat dari lembaran tembaga.
Selain itu, pesawat juga dilengkapi dengan static wicks, yaitu batang-batang kecil yang biasanya berada di bagian sayap atau ekor. Fungsi static wicks adalah untuk melepaskan muatan listrik statis ke udara selama penerbangan.
Inilah yang mencegah terjadinya korsleting pada pesawat.
Dampak Petir Terhadap Keselamatan Pesawat dan Penumpang
Menurut Scientific American, petir biasanya menyambar bagian menonjol dari pesawat, seperti hidung atau ujung sayap.
Aliran listrik kemudian bergerak melalui badan pesawat dan keluar melalui bagian lain, seperti ekor.
Proses ini berlangsung sangat cepat sehingga panas yang dihasilkan tidak sempat merusak struktur pesawat.
Penumpang mungkin melihat kilatan cahaya atau merasakan sedikit gangguan, seperti lampu berkedip atau gangguan singkat pada instrumen.
Namun, secara keseluruhan, pesawat tetap aman.
Sebagai langkah pencegahan, setelah pesawat tersambar petir, biasanya dilakukan pemeriksaan menyeluruh, terutama pada sistem bahan bakar untuk memastikan tidak ada percikan yang bisa memicu ledakan.
Inspeksi ini mungkin menambah waktu dan biaya operasional maskapai, namun kerusakan serius akibat petir sangat jarang terjadi.
Sejak insiden fatal pada tahun 1960-an, teknologi proteksi petir pada pesawat telah berkembang pesat.
Meskipun petir dapat menyebabkan kerusakan fisik, teknologi modern telah terbukti efektif dalam melindungi pesawat dari dampak fatal sambaran petir.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]