WahanaNews.co | Hasil investigasi kecelakaan pesawat Sriwijaya Air SJ182 rute Jakarta - Pontianak, yang jatuh di perairan Kepulauan Seribu Jakarta Utara, 9 Januari 2021, diungkap Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT).
Namun ada satu kendala saat melakukan investigasi, yakni suara pilot yang tidak terekam Cockpit Voice Recorder (CVR). Padahal koordinasi antara pilot dan ko pilot merupakan salah satu data kunci untuk menyelidiki sebab jatuhnya pesawat.
Baca Juga:
Sriwijaya Air Beberkan Alasan 27 Ahli Waris Belum Dapat Ganti Rugi
Ketua Sub Komite Investigasi Kecelakaan Penerbangan KNKT Nurcahyo Utomo menjelaskan, alasan suara pilot tidak terdengar dalam CVR, kemungkinan pilot tidak menggunakan headset dalam penerbangan. Meski dalam rekaman CVR suara co-pilot bisa terdengar.
"Kebetulan dari CVR yang ditemukan kami mendapatkan bahwa suara kaptennya tidak terekam. Kami tidak bisa menentukan mengapa suara kaptennya tidak terekam. Ada dugaan bahwa kaptennya tidak menggunakan headset," kata Nurcahyo saat rapat dengan Komisi V DPR RI, dikutip Jumat (4/11/2022).
"Ada dugaan kaptennya tidak menggunakan headset," tambahnya.
Baca Juga:
Akhirnya, CVR Black Box Sriwijaya Air SJ-182 Ditemukan
Begitu juga microphone yang terdapat pada kokpit pesawat juga tidak terdengar suaranya, karena tertutup suara bising.
"Channel ini tertutup noise pada 400 hertz sehingga pembicaraan tidak bisa direkam. Sehingga tidak bisa menganalisa kerjasama kokpit dan apa saja perintah kapten ke co-pilot. meski suara co-pilot masih bisa di dengar termasuk suara dari pengatur lalu lintas udara di dengar," katanya.
Sehingga pihak dari KNKT Tidak bisa menganalisa kerjasama dalam kokpit pilot dan ko-pilot, serta perintah yang diberikan pilot.
"Dari CVR ini kita tidak bisa menganalisa kerja sama di kokpit, perintah kapten ke ko-pilot. namun suara dari ko-pilot terdengar sepanjang waktu, juga suara lalu lintas udara.
Nurcahyo menjelaskan hasil analisis menunjukkan pesawat Sriwijaya Air saat menanjak atau climb, terjadi perubahan mode autopilot yang sebelumnya menggunakan komputer berpindah mode control panel.
"Perubahan ini nampaknya membutuhkan tenaga mesin yang lebih sedikit. normalnya autothrottle akan menggerakkan kedua thrust lever mundur untuk mengurangi tenaga mesin," jelasnya.
Akan tetapi, lanjutnya, autothrottle tidak dapat menggerakkan thrust lever kanan, dan tim investigasi meyakini adanya gangguan pada sistem mekanikal.
"Kami sudah memeriksa 7 komponen sebagian di AS dan Inggris, komponen autothrottle gangguan thust lever kanan ini ada pada mekanikal bukan pada sistem komputer," katanya.
Selanjutnya tidak berkurangnya tenaga mesin sebelah kanan, dan pada mesin tidak sesuai kebutuhan autopilot, membuat perbedaan posisi sebagai asimetri.
Sebelumnya, pada tahun 2021, AirNav Indonesia mengungkapkan bagaimana komunikasi air traffic controller (ATC) yang dilakukan dengan pilot Sriwijaya Air SJ 182 sesaat sebelum dinyatakan hilang.
Pihaknya sempat mengkonfirmasi ke pilot saat Sriwijaya Air SJ 182 melakukan belokan ke kiri yang tidak sesuai koordinat.
Dijelaskan, adanya komunikasi perubahan arah dan ketinggian, diantaranya karena cuaca dan ada pesawat yang berada pada ketinggian sama menuju Pontianak. Arahan dari ATC pun dilaporkan dijawab 'clear' oleh pilot Sriwijaya Air SJ 182.
Komunikasi ATC dengan pilot dilaporkan masih baik saat diminta kembali ke posisi 13 ribu kaki. Dan tidak ditemukan indikasi kondisi pesawat tak normal.
Namun, pada pukul 14.39, Sriwijaya berbelok ke kiri. Dan saat ATC menanyakan, tidak mendapat respons hingga Sriwijaya hilang dari radar.
Upaya komunikasi oleh pesawat penerbangan lain juga dilaporkan tak mendapat respons dari Sriwijaya 182. [tum]