WahanaNews.co, Jakarta - Suatu fenomena menarik terjadi ketika sebuah lubang gelap berukuran raksasa muncul di permukaan matahari.
Lubang seluas 60 kali lipat dari diameter Bumi ini menghasilkan aliran radiasi kuat yang dikenal sebagai angin matahari.
Baca Juga:
Viral Kemunculan 2 Matahari di Sumatera Barat, BMKG Beri Penjelasan
Informasi dari Space.com, pada hari Sabtu (9/12/2023), menyebutkan bahwa bercak gelap ini dikenal sebagai lubang koronal dan mulai terbentuk di sekitar khatulistiwa Matahari pada tanggal 2 Desember 2023.
Saat mencapai titik maksimum, lebar lubang tersebut diperkirakan mencapai sekitar 497.000 mil.
Riwayat tersebut menunjukkan bahwa angin matahari dari lubang ini bergerak menuju Bumi.
Baca Juga:
Tahun 2024 Indonesia Bakal Alami Hari Tanpa Bayangan, Simak Jadwalnya
Para ahli meramalkan bahwa ini dapat menyebabkan badai geomagnetik sedang yang berpotensi mengakibatkan pemadaman radio pada beberapa kesempatan.
NASA menjelaskan bahwa lubang koronal tampak gelap karena berada di wilayah yang lebih dingin dan kurang padat daripada plasma di sekitarnya. Wilayah ini juga merupakan daerah medan magnet unipolar terbuka.
Struktur garis medan magnet terbuka ini memungkinkan angin matahari untuk lebih mudah melarikan diri ke ruang angkasa, menghasilkan aliran angin matahari yang relatif cepat dan sering disebut sebagai aliran kecepatan tinggi dalam konteks analisis struktur di ruang antarplanet.
Ganggu Sinyal Internet
Para ilmuwan dengan teliti memonitor keadaan untuk mengevaluasi potensi dampak angin matahari pada medan magnet dan satelit planet kita, dengan kemungkinan efek tak langsung terhadap internet, jaringan seluler, dan GPS, seperti yang dilaporkan oleh NASA.
Menurut NASA, lubang koronal umumnya dianggap tidak berbahaya oleh para ahli dan biasanya terletak di sekitar kutub matahari.
Wilayah tersebut memiliki suhu yang lebih rendah, kepadatan bintang yang kurang padat, dan muncul selama fase kurang aktif dari siklus 11 tahun matahari.
NASA menjelaskan bahwa lubang koronal adalah wilayah terbuka secara magnetis yang menjadi salah satu sumber angin matahari berkecepatan tinggi.
"Mereka tampak gelap ketika diamati dalam berbagai panjang gelombang sinar ultraviolet ekstrem, seperti yang terlihat di sini. Terkadang, angin matahari dapat menghasilkan aurora di lintang yang lebih tinggi di Bumi," tambah pihak NASA.
Observatorium Dinamika Matahari NASA menangkap kedua lubang tersebut, yang mana pertama kali muncul pada 23 Maret lalu.
Lubang koronal itu menghasilkan aurora jauh lebih selatan dari biasanya, yang membuat langit di atas Arizona, AS berubah menjadi ungu dan hijau elektrik.
Lubang korona diberi peringkat dari G1 hingga G5, dengan G1 yang paling lemah. Lubang pertama diberi peringkat sebagai G3.
Lubang kedua diperkirakan tidak akan menghasilkan badai matahari sekuat yang pertama, sehingga kemungkinan kecil terjadinya aurora.
Namun, para ilmuwan menganggap hal ini lebih signifikan karena lubang tersebut muncul di dekat ekuator matahari.
Menurut Daniel Verscharen, seorang profesor fisika ruang dan iklim di University College London, lokasi dari lubang tersebut "menarik sekali".
“Meskipun bentuk lubang koronal ini tidak begitu istimewa, tetapi lokasinya yang membuatnya sangat menarik,” ujar Verscharen kepada Business Insider.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]