WahanaNews.co | Perubahan geopolitik Indonesia di tahun 1965 ternyata cukup berpengaruh kepada perubahan kekuatan militer Indonesia pada saat itu.
Pada dekade awal 60-an, angkatan bersenjata Republik Indonesia dianggap sebagai salah satu kekuatan militer terkuat di belahan bumi selatan.
Baca Juga:
Hujan Petir Bukan Masalah! Begini Cara Pesawat Modern Tetap Aman di Udara
Bahkan, untuk angkatan udara kala itu Indonesia dianggap menjadi yang terkuat di belahan bumi selatan pada dekade awal 60-an.
Akan tetapi, pasca pergolakan politik yang terjadi di tahun 1965 juga berdampak pada beragam persenjataan dan alutsista yang pada masa orde lama sangat didominasi oleh persenjataan blok timur, khususnya dari Uni Soviet.
Banyak persenjataan era orde lama tersebut harus rela dipensiunkan lebih dini karena kesusahan suku cadang.
Baca Juga:
Perjuangan Tekan Harga Tiket Pesawat Diungkap Menhub Budi Karya
Indonesia pada akhirnya beralih ke blok barat dan pihak barat menyetujui program bantuan militer dengan menghibahkan beberapa persenjataannya ke Indonesia.
Salah satu persenjataan atau alutsista yang dihibahkan oleh blok barat pada saat itu adalah pesawat tempur F-86 Avon Sabre.
1. Pesawat F-86 Sabre Produksi Lisensi Australia
Pesawat tempur F-86 Avon Sabre atau yang dikenal dengan nama CAC Sabre atau C-27 sejatinya adalah pesawat F-86 Sabre buatan Amerika Serikat yang diproduksi secara lisensi oleh pemerintah Australia.
Dilansir dari wikipedia.com, Pesawat ini mulai diproduksi oleh pabrikan Commonwealth Aircraft Corporation (CAC) sejak tahun 1953 hingga tahun 1961. Total produksi varian Avon Sabre ini sebanyak 112 unit.
Angkatan udara Australia sendiri tercatat mengoperasikan jet tempur generasi kedua ini mulai tahun 1953 dan mulai dipensiunkan sejak awal dekade 1970-an.
Beberapa produksi Avon Sabre tersebut kemudian dihibahkan ke militer Indonesia pada dekade awal tahun 70-an sebagai bentuk bantuan militer dan pemulihan hubungan bilateral.
2. Dipersenjatai Meriam Otomatis 30 mm
Terdapat sebuah perbedaan yang cukup mencolok antara F-86 Sabre produksi Amerika Serikat dan CAC Sabre buatan Australia tersebut. Apabila persenjataan F-86 Sabre mengusung 6 senapan mesin kaliber 12.7 mm, maka CAC Sabre menggunakan meriam otomatis 30 mm ADEN Cannon.
Selain itu, pesawat ini juga mampu membawa 2 pod roket 80 mm, rudal udara ke udara AIM-9 Sidewinder dan bom seberat 1.000-2.400 kg.
Untuk mesin yang digunakan yakni Rolls-Royce Avon RA.26 turbojet yang merupakan lisensi turunan dari mesin Rolls-Royce Avon R.A.7 turbojet.
Mesin tersebut mampu membuat pesawat tempur ini terbang dengan kecepatan 1.100 km/jam dan memiliki jarak jelajah sekitar 1.850 km. Ketinggian maksimal yang mampu dicapai oleh pesawat ini yakni sekitar 16.000 meter.
3. Datang dengan Kepentingan Politik Militer
Kedatangan Avon Sabre di tubuh militer Indonesia pada dekade 70-an tentu merupakan imbas perpolitikan kawasan pada saat itu.
Dilansir dari situs indomiliter.com, pihak TNI-AU mendapatkan hibah 24 unit Avon Sabre dari Australia dengan syarat harus memensiunkan pesawat bomber TU-16 yang merupakan pembelian dari masa orde lama.
Hal ini mau tidak mau harus diterima oleh TNI karena pada saat itu merawat dan mengoperasikan pesawat bomber TU-16 cukup memberatkan karena kesusahan dalam mendapatkan suku cadang akibat perubahan geopolitik.
Selain itu, CAC Sabre yang dihibahkan oleh pihak militer Australia juga sebelumnya telah dilepas dahulu sistem persenjataan meriam 30 mm yang menjadi persenjataan internalnya.
Dilansir dari aviahistoria.com, pesawat CAC Sabre tersebut datang dengan tidak dilengkapi sistem meriam internal, sehingga pihak TNI-AU melakukan pemasangan sendiri sistem persenjataan tersebut.
CAC Sabre yang dioperasikan oleh militer Indonesia tersebut kemudian dipensiunkan pada dekade 80-an. Beberapa unitnya kini masih dapat ditemui menjadi beberapa monumen dan koleksi di museum. [ast]