WahanaNews.co, Jakarta – Untuk sekejap debu yang mengotori langit Jakarta sempat mereda yakni di momen peringatan Hari Kemerdekaan RI 17 Agustus 2023.
Buruknya polusi udara di Ibukota DKI Jakarta dan wilayah sekitarnya belakangan ini tengah jadi sorotan.
Baca Juga:
BMKG Hang Nadim: Kota Batam Berpotensi Hujan Sepanjang Hari Ini
Tempatnya menjelang sore hari, indeks kualitas udara di sejumlah wilayah DKI Jakarta tampak lebih 'mendingan' dibanding hari-hari biasanya. Pantauan aplikasi Nafas Indonesia, empat wilayah yakni Setiabudi, Kebayoran Baru, Rawa Barat, dan Taman Sari berada di zona hijau alias udaranya bagus pada pukul 15.00 WIB.
Sementara itu, situs pemantau kualitas udara lainnya, IQair mencatat kualitas udara DKI Jakarta sejak saat ini banyak didominasi warna kuning, yang artinya 'sedang' dan 'tidak sehat untuk kelompok sensitif'. Kategori ini lebih 'mendingan' dibanding biasanya, yang didominasi warna merah atau 'tidak sehat'.
Hingga Jumat (18/8/2023), langit udara masih menyisakan semburat warna biru yang menandakan cemaran polusi lebih tipis dibanding biasanya. Pada waktu-waktu tertentu memang memburuk, tetapi jauh lebih mendingan dibanding hari-hari sebelumnya dalam beberapa pekan belakangan.
Baca Juga:
Hingga 25 November: Prediksi BMKG Daerah Ini Berpotensi Cuaca Ekstrem
Apa yang Sebenarnya Terjadi?
Pelaksana Tugas Kepala Pusat Meteorologi Publik Badan Meterorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Andri Ramdhani membenarkan adanya perbaikan kondisi terkait polusi di Jakarta pada momen peringatan HUT RI Ke-78. Mesk demikian, ia menyebut kualitas udara kembali memburuk pada hari berikutnya.
Sedikitnya ada 3 hal yang dinilainya berpengaruh pada perubahan tersebut, Yang pertama, adalah hembusan angin yang membuyarkan kumpulan polutan.
"Pada tanggal 17 Agustus 2023, BMKG memonitor tidak ada kejadian hujan di wilayah DKI Jakarta, tetapi tercatat terjadi angin relatif kencang dengan kecepatan angin mencapai 15 Knot," jelas Andri saat dihubungi, melansir detikcom, Jumat (18/8/2023).
"Nilai kecepatan ini relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan wilayah lain di sekitarnya, sehingga besar kemungkinan polusi udara pada periode tersebut terbuyarkan oleh angin," lanjutnya.
Faktor berikutnya adalah kondisi atmosfer yang labil, sehingga polutan masih leluasa bergerak dan tidak terkumpul di lapisan tertentu. Terakhir, adanya hujan dengan intensitas signifikan dapat memicu washout polutan secara masif.
NEXT: Modifikasi cuaca
Secara teori, Andri menyebut, Teknologi Modifikasi Cuaca dapat dilakukan untuk mengurangi dampak polusi. Caranya dengan mempercepat proses terjadinya hujan pada suatu sistem sel awan hujan, yakni awan jenis Cumulus. Namun demikian, teknologi tersebut untuk saat ini belum dilakukan di DKI Jakarta.
"Langkah-langkah penanggulangan lain seperti meminimalisir emisi dan meningkatkan ruang terbuka hijau perlu untuk terus dicanangkan dalam rangka perbaikan jangka panjang," paparnya.
[Redaktur: Alpredo Gultom]