WahanaNews.co, Jakarta - Erma Yulihastin, peneliti di Bidang Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), mengajukan usulan agar Indonesia mendirikan Komite Cuaca Ekstrem sebagai upaya mitigasi dan antisipasi terhadap dampak luas cuaca ekstrem yang semakin meningkat akibat perubahan iklim.
"Sebagai contoh dari luar negeri, kita dapat mengadopsi model negara-negara federal di Amerika Serikat yang telah membentuk Komite Khusus Cuaca Ekstrem. Komite tersebut melibatkan ilmuwan, prakirawan, politisi dari tingkat pusat dan daerah, serta melibatkan media, LSM, dan relawan," kata Erma, melansir Antara, Kamis (1/2/2024).
Baca Juga:
Bukan Isapan Jempol, BRIN Siap Gaji Talenta Iptek RI Selevel Negara Tetangga
Erma menjelaskan bahwa komite ini dapat dibentuk sebagai bagian dari program strategis nasional yang diberi nama Bangsa Siaga Cuaca atau Weather-Ready Nation (WRN), yang sebenarnya juga diinisiasi oleh organisasi meteorologi dunia, yaitu World Meteorological Organization (WMO).
WRN memiliki tujuan utama bukan hanya untuk memperkuat sistem peringatan dini cuaca ekstrem, tetapi juga untuk memberikan edukasi yang intensif dan luas kepada masyarakat.
Menurutnya, komite tersebut dapat merumuskan program-program edukasi yang penting, membentuk relawan yang efektif dengan jangkauan yang luas dan keterlibatan yang signifikan, serta secara aktif berkontribusi dalam meningkatkan kesadaran masyarakat.
Baca Juga:
Pemkot Semarang dan BRIN Sukses Budidayakan Varietas Bawang Merah Lokananta Maserati
"Berbeda dengan jenis bencana alam lain seperti gempa dan tsunami, cuaca ekstrem adalah jenis bencana alam yang paling dinamis dan paling sering terjadi, sehingga butuh terus-menerus untuk keep up to date," kata Erma.
"Bahkan informasi prediksi cuaca ekstrem pun harus terus-menerus diperbarui idealnya dua kali dalam sehari, mengikuti dinamika cuaca yang berubah-ubah setiap waktu," imbuhnya.
Lebih lanjut Erma mengungkapkan bahwa tantangan terbesar keilmuan meteorologi dan klimatologi adalah menghasilkan model prediksi hujan yang akurat untuk wilayah Benua Maritim Indonesia (BMI).
Oleh karena itu, semua bentuk studi dari hulu ke hilir yang berkaitan dengan meteorologi dan klimatologi sama-sama memiliki tujuan akhir agar dapat menghasilkan prediksi cuaca ekstrem yang lebih baik.
Erma memandang bahwa Indonesia perlu segera menguasai teknologi prediksi cuaca dan iklim untuk mendukung Indonesia Emas pada tahun 2045 dan mencapai target menjaga suhu bumi tidak melampaui 1,5 derajat Celcius pada tahun 2050.
"Informasi-informasi prediksi cuaca di Indonesia sudah saatnya dihasilkan dari kemampuan periset-periset handal bangsa ini dalam menghasilkan data-data prediksi resolusi tinggi dan akurat untuk memperkuat sistem peringatan dini bencana terkait cuaca ekstrem di Indonesia," pungkasnya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]