WahanaNews.co, Jakarta - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan bahwa peningkatan suhu bumi berpotensi memicu krisis air, yang kemudian dapat membawa risiko ketidakberlanjutan dalam ketahanan pangan.
Dwikorita Karnawati, Kepala BMKG, mengungkapkan bahwa bumi diperkirakan akan menjadi lebih rentan terhadap masalah persediaan pangan dunia pada tahun 2050.
Baca Juga:
BMKG Hang Nadim: Kota Batam Berpotensi Hujan Sepanjang Hari Ini
"Negara-negara hampir seluruhnya akan terkena dampak ini, termasuk Indonesia," tegas Dwikorita pada Senin (21/8/2023).
Lebih lanjut, Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) memperkirakan bahwa lebih dari 500 juta petani skala kecil yang berkontribusi sebanyak 80 persen terhadap persediaan pangan dunia akan menjadi kelompok yang paling rentan terhadap perubahan iklim.
Dwikorita menyatakan bahwa dampak perubahan iklim, seperti naiknya permukaan air laut dan penyusutan lahan, juga akan mengakibatkan penurunan produksi pangan. Hal ini memicu pertanyaan, "Dari mana kita akan mengimpor beras? Semua ini akan lebih memperparah situasi di Indonesia."
Baca Juga:
Hingga 25 November: Prediksi BMKG Daerah Ini Berpotensi Cuaca Ekstrem
Dwikorita juga memperkirakan bahwa suhu bumi akan meningkat sekitar 3,5 derajat Celsius, jika tidak ada intervensi dari berbagai pihak.
"Kenaikan suhu saat ini sudah mencapai 1,2 derajat Celcius, dan peristiwa ekstrem semakin meningkat. Tanpa tindakan mitigasi, kenaikan suhu bisa mencapai 3,5 derajat Celcius. Artinya, ini beberapa kali lipat dari situasi saat ini, dan kondisi ekstrem kemungkinan akan menjadi normalitas baru," jelasnya.
Di Indonesia, Dwikorita menyebutkan bahwa suhu udara telah menunjukkan tren peningkatan sejak tahun 2000-an. Tren ini terlihat dalam naiknya suhu rata-rata tahunan dari 1951 hingga 2021, yang memiliki variasi laju kenaikan di berbagai wilayah.