WahanaNews.co | Puncak fenomena iklim El Nino menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) akan terjadi dua bulan lagi sambil tetap memperingatkan potensi banjir.
"Tadi kami bersama Bapak Presiden dan Bapak Wakil Presiden, Bapak Menko dan beberapa menteri membahas tentang antisipasi dan kesiapan dalam menghadapi ancaman El Nino yang diprediksi puncaknya akan terjadi di bulan Agustus-September," ungkap Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, di Istana Negara, Jakarta, Selasa (18/7/2023) melansir CNNIndonesia.
Baca Juga:
Diterjang 24 Gempa, Inilah Daerah Rawan di Kalimantan Bulan Ini
"Dan El Nino ini intensitasnya lemah hingga moderat, sehingga dikhawatirkan akan berdampak pada ketersediaan air atau kekeringan, juga produktivitas pangan atau berdampak terhadap ketahanan pangan," lanjut dia.
El Nino sendiri merupakan fenomena pemanasan muka air laut di Samudera Pasifik yang berdampak pada penurunan curah hujan global, termasuk di Indonesia.
Lantaran kedatangan El Nino ini, BMKG sempat mengungkap potensi kemunculan kemarau kering. Terlebih, ada potensi kebangkitan fenomena sejenis dari Samudera Hindia berupa Indian Ocean Dipole (IOD) pada periode yang sama.
Baca Juga:
Bertemu Kepala BMKG, Wamen Diana Bahas Mitigasi Bencana Hidrometeorologi untuk Kelancaran Arus Nataru
Meski demikian, Dwikorita tetap mewanti-wanti soal potensi bencana hodrometeorologi seperti banjir. Kondisi geografis Indonesia memainkan peran.
"Meskipun kita masuk musim kemarau kering, tetapi karena wilayah Indonesia ini dipengaruhi oleh dua samudera dan juga topografinya yang bergunung-gunung di khatulistiwa, masih tetap ada kemungkinan satu wilayah mengalami kekeringan, tetangganya mengalami banjir atau bencana hidrometeorologi," urai dia.
"Artinya, bukan berarti seluruhnya serempak kering, ada di sela-sela itu yang juga mengalami bencana hidrometeorologi basah."
Sebelumnya, BMKG menyebut El Nino lemah mulai muncul pada Juni. Lembaga tersebut juga mengungkap potensi puncak kekeringan pada September–Oktober.
"Jika puncak yang dimaksud adalah periode kering sebagai dampak El Nino di Indonesia, maka akan dirasakan pada bulan bulan September - Oktober," ujar Pelaksana tugas (Plt) Deputi Bidang Klimatologi BMKG Urip Haryoko, Rabu (31/5).
"Karena periode tersebut merupakan puncaknya musim kemarau di sebagian besar wilayah Indonesia," lanjut dia.
Selain itu, ada efek posisi Matahari yang akan berada di sekitar ekuator atau khatulistiwa jelang akhir tahun.
"Pada saat yang bersamaan, bulan September-Oktober juga Matahari secara siklusnya akan kembali berada di sekitar ekuator, pada periode tersebut radiasi matahari yang diterima oleh Indonesia akan maksimum," ujar Urip.
"Maka tidak heran nanti pada bulan Oktober kita akan mendapatkan laporan suhu udara panas," tandas dia.
[Redaktur: Alpredo]