WahanaNews.co, Jakarta - Menurut Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Dwikorita, pada 2050 atau sekitar 27 tahun lagi, krisis pangan di dunia akan makin mengkhawatirkan dan berisiko menciptakan kelaparan. Fenomena ini akan terjadi di hampir seluruh negara dunia.
"Itu melanda hampir semua negara, termasuk Indonesia," tegas Dwikorita, Senin (21/8/2023), melansir CNBC Indonesia, Minggu (27/8/2023).
Baca Juga:
Peringatan Dini Kekeringan Meteorologis: Wilayah RI Terdampak hingga Agustus 2024
Perubahan iklim yakni kenaikan temperatur bumi memang berdampak besar ke depannya dari segala sisi. Bukan berhenti di krisis air, namun akhirnya bisa membuat kerentanan pada ketahanan pangan.
Krisis pangan juga diprediksi oleh FAO. Lembaga tersebut menyebutkan kelompok paling rentan pada perubahan iklim adalah 500 juta petani skala kecil yang memproduksi 80% stok pangan dunia.
"Jadi dampak perubahan iklim selain kenaikan permukaan air laut, lahan yang semakin sempit, pangan pun semakin berkurang. Kita mau impor beras dari mana, semuanya lebih parah dari Indonesia," jelasnya.
Baca Juga:
BMKG Imbau Wilayah di Jawa Tengah Waspadai Kekeringan Saat Puncak Musim Kemarau
Saat ini, Dwikorita menjelaskan suhu Bumi sudah mencapai 1,2 derajat celcius. Jika tidak dilakukan pencegahan, maka diperkirakan bisa sampai 3,5 derajat celcius.
"Saat ini sudah naik 1,2 kejadiannya ekstrem, semakin ekstrem. Kalau enggak ada mitigasi, kenaikannya bisa mencapai 3,5 derajat celcius. Berarti berapa kali lipat dari sekarang, kondisi ekstrem mungkin sudah menjadi kenormalan baru," ujar Dwikorita.
Pada 2000-an, menurutnya suhu di Indonesia kian panas. Tercatat terdapat kecenderungan kenaikan suhu yang sama namun tingkat yang berbeda.
Sementara itu pada 1951-2021 terjadi tren peningkatan yang sama. Namun pada periode tersebut, laju yang berbeda di tiap wilayah.
"Laju peningkatan terbesar ada di Kalimantan, Sulawesi, Sumatera bagian selatan, dan area Jakarta dan sekitarnya. Beberapa area mengalami peningkatan hingga 0,15 derajat per 10 tahun," papar Dwikorita.
[Redaktur: Alpredo Gultom]