WahanaNews.co | Dilaporkan salju abadi di dekat Puncak Jaya, Papua menyusut dengan cepat. Luas tutupan es salju yang berketinggian 4.884 meter di atas permukaan laut ini menciut sampai 98%. Dari semula 19,3 km persegi pada tahun 1850 menjadi hanya 0,34 km persegi pada 2020.
Melansir CNBC Indonesia, Jumat (26/5/2023) data terbaru dari satelit Sentinel-2A juga menunjukkan penyusutan luas tutupan es Papua tak terbendung.
Baca Juga:
Inilah Iceberg, Gunung Es yang Tenggelamkan Kapal Titanic
Menurut laporan, penyusutan sebesar 0,27 km persegi terjadi pada Juli 2021 dan 0,23 km persegi pada April 2022.
Selain luasan yang berkurang, es juga makin tipis. Ini terlihat dari hasil pemantauan berkala oleh tim Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dan PT Freeport Indonesia (PTFI) sejak 2010 hingga 2022.
Temuan turut diperkuat dengan hasil penelitian BMKG bersama The Ohio State University, Amerika Serikat.
Baca Juga:
Beberapa Gletser di Dunia Terancam Hilang pada 2050
Menurut Donaldi S. Permana, selama 2010-2015 BMKG mendapati es menipis sekitar 5 m dengan laju penipisan 1,05 m per tahun.
Pada November 2015-2016, penipisan es sangat signifikan hingga 5 m. Ini kemungkinan disebabkan oleh efek El Niño 2015-2016 yang amat kuat.
Pada awal 2021, berdasarkan foto udara, mereka mendapati ketebalan es telah berkurang 12,5 m lagi sejak November 2016 atau setara dengan laju penipisan sekitar 2,5 m per tahun.
"Kami menggunakan pemodelan CORDEX-SEA dan data observasi untuk memprediksi hilangnya tutupan es Papua berdasarkan proyeksi iklim di masa depan," kata Donaldi dalam tulisan di The Conversation.
"Hasilnya, tutupan es di Puncak Jaya diperkirakan hilang pada tahun 2026," sambungnya.
Namun, laju penipisan gletser bisa lebih parah. Gletser dapat habis total paling cepat pada tahun 2024. Risiko ini semakin besar karena El Niño-yang membuat iklim bumi lebih hangat-dapat terjadi pada tahun ini.
Gletser Papua mencair sejak revolusi industri
Gletser Papua merupakan gletser tropis terakhir yang tersisa di wilayah Pasifik Barat. Puncak Jaya memiliki salju karena di ketinggian tersebut suhu sangat rendah (< 0 °C) dan kandungan uap air cukup tinggi. Jika kondisi itu terjadi dalam waktu yang lama, salju tersebut akan berakumulasi dan membentuk lapisan es/gletser.
Gletser Papua diperkirakan sudah mencair sejak revolusi industri atau sekitar 1850. Emisi dari aktivitas industri meningkatkan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer sehingga suhu permukaan bumi meningkat. Tren serupa juga terjadi di gletser tropis lainnya di Amerika Selatan dan Afrika.
Salah satu faktor penyebab pencairan es Papua adalah peningkatan ketinggian lapisan titik beku yang melampaui ketinggian gletser sejak awal 2000 akibat iklim yang berubah. Peningkatan ketinggian lapisan tersebut membuat suhu di sekitar gletser cenderung lebih hangat dari sebelumnya.
Data dari PT Freeport Indonesia 1997-2016 menunjukkan probabilitas rata-rata suhu harian kurang dari 0 °C sangat kecil sejak tahun 1997. Hal ini berakibat pencairan gletser tidak terbendung.
Pencairan es juga dipercepat oleh lebih banyak uap air yang berkondensasi menjadi air hujan dibandingkan menjadi salju. Kemudian, adanya retakan-retakan (crevasses) pada permukaan es akibat pergerakan es sehingga memungkinkan air hujan masuk ke dasar gletser yang juga berperan dalam proses pencairan dasar es (basal melting).
Susutnya luas tutupan es menyebabkan luas batuan berwarna gelap di sekitar es bertambah. Permukaan batuan menyerap lebih banyak panas dari pada permukaan es sehingga turut mempercepat pencairan es dari bagian samping dan dasar es.
"Pada Desember 2022, BMKG mengadakan survei pemantauan gletser lanjutan. Kami mengukur tiang atau stake dengan mengidentifikasi sisa stake yang nampak di permukaan es melalui foto udara gletser," ujarnya.
Sayangnya, tiang tersebut tidak dapat diidentifikasi dengan jelas karena tertutup dengan salju baru yang turun pada malam sebelumnya.
"Namun, mengingat laju penipisan es sebelumnya (~2,5 m/tahun), maka kami memperkirakan ketebalan es pada tahun 2022 berkisar 6 m," jelas dia.
[Redaktur: Alpredo]