WAHANANEWS.CO, Jakarta - TikTok selangkah lagi bakal diblokir di Amerika Serikat. Bagaimana nasib platform media sosial asal China itu ke depannya?
TikTok menghadapi ancaman serius di Amerika Serikat setelah pengadilan banding AS memutuskan untuk mendukung undang-undang yang dapat melarang aplikasi tersebut mulai 19 Januari 2025.
Baca Juga:
Australia Larang Anak di Bawah 16 Tahun Main Sosmed, Ini Respons Meta Cs
Melansir CNN Indonesia, Selasa (10/12/2024), keputusan ini menandai langkah besar menuju larangan yang akan mempengaruhi lebih dari 170 juta pengguna TikTok di AS. Jika undang-undang ini diberlakukan, TikTok harus dijual dari perusahaan induknya di China, ByteDance, atau dihapus dari toko aplikasi, yang berarti pengguna tidak akan dapat mengunduh atau memperbarui aplikasi.
ByteDance menolak untuk menjual TikTok, sehingga memperbesar kemungkinan pelarangan aplikasi tersebut di negeri Paman Sam.
Undang-undang ini juga memberikan sanksi berat bagi toko aplikasi yang tetap menyediakan TikTok setelah tenggat waktu. Meski pengguna yang telah mengunduh aplikasi masih bisa menggunakannya, mereka akan menghadapi masalah seperti bug dan kekurangan fitur baru karena tidak ada pembaruan.
Baca Juga:
Merasa Dihina di TikTok, Farhat Abbas Polisikan Pablo Benua
Alasan di balik larangan TikTok
Kekhawatiran utama yang mendorong larangan ini adalah potensi ancaman keamanan nasional. Para pembuat undang-undang AS menuding ByteDance bisa dipaksa oleh pemerintah China untuk membagikan data pengguna atau memanipulasi algoritma TikTok untuk menyebarkan propaganda.
"Orang-orang di Amerika Serikat akan tetap bebas membaca dan membagikan propaganda China (atau konten lainnya) sebanyak yang mereka inginkan di TikTok atau platform lain yang mereka pilih," kata para hakim.
TikTok membantah tuduhan ini dan menyatakan bahwa data pengguna AS disimpan di server domestik dan diawasi oleh pihak ketiga yang independen.
Siapa yang Bisa Beli TikTok?
Namun, pengadilan banding menilai kekhawatiran pemerintah AS sah, mencatat bahwa undang-undang ini dirancang untuk membatasi potensi manipulasi oleh pemerintah China, bukan untuk menyensor konten.
"Yang menjadi sasaran undang-undang tersebut adalah kemampuan China untuk memanipulasi konten secara diam-diam. Jika dipahami dengan cara itu, pembenaran Pemerintah sepenuhnya sesuai dengan Amandemen Pertama," ucap para hakim.
Keputusan pengadilan ini didukung oleh banyak anggota Kongres yang menganggap penjualan TikTok sebagai solusi terbaik.
Langkah TikTok
TikTok menyatakan akan mengajukan banding ke Mahkamah AS. Juru bicara TikTok, Michael Hughes, mengatakan bahwa perusahaan berharap Mahkamah Agung akan melindungi hak kebebasan berbicara warga AS.
"Mahkamah Agung memiliki catatan sejarah yang mapan dalam melindungi hak warga Amerika untuk berbicara bebas, dan kami berharap mereka akan melakukan hal itu pada masalah konstitusional yang penting ini," tutur Hughes dalam sebuah pernyataan pada hari Jumat, melansir CNN, Sabtu (7/11).
"Larangan TikTok, kecuali dihentikan, akan membungkam suara lebih dari 170 juta warga Amerika di AS dan di seluruh dunia pada tanggal 19 Januari 2025." tambahnya.
Namun, para ahli hukum memandang proses ini sebagai perjuangan yang sulit. Dengan mayoritas konservatif di Mahkamah Agung, kasus ini kemungkinan akan dipandang sebagai masalah keamanan nasional yang mendukung larangan tersebut.
Selain banding, beberapa opsi lain mungkin dapat mencegah larangan. Presiden Joe Biden secara teknis memiliki kewenangan untuk memberikan perpanjangan tenggat waktu selama 90 hari, meskipun ia belum mengindikasikan akan melakukannya.
Selain itu, Presiden terpilih Donald Trump, yang akan dilantik sehari setelah tenggat waktu, dapat mengambil langkah untuk mencabut larangan tersebut. Trump, yang sebelumnya mendukung larangan TikTok pada masa jabatannya, kini menyatakan bahwa ia tidak ingin melarang aplikasi tersebut.
Para ahli hukum berpendapat bahwa Trump bisa saja meminta jaksa agung untuk tidak menegakkan undang-undang tersebut atau menyatakan bahwa TikTok telah memenuhi persyaratan yang ditentukan undang-undang.
Namun, kedua langkah ini menghadapi tantangan hukum dan operasional yang signifikan.
Nasib TikTok di masa depan
Meski ancaman larangan semakin dekat, perjalanan hukum TikTok belum sepenuhnya berakhir. Jika Mahkamah Agung menolak untuk meninjau kasus ini atau mendukung keputusan pengadilan banding, TikTok kemungkinan harus menghentikan operasinya di AS kecuali ByteDance setuju untuk menjualnya.
Namun, jika banding berhasil atau solusi alternatif ditemukan, TikTok mungkin masih memiliki kesempatan untuk bertahan.
Di tengah ketidakpastian ini, masa depan TikTok di AS bergantung pada beberapa faktor, termasuk keputusan Mahkamah Agung, tindakan pemerintahan Biden dan Trump, serta respon ByteDance terhadap tekanan untuk menjual aplikasi tersebut. Satu hal yang pasti, TikTok menghadapi tantangan besar yang bisa mengubah lanskap media sosial di AS dan dunia.
Jika larangan ini diberlakukan, para kreator konten dan pelaku bisnis kecil yang mengandalkan TikTok akan sangat terdampak.
TikTok telah menjadi platform penting bagi banyak orang untuk mencari hiburan, informasi, dan penghasilan. Carrie Berk, seorang kreator konten, mengungkapkan kekhawatirannya akan masa depan pendapatannya jika TikTok hilang.
"TikTok adalah bagian besar dari pendapatan dan mata pencaharian saya, jadi saya tidak ingin melihatnya goyah," kata kreator konten gaya hidup, Carrie Berk.
Beberapa pengguna berusaha mencari alternatif platform lain, tetapi proses ini tidak mudah. Setiap platform memiliki algoritma dan sistem monetisasi yang berbeda, yang membuat transisi audiens menjadi tantangan besar.
Namun, sebagian pengguna tetap optimis bahwa larangan ini tidak akan terjadi, mengingat tekanan dari komunitas bisnis kecil di AS yang mengandalkan TikTok.
"Saya masih berharap TikTok tidak akan dilarang di Amerika Serikat, tetapi saat ini, tampaknya situasinya tidak baik," kata pengguna TikTok.
[Redaktur: Alpredo Gultom]