WahanaNews.co, Jakarta - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) mengidentifikasi tujuh indikator kerawanan yang sering terjadi di Tempat Pemungutan Suara (TPS) dan diyakini berpotensi mempengaruhi kelancaran proses pemilihan umum pada 14 Februari 2024.
Rahmat Bagja, Ketua Bawaslu RI, menyampaikan informasi ini dalam konferensi pers di Jakarta pada hari Minggu.
Baca Juga:
Ketua Bawaslu: Seharusnya Pemilu dan Pilkada Dipisah Tak Digelar Dalam Satu Tahun
Ketujuh indikator tersebut mencakup isu terkait penggunaan hak pilih, keamanan di TPS, potensi kegiatan kampanye, netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN), prajurit TNI, dan/atau anggota Polri, logistik pemilu, lokasi TPS yang sulit dijangkau atau berada di daerah rawan bencana, serta masalah keterandalan jaringan listrik dan Internet.
Berdasarkan hasil pemetaan tersebut, yang menggambarkan pelaksanaan pemungutan suara pada pemilihan umum sebelumnya dan laporan dari pengawas pemilu di berbagai daerah, terdapat sejumlah temuan signifikan.
Misalnya, terdapat 125.224 TPS dengan Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang tidak memenuhi syarat, 119.796 TPS dengan Pemilih Tambahan (DPTb), 36.236 TPS menghadapi kendala pada jaringan Internet, 21.947 TPS berlokasi dekat rumah calon presiden atau calon wakil presiden, posko kampanye, atau rumah tim kampanye pemilu, 18.656 TPS berpotensi mengalami kedatangan Daftar Pemilih Khusus (DPK), dan 10.974 TPS berada di wilayah rawan bencana.
Baca Juga:
Bawaslu Kaltim Gelar Penguatan Kapasitas Putusan dan Keterangan Tertulis PHP Pilkada 2024
Di luar tujuh indikator itu, Bawaslu juga memetakan 14 indikator kerawanan lainnya yang juga banyak ditemukan di TPS-TPS.
Hasil pemetaan Bawaslu mengacu kepada 14 indikator kerawanan tambahan, yaitu 8.099 TPS terkendala aliran listrik, 4.862 TPS dekat lembaga pendidikan yang siswanya berpotensi punya hak pilih, 4.211 TPS sulit dijangkau, 3.875 TPS punya riwayat kasus pemberian uang dan barang selama masa kampanye dan masa tenang, 2.299 TPS punya riwayat kekerasan, dan 2.209 TPS punya riwayat kasus intimidasi terhadap penyelenggara pemilu.
Kemudian, ada 2.021 TPS yang lokasinya dekat dengan wilayah kerja pertambangan atau pabrik, 1.989 TPS punya riwayat kekurangan, kelebihan, ataupun tidak tersedia logistik saat pemungutan suara, 1.587 TPS punya riwayat keterlambatan distribusi logistik pemilu, 1.582 TPS pernah mengalami kerusakan logistik/kelengkapan pemungutan suara, 1.396 TPS punya riwayat surat suara tertukar, 1.205 TPS pernah mengalami insiden ada ASN, prajurit TNI, anggota Polri, atau perangkat desa melakukan tindakan yang menguntungkan/merugikan salah satu pasangan calon, 1.184 TPS di lokasi khusus, dan ada 1.031 TPS yang anggota KPPS-nya pernah berkampanye untuk peserta pemilu.
Di luar itu, Bawaslu juga memetakan satu potensi kerawanan yang tak cukup banyak, tetapi perlu diwaspadai, yaitu 814 TPS punya riwayat kasus menghina/menghasut di antara pemilih yang benuansa suku, ras, agama, dan antargolongan (SARA).
Ketua Bawaslu menyebut hasil pemetaan kerawanan itu belum mencakup potensi kerawanan di daerah otonomi baru (DOB) Papua dan Maluku Utara.
Walaupun demikian, Bawaslu menyiapkan lima strategi untuk mencegah kerawanan tersebut.
Anggota Bawaslu RI Totok Hariyono dalam jumpa pers yang sama menyebut lima strategi Bawaslu itu di antaranya patroli pengawasan di TPS-TPS yang rawan, koordinasi dan konsolidasi dengan lembaga terkait, sosialisasi dan pendidikan politik kepada masyarakat, kolaborasi dengan pemantau pemilu dan pengawas partisipatif, dan terakhir menyediakan posko pengaduan yang dapat diakses oleh masyarakat.
KPU menetapkan pemungutan suara untuk pasangan presiden dan wakil presiden serta anggota legislatif berlangsung pada 14 Februari 2024, tetapi untuk TPS di luar negeri pemungutan suara berlangsung setidaknya sejak 9 Februari.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]