WAHANANEWS.CO, Jakarta - Kuasa hukum Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, Johanes Tobing, menilai bahwa kasus dugaan suap yang menjerat kliennya lebih bernuansa politik dibandingkan murni persoalan hukum.
Menurut Johanes, Hasto bukanlah pejabat negara, dan tidak ada unsur kerugian uang negara dalam perkara tersebut.
Baca Juga:
Unjuk Rasa Mahasiswa Dukung KPK: Tangkap Hasto, Buktikan Tak Tunduk pada Megawati
Ia pun mempertanyakan alasan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangani kasus ini, mengingat nilai dugaan suap yang hanya Rp400 juta.
"Kalau memang ini perkara suap, seperti yang telah diputuskan pengadilan, mengapa harus ditangani oleh KPK? Lembaga ini terlalu besar untuk menangani kasus seperti ini. Saya rasa cukup Polsek saja yang menangani. Kenapa harus KPK?" ujar Johanes dalam acara CNN Indonesia Political Show, Senin (24/2/2025) malam.
Mengacu pada Pasal 11 UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, lembaga antirasuah itu hanya berwenang menangani kasus korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, serta memiliki nilai kerugian negara minimal Rp1 miliar.
Baca Juga:
Ada Seruan Boikot, Gubernur Kalbar Ria Norsan Pilih Hadir di Retret Magelang
"Dari rangkaian peristiwa ini, kami meyakini bahwa kasus ini lebih bersifat politik dibandingkan hukum," tambahnya.
Lebih lanjut, Johanes menduga adanya intervensi pihak tertentu di balik penahanan Hasto. Salah satu indikasinya, menurut dia, adalah dugaan upaya memenangkan pihak KPK dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terkait keabsahan status tersangka Hasto.
"Kami menduga ada campur tangan pihak tertentu dalam mengubah keputusan itu," kata Johanes, meski ia enggan menyebut siapa yang dimaksud.
Johanes juga menyoroti putusan praperadilan yang dinilainya tidak jelas. Ia menilai hakim tunggal dalam kasus ini tidak mempertimbangkan seluruh bukti dan keterangan ahli sebelum mengambil keputusan.
Menurutnya, putusan PN Jaksel yang menyatakan permohonan Hasto Niet Ontvankelijke (NO) atau tidak dapat diterima, menunjukkan adanya ketidakkonsistenan dalam hukum acara pidana.
"Dalam hukum acara pidana, praperadilan hanya memiliki dua putusan: diterima atau ditolak. Putusan NO ini lebih menyerupai hukum acara perdata. Kalau memang menggunakan hukum acara perdata, berarti kami boleh mengajukan kasasi dong," ujarnya.
Hasto Kristiyanto sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada akhir tahun lalu, bersama advokat PDIP Donny Tri Istiqomah.
Mereka diduga terlibat dalam suap kepada mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan terkait proses pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024, Harun Masiku, yang hingga kini masih buron.
Selain itu, Hasto juga disebut turut mengurus PAW anggota DPR RI Dapil 1 Kalimantan Barat, Maria Lestari.
Selain kasus suap, KPK juga menjerat Hasto dengan pasal perintangan penyidikan. Ia sempat mengajukan praperadilan, namun permohonannya ditolak oleh PN Jakarta Selatan.
Dalam sidang praperadilan, Biro Hukum KPK mengungkap bahwa Hasto diduga telah menyiapkan uang sebesar Rp400 juta sebagai bagian dari suap kepada Wahyu Setiawan.
[Redaktur: Rinrin Kaltarina]