WahanaNews.co | Tanggal 1 Januari 1959 menjadi hari
bersejarah bagi Kuba dan akan merombak wajah negara tersebut hingga detik ini.
Setelah
menghadapi revolusi yang dipelopori oleh "Gerakan 26 Juli"-nya
Fidel Castro, diktator Kuba, Fulgencio Batista, melarikan diri dari negara pulau itu.
Baca Juga:
SAHATA Deklarasikan Kemenangan Pilkada Madina 2024 Berdasarkan Hitung Cepat
Ibu
Kota Kuba, Havana, gembira sekaligus masih kacau setelah Batista kabur,
sebagaimana dilansir dari History.
Di sisi
lain, Amerika Serikat (AS) berupaya merumuskan cara terbaik menangani Castro
dan gemuruh anti-Amerikanisme yang tidak menyenangkan di Kuba.
Batista
merupakan kroni Washington.
Baca Juga:
Hungaria Peringati Revolusi 1956 dengan Upacara Khidmat di Parlemen, Saksikan Keindahan Gedungnya
"Negeri
Paman Sam" telah lama mendukung mantan tentara tersebut sejak 1933 hingga 1944.
Washington
juga mendukung Batista merebut kekuasaan untuk kedua kalinya dalam kudeta tahun
1952.
Castro
memulai revolusi di Kuba dengan menyerang sebuah barak militer pada 1953.
Setelah
itu Batista semakin brutal menekan pemberontak hingga akhirnya
Castro melarikan diri dari Kuba.
Setelah
itu, Kuba semakin memanas ketika Castro kembali dari pelariannya ke Kuba pada
Desember 1956.
Castro
tidak sendiri, dia ditemani seorang dokter Argentina penganut
Marxisme-Leninisme bernama Ernesto "Che" Guevara dan beberapa orang
lain.
AS
curiga terhadap ideologi kiri Castro dan khawatir bahwa tujuan akhir Castro
mungkin menghancurkan investasi dan properti signifikan AS di Kuba.
Para
pejabat AS hampir seluruhnya sepakat menentang gerakan revolusioner Castro.
Kendati
demikian, dukungan rakyat Kuba untuk revolusi Castro tumbuh pada akhir 1950-an.
Sebagian
dari mereka terkesima oleh Castro dan retorika nasionalisnya.
Selain
itu, rakyat Kuba juga muak atas korupsi yang semakin merajalela, keserakahan,
kebrutalan, dan inefisiensi dalam pemerintahan Batista.
Realitas
ini memaksa AS untuk perlahan-lahan menarik dukungannya dari Batista dan
memulai pencarian pemimpin lain selain Batista dan Castro. Namun upaya ini
gagal.
Tahun
Penting 1958
Tahun 1958 dianggap menjadi titik balik bagi perjuangan revolusi di
Kuba.
Serangan
sporadis dan penghancuran properti menjadi hal yang lumrah kala itu dan
mengganggu pereknomian Kuba.
Pabrik
gula dan perkebunan dibakar, pengeboman di Havana menekan perdagangan turis,
dan aktivitas pemberontakan di provinsi Oriente menghambat industri
pertambangan.
Menanggapi
kerusuhan tersebut, AS memberlakukan embargo senjata terhadap Kuba pada
pertengahan Maret 1958 dan menangguhkan pengiriman hampir 2.000 senapan kepada
pemerintah Kuba.
Batista
memanfaatkan kekerasan untuk menyerukan penundaan pemilu yang sedianya
berlangsung pada Juni 1958 mundur menjadi 3 November 1958.
Kelompok-kelompok
komunis yang dipimpin oleh Juan Marinello menanggapi dengan menyerukan
pemogokan umum pada 9 April.
Namun
aksi tersebut gagal terwujud.
Menjelang
tanggal Pemilu yang dijadwalkan ulang, tiga kandidat muncul, yakni
Andres Rivero Aguero, Carlos Márquez Sterling, dan mantan Presiden, Ramon
Grau San Martin.
Aguero
merupakan orang yang didukung Batista, Sterling didukung oleh beberapa kelompok
moderat, sedangkan San Martin adalah calon dari Partai Revolusi Kuba.
Ketika
rakyat Kuba pergi ke tempat pemungutan suara pada 3 November, provinsi Oriente
dan Las Villas yang dikuasai pemberontak melihat banyaknya pemilih yang
diabaikan.
Namun,
ketika hasil Pemilu diumumkan, terjadi kecurangan besar-besaran.
Sterling
menang di empat provinsi, namun justru Aguero dinyatakan sebagai pemenang.
Batista
berdalih, Aguero menang Pemilu karena hasil pemungutan suara dari Oriente dan Las
Villas tidak dihitung, sebagaimana dilansir dari Britannica.
Seandainya
Sterling keluar sebagai pemenang Pemilu, jalan Revolusi Kuba mungkin menjadi.
Sebaliknya,
campur tangan Batista dalam Pemilu mengantarkannya kepada hari-hari terakhir kekuasannya.
Beberapa
pekan setelah Pemilu, dukungan untuk Batista mencair.
Meskipun
sebagian besar tentara tetap setia kepadanya, efektivitas tempurnya sangat
terganggu, karena kekurangan amunisi akibat embargo senjata AS.
Pasukan
Castro, yang selama bertahun-tahun telah melancarkan gerilya, kini dapat
mengimbangi pasukan pemerintah dalam beberapai pertempuran sengit.
Bahkan,
pasukan Batista sering menghadapi mereka dengan peralatan superior yang
diperoleh dari sumber asing.
Pada 27
Desember 1958, pasukan pemberontak yang dipimpin Che Guevara mengalahkan
garnisun di Santa Clara, ibu kota provinsi Las Villas.
Gerilyawan
merebut kereta lapis baja berisi senjata dan amunisi yang sangat dibutuhkan
oleh pasukan pemerintah.
Revolusi
Menang
Batista,
melihat posisinya tidak dapat dipertahankan, melepaskan jabatan kepresidenannya
pada dini hari tanggal 1 Januari 1959.
Batista
dan sejumlah pendukungnya melarikan diri dari Kuba menuju Republik Dominika.
Puluhan
ribu rakyat Kuba dan ribuan orang Amerika-Kuba di AS merayakan berakhirnya
rezim diktator.
Pendukung
Castro bergerak cepat untuk membangun kekuatan mereka. Hakim Manuel Urrutia diangkat
sebagai Presiden sementara.
Castro
dan kelompok gerilyawannya dengan penuh kemenangan memasuki Havana pada 7
Januari.
Sikap
AS terhadap pemerintahan revolusioner Kuba yang baru segera berubah dari curiga
menjadi sangat bermusuhan.
Setelah
menasionalisasi properti milik AS, Castro bersekutu dengan Partai Komunis dan
menjadi lebih bersahabat dengan Uni Soviet, musuh Perang Dingin AS.
Washington
akhirnya memutuskan hubungan diplomatik dan ekonominya dengan Kuba.
AS juga
memberlakukan embargo perdagangan dan perjalanan yang masih berlaku hingga saat
ini, meski beberapa pembatasan dilonggarkan di bawah pemerintahan Barack Obama.
Pada
April 1961, AS melancarkan invasi Teluk Babi. Namun upaya untuk menggulingkan Castro dari kekuasaan
tersebut gagal total.
AS juga
melancarkan operasi rahasia berikutnya untuk menggulingkan Castro namun kembali
menemui kegagalan.
Castro
kemudian menjadi salah satu kepala negara dengan kekuasaan terlama di dunia.
Sementara
Batista meninggal di Spanyol dalam usia 72 pada tanggal 6 Agustus 1973.
Pada
akhir Juli 2006, Fidel Castro yang tidak sehat untuk sementara waktu
menyerahkan kekuasaan kepada adik laki-lakinya, Raul.
Castro
secara resmi mengundurkan diri pada Februari 2008 dan meninggal dunia pada
tanggal 25 November 2016. [dhn]