WahanaNews.co | Wajah Meena Asadi, perempuan Afghanistan, langsung tertunduk lemas ketika bercerita tentang pengalaman pahit yang ia alami soal Taliban.
Nada bicara perempuan 28 tahun itu bergetar saat mengingat kembali bagaimana ia, suami, dan anak perempuannya bisa "terdampar" di Indonesia selama enam tahun terakhir.
Baca Juga:
Sesama Pengungsi, Warga Afghanistan dan Ukraina Saling Gusur di Jerman
Asadi merupakan satu dari sekitar 7.490 pengungsi Afghanistan yang saat ini mengungsi di Indonesia, mencari perlindungan dan berharap mendapatkan suaka di negara ketiga.
Konflik dan ancaman kekerasan dari Taliban, kelompok milisi di Afghanistan, membuat Asadi dan keluarga terpaksa kabur ke luar negeri sejak dirinya berusia 12.
Kebanyakan pengungsi Afghanistan di Indonesia merupakan orang Hazara, begitu pula Asadi dan keluarganya.
Baca Juga:
IRAP Serukan Kesetaraan Perlakuan terhadap Pengungsi Afghanistan dan Ukraina
Hazara merupakan salah satu etnis minoritas di Afghanistan yang kerap menjadi target Taliban hanya karena berbeda aliran mazhab Islam.
Sejak Taliban kembali berkuasa di Afghanistan, Asadi merasa semua masa depan dia dan keluarga, bahkan masyarakat di negaranya berubah gelap dalam semalam.
"Saya merasa sengsara, saya kehilangan harapan, begitu pula orang-orang di negara saya," ucap Asadi kepada wartawan, beberapa waktu lalu.
Sebagai atlet karate, Asadi pun mengaku sedih lantaran kebangkitan Taliban diartikan sebagai akhir dari upaya ia dan perempuan Afghanistan lainnya menggapai cita-cita mereka.
Taliban kerap membatasi bahkan melarang kaum perempuan untuk bekerja, bersekolah, hingga bepergian tanpa wali pria ketika kelompok itu memerintah Afghanistan 25 tahun lalu.
Selama tinggal di Indonesia, Asadi memiliki kesempatan meneruskan passion dengan membuka kursus karate khusus bagi anak-anak pengungsi, yakni Cisarua Refugee Shotokan Karate Club (CRSKC).
Berikut petikan wawancara lengkap wartawan bersama Asadi:
Bagaimana Anda bisa lari ke Indonesia dan tinggal di sini selama beberapa tahun terakhir?
Hidup saya, terutama sebagai perempuan di Afghanistan, saat itu dalam bahaya. Maka dari itu saya meninggalkan negara saya.
Saya orang Hazara, salah satu etnis minoritas di Afghanistan yang kerap menjadi target Taliban.
Sebelum saya menjadi pengungsi di Indonesia, saya pernah lari ke Pakistan dan pada 2010 saya kembali ke Afghanistan.
Mungkin sekitar lima tahun saya berada di Afghanistan sebelum akhirnya lari ke Indonesia.
Hidup saya pernah terancam ketika menjadi target serangan, tetapi saya tidak bisa mengenali apakah itu adalah ulah Taliban atau kelompok ekstremis lainnya yang tidak suka melihat aktivitas saya.
Jadi apakah Anda pernah hidup di bawah rezim Taliban? Bagaimana mereka memperlakukan kaum minoritas di Afghanistan?
Saya bisa bilang mereka itu kelompok teroris, mereka membunuh orang-orang yang tidak bersalah dengan serangan bom atau serangan bom bunuh diri.
Adik perempuan saya tewas dibunuh oleh serangan bom Taliban.
Saat itu dia berusia 19.
Adik saya tewas dalam serangan bom di Provinsi Zabul ketika dia dalam perjalanan hendak mengikuti ujian masuk perguruan tinggi.
Kejadian itu terjadi pada 15 Oktober 2010 akibat bom yang dipasang Taliban di jalanan dan meledak ketika kendaraan yang ditumpangi adik saya lewat dan akhirnya meledak.
Ratusan warga sipil, seperti adik perempuan saya, telah dibunuh Taliban.
Mereka teroris, tidak ada kata-kata lain yang pantas menggambarkan mereka.
Bagaimana pandangan Anda terkait Taliban yang saat ini kembali berkuasa di Afghanistan?
Seperti yang telah saya bilang, mereka adalah kelompok teroris.
Saya pikir mereka telah menghancurkan nilai dan mimpi warga Afghanistan.
Kami sudah merasakan hidup dalam ketakutan akan mereka selama 20 tahun terakhir.
Apakah Anda melihat harapan bahwa Taliban akan berubah dan menepati janji mereka yang ingin membentuk pemerintahan inklusif dan berpihak pada hak perempuan?
Masyarakat Afghanistan telah merasakan hidup di bawah rezim mereka.
Taliban tidak akan berubah.
Bagaimana kita mengharapkan sebuah kelompok teroris untuk berubah?
Mereka menegaskan akan melindungi hak perempuan.
Itu hanya sebatas janji manis belaka agar rezim mereka diakui oleh komunitas internasional.
Sebatas itu saja.
Tetapi, bagi warga Afghanistan hidup kami baru saja terjerumus lagi ke dalam kegelapan.
Tidak ada masa depan yang cemerlang bagi kaum perempuan Afghanistan, semua hal, mimpi, hilang begitu saja bagi perempuan Afghanistan.
Setelah Taliban berkuasa, mereka (perempuan) tidak bisa meniti karir, melakukan olahraga, bahkan bekerja di kantor pemerintahan. Kaum perempuan wajib diam di rumah.
Apakah Anda masih memiliki kerabat dan keluarga yang saat ini masih di Afghanistan?
Ya, tentunya banyak keluarga dan teman-teman saya di Afghanistan.
Mereka sangat lelah dengan situasi saat ini.
Beberapa dari mereka masih di Afghanistan, beberapa lainnya telah meninggalkan negara itu dan saya tidak tahu kemana mereka pergi.
Terkadang saya bisa menghubungi mereka.
Terkadang mereka tidak memiliki sinyal dan koneksi internet agar saya bisa menanyakan situasi mereka di Afghanistan.
Ini sangat sulit bagi saya.
Anda telah mengungsi di Indonesia selama hampir enam tahun, lantas masa depan status pengungsi Anda sejauh ini seperti apa?
Kami di sini hanya sebagai pengungsi, kami menunggu UNHCR untuk menempatkan kami lagi di negara ketiga.
Kami hanya bisa menunggu.
Jika ada pilihan, apakah Anda ingin kembali ke Afghanistan?
Tentunya, saya berharap bisa kembali ke Afghanistan.
Tetapi Anda tahu sendiri bagaimana situasi saat ini di sana.
Saya harap suatu saat kegelapan ini akan berakhir dan saya tidak perlu merasakan rezim Taliban lagi dan semuanya menjadi lebih baik lagi.
Saya ingin sekali kembali ke negara asal saya.
Jika Anda diberikan kesempatan untuk menjadi warga Indonesia, apakah Anda dan keluarga ingin tinggal di sini?
Jika pemerintah Indonesia mau menerima kami, kenapa tidak?
Ini adalah negara terbaik, saya cinta warga Indonesia yang selama ini telah baik menampung kami semua pengungsi.
Sebagai pengungsi yang tidak memiliki tempat untuk bisa dianggap sebagai rumah, sebenarnya kami sangat berterima kasih kepada warga Indonesia karena mau menampung kami.
Saya bisa berbicara sedikit Bahasa Indonesia, saya masih berusaha belajar.
Adakah pesan dan harapan yang ingin disampaikan kepada pemerintah Indonesia?
Jika boleh meminta, kami ingin pemerintah Indonesia bisa memberikan para pengungsi di sini kesempatan untuk belajar, bekerja, dan menolong mereka lebih banyak lagi.
Banyak pengungsi di Indonesia, terutama warga Afghanistan, yang memiliki banyak keahlian yang beragam mulai dari dokter, insinyur, dan lainnya.
Kami hanya butuh kesempatan untuk membuktikannya.
Salah satu tantangan utama yang dihadapi pengungsi di Indonesia saat ini adalah kami tidak memiliki hak untuk bekerja dan sekolah.
Meski begitu, kami tetap berjuang bagaimana untuk hidup.[qnt]