WahanaNews.co
| Depok,
sebuah dusun kecil dan terpencil, kini telah menjelma menjadi sebuah kota.
Hutan belantara dan semak belukar berganti
menjadi bangunan tinggi dan perumahan. Jalan Raya Margonda riuh ramai dengan
kendaraan.
Baca Juga:
Cawal Supian Suri Tahu Mengapa Kota Depok Kurang Maju Dibandingkan Daerah Sekitar
Depok menjadi rumah bagi sebagian besar pelaju
yang bekerja di Jakarta.
Depok, bagaimana asal mula namanya hingga kini
santer dikenal sebagai kota penyangga di Jakarta?
Ada sejumlah versi terkait asal mula nama
Depok.
Baca Juga:
Prestasi Atlet Kota Depok di PON 2024 Aceh-Sumut: Sumbang Medali Lengkapi Jawa Barat Raih Juara Umum
Yano Jonathans, dalam buku Depok Tempoe
Doeloe: Potret Kehidupan Sosial & Budaya Masyarakat, menuliskan dua
versi asal mula Depok.
Versi pertama berkaitan dengan kegiatan
pertapaan.
Yano menyebutkan, tanah yang dibeli oleh
Cornelis Chastelein itu memang telah bernama Depok.
Pada 18 Mei 1696, tanah dusun terpencil dengan
hutan dan semak belukar dibeli oleh Cornelis Chastelein.
Cornelis merupakan seorang petinggi Verenigde
Oost Indische Compagnie (VOC).
Berdasarkan catatan yang ada, wilayah Depok
banyak digunakan sebagai tempat pertapaan pada masa itu karena ketenangannya.
Tempat favorit pertapaan itu diperkirakan
berada di sekitar hutan Depok, Situ Pancoran Mas, dan tepian Kali Ciliwung.
"Mereka membuat padepokan (dangau)
sederhana dari bahan bambu untuk bersemedi," tulis Yano.
Saat berusia anak-anak pada tahun 1959, Yano
sempat menemukan padepokan yang dibangun di tepi Sungai Ciliwung dekat Kedung
Eretan untuk keperluan bersemedi orang tertentu.
"Nah, menurut versi ini, nama Depok itu
berasal dari kata padepokan," tambah Yano.
Depok dari Akronim
Versi lainnya tentang awal mula nama Depok juga
dikenal dari bentuk akronim.
Yano menuliskan, Depok merupakan singkatan dari
De Eereste Protestantse Organisatie van Kristenen.
Dalam terjemahannya, singkatan itu berarti
Jemaat Kristen yang Pertama.
Menurut Yano, akronim tersebut muncul pada
tahun 1950-an di kalangan masyarakat Depok yang tinggal di Belanda.
"Mereka ini merupakan orang-orang yang
memilih kewarganegaraan Belanda setelah peristiwa Pengakuan Kedaulatan dan
telah menyamakan diri sebagai warga Eropa, yang dikenal sebutan gelijkgestelden,"
ujar Yano, dalam bukunya.
Gelijkgestelden merupakan orang-orang yang statusnya disamakan
dengan warga negara Eropa.
Oleh karena itu, mereka sepenuhnya berstatus di
bawah hukum Eropa yang berlaku.
Mereka, disebut Yano, banyak yang mengaku
sebagai orang-orang turunan Indo walaupun tak semua dari mereka berasal dari
hasil kawin campur dengan orang Belanda.
Meski mereka sudah memilih kewarganegaraan
Belanda, ikatan batin dengan Depok masih kuat melekat.
Untuk mengenang dengan Depok, orang-orang
Belanda Depok mendirikan paguyuban bernama De Dodol (Depok Ondervindt
Doorlopend Onze Liefde).
Kalimat tersebut berarti Depok membuat cinta
kami tetap.
Kemudian paguyuban tersebut diubah menjadi Stidas,
lalu BODAS (Bond van Depokkers, Aanverwanten en Sympathiserenden).
BODAS berarti Perkumpulan orang Depok, Suami
atau Istri yang Menikah dengan Orang Depok dan Para Simpatisan.
"Di saat itulah lahir singkatan dari kata
Depok di antara mereka, yang tidak lain adalah versi orang-orang Depok di
Belanda yang rindu pada desanya. Mereka pun mengartikan Depok seperti versi
kedua dan mereka secara rutin berkumpul pada waktu-waktu tertentu untuk
sama-sama bernostalgia mengenang desa mereka sambil mengadakan kegiatan
amal," tambah Yano.
Versi lain akronim tentang Depok yaitu Deze
Einheid Predikt Ons Kristus.
Ungkapan itu, menurut Yano, merupakan produk
dan ungkapan kerinduan komunitas orang Depok di Belanda terhadap negeri
kelahirannya dan sanak keluarganya. [dhn]