WahanaNews.co | Ngatimin,
sang pejuang asal Karanganyar, Jawa Tengah, saat ini memasuki usia senja. Lahir
di Paulan Timur, Desa Paulan RT 01 RW 04, Kecamatan Colomadu, Kabupaten
Karanganyar, 5 Juli 1933, kini Ngatimin berusia 88 tahun.
Baca Juga:
2 Personel Polres Merangin Curahkan Prestasi Pada Kejuaraan Dandim Cup 0416 Bute Shokaido Open - Festival Sesumatra 2024
Meski telah senja, semangat perjuangan pria bertubuh kurus
dan rambut putih ini tidak pernah padam. Apalagi ketika hari-hari mendekati
tanggal 17 Agustus, yang merupakan peringatan ulang tahun Kemerdekaan
Indonesia. Semangat menggelora muncul seperti tatkala remaja. Saat ikut
berjuang mengusir penjajah Belanda dari bumi Nusantara.
Ditemui belum lama ini, Mbah Min, sapaan akrabnya, sedang
menjajakan mainan anak-anak di sekitar gapura Taman Satwa Taru Jurug
(TSTJ/Kebun Binatang Solo). Meski tubuhnya renta, Mbah Min tetap terus
berkarya, membuat mainan anak-anak sebisanya.
Banyak jenis mainan hasil karya pria yang kini tinggal di
Kaplingan Jebres itu. Di antaranya, mainan senapan, topi dan lainnya.
Baca Juga:
Residivis Curanmor Berhasil Diringkus Tim Elang Sat Reskrim Polres Merangin, 3 Unit R2 Turut Disita
"Ini sebagian saya buat sendiri. Hasilnya tidak seberapa.
Kadang dapat uang, kadang seminggu cuma Rp5.000. Enggak bisa untuk makan
mas," ujar Ngatimin mengawali perbincangan.
Kendati dagangannya kurang diminati pembeli, tidak membuat
semangat Mbah Min surut. Dia pun mencari tempat lain untuk berjualan demi
bertahan hidup.
"Kalau di sini enggak laku, saya pindah ke tempat lain
mas. Kalau pagi di dekat UNS (Universitas Negeri Sebelas Maret), siang di Jurug
dan malam di Panggung," katanya.
Mbah Min mengaku memiliki lima anak yang kini sudah
berkeluarga semua. Namun sebagian di antaranya terkena imbas pandemi dan
Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), sehingga harus kehilangan
pekerjaan. Sedangkan istrinya sudah mendahuluinya menghadap Sang Ilahi beberapa
tahun lalu.
"Ada anak saya yang kerja di pabrik, tapi sekarang
libur karena tutup. Jadi saya harus bantu kerja," terang Mbah Min.
Berjualan mainan anak-anak sudah digeluti Mbah Min sejak
empat tahun terakhir. Sebelumnya, dia mengaku pernah bekerja sebagai pengayuh
becak di sekitar Kota Solo. Selama menjalani hidup, Mbah Min yang tinggal di
kaplingan belakang UNS, pernah digusur ke lokasi lain.
"Itu kan dulu kuburan, saya sering tidur di sana.
Setelah itu digusur untuk bikin kampus," katanya.
Kisah Perjuangan
Ngatimin
Semangat patriotisme Mbah Ngatimin bukan muncul begitu saja.
Saat masih remaja usia 15 tahun, ia menyaksikan ayahnya ditembak mati tentara
Belanda. Bahkan saat tertembak, ayahnya sedang menggandeng dirinya dan sang
adik. Peristiwa pilu itu masih terekam jelas dalam ingatannya.
"Kita itu mau cari tempat persembunyian. Tapi ayah saya
malah ditembak mati tentara Belanda," kisahnya.
Tempat tinggal Ngatimin dan keluarga memang tidak jauh dari
hiruk pikuk tentara Belanda. Yakni di sekitar lapangan udara Panasan atau
sekarang menjadi Bandara Adi Soemarmo. Saat itu tentara Belanda memang sedang
melancarkan Agresi Militer II tahun 1948.
Ayah Ngatimin memang menjadi target Belanda karena dinilai
sering membantu tentara Indonesia membangun parit jebakan tank di jalan-jalan
kampung.
"Bapak saya ditembak. Kita sedang lari mau bersembunyi
setelah tentara Belanda datang. Warga memang sedang gotong royong bikin parit
untuk jebakan tank di jalan kampung," terangnya.
Ngatimin memgaku ada beberapa warga pribumi yang menjadi
mata-mata Belanda. Mereka menyamar dan ikut berbaur saat warga bergotong-royong
membuat jebakan tank, dan mendata para pejuang untuk dilaporkan ke Belanda.
"Banyak yang ikut ditembak. Ada sepuluh lebih. Saya
marah dan bertekad untuk ikut berjuang, meskipun saya masih anak-anak,"
katanya lagi.
Sejak peristiwa itu, ia pun mulai mengikuti gerak-gerik
tentara Indonesia khususnya Angkatan Darat. Dia bahkan sudah terbiasa melihat
dentuman senjata, bom yang dilancarkan penjajah Belanda.
"Saya juga ikut tentara Indonesia menyerbu gudang
senjata di Panasan. Saya melihat dari jauh tentara-tentara Indonesia meletakkan
senjata di sebuah kebun," lanjut Mbah Min.
Ngatimin menceritakan, dalam penyerbuan itu tentara
Indonesia hanya mengandalkan senjata pisau. Saat tengah hari sekitar pukul
11.30 WIB, mereka menyerbu wilayah yang diduduki tentara Belanda.
"Tentara kita itu menyerbunya siang. Karena tentara
Belanda itu silau sama sinar matahari. Hanya 1 jam tentara kita menyerbu gudang
untuk mengamankan persediaan," tuturnya.
Pada saat tentara Indonesia menyerbu ke gudang, Ngatimin pun
berinisiatif mengamankan senjata yang ditinggalkan di kebun agar tidak ketahuan
musuh. Ia pun menutup senjata-senjata itu dengan dedaunan.
Atas aksinya itu Ngatimin kemudian diberikan tugas pimpinan
tentara Indonesia untuk memata-matai pergerakan tentara Belanda. Umur Ngatimin
yang masih remaja relatif aman dari ancaman musuh.
"Saya diberi tugas menjadi mata-mata. Saya melihat
musuh dari jauh dan melaporkan ke komandan. Usia saya masih di bawah umur, jadi
tidak dicurigai musuh dan antek Belanda," kenangnya.
Tugas mulia itu dilakukannya dengan ikhlas dan penuh semangat.
Bahkan beberapa kali ia harus berpura-pura menjadi anak tidak normal saat
ketemu dengan tentara Belanda agar tak dicurigai.
"Saya kalau ada tentara Belanda lewat pura-pura jadi
anak tidak normal. Mereka tidak curiga. Dan saya bisa melaporkan kegiatan dan
keberadaan mereka ke tentara kita," jelasnya.
Selain menjadi mata-mata, Ngatimin juga mendapatkan tugas
baru. Yakni memastikan senjata-senjata tentara Indonesia aman disembunyikan di
wilayah musuh. Salah satunya yang disembunyikan di timur lapangan udara
Panasan.
"Saya harus berusaha agar tidak tertangkap tentara
Belanda. Bisa mati kalau ketahuan," katanya lagi.
Dalam perjalanan tugasnya, Ngatimin mengaku dikejar-kejar
tentara Belanda. Bahkan ia harus bertahan hidup dengan makan seadanya atau
bahkan tanpa makan apapun selama 20 hari persembunyian.
"Makan daun atau tak makan sudah biasa," tuturnya.
Ngatimin muda mengemukakan rasa bangganya bisa berjuang
untuk membantu tentara Indonesia terbebas dari Belanda. Setelah tahun 1951 ia
memutuskan untuk masuk sekolah rakyat yang ada di daerah Kecamatan Colomadu.
"Sampai sekarang saya tidak mendapat kabar apapun dari
komandan saya. Bahkan saya tidak tahu namanya karena tidak pernah tanya, dan
tidak bisa membaca," katanya.
Di usia senja yang semestinya dipakai untuk beristirahat,
Ngatimin tetap bekerja untuk membantu keluarga menyambung hidup dengan
berjualan mainan. Pada momen peringatan HUT RI ke-76, ia bersama memperingati
dengan upacara sederhana bersama keluarga di rumah.
"Saya tidak pernah lewat. Pasti ada upacara dan hormat
bendera. Tahun kemarin di dekat UNS, besok rencananya di rumah sama
anak-anak," ucapnya bangga.
Keinginan Jadi
Anggota Veteran
Sebagai seorang yang ikut berjuang saat penjajah kembali
merongrong kemerdekaan Indonesia, keinginan Ngatimin adalah menjadi anggota
Veteran Indonesia. Namun hingga kini keinginan itu hanya sebatas cita-cita.
Anak-anak Ngatimin yang sudah berusaha mengajukannya, masih terhalang sejumlah
persyaratan.
"Saya pingin jadi anggota veteran, tapi belum
dikabulkan. Syaratnya masih ada yang kurang. Kemarin sudah dibantu Mas Danar
(pegiat sosial) ketemu Pak Ganjar (Gubernur Jateng Ganjar Pranowo). Moga-moga
bisa dikabulkan," harapnya.
Pegiat sosial Agus "Danar" Widanarko mengaku mengenal Mbah
Min dalam beberapa tahun terakhir. Terutama setelah kisahnya perjuangannya
viral di jagad maya. Menurutnya, Mbah Min adalah mantan pejuang kemerdekaan
Indonesia perlu dicontoh.
Danar mengaku sudah mempertemukan Mbah Min dengan Ganjar,
untuk mewujudkan mimpinya menjadi anggota Veteran. Ia pun menceritakan
perjalanan Mbah Min sampai mendapatkan apresiasi gubernur hingga diundang ke
Semarang.
"Awalnya saya lihat berita tentang Pak Min, penjual
mainan yang mantan pejuang 45 di berita sosmed 2020 lalu. Saya trenyuh, karena
saya dan istri pendongeng dan pecinta anak-anak maka kita mencoba menggalang
dana untuk memborong semua mainan Pak Min di pas tanggal 17 Agustus 2020,"
ujarnya.
Pembelian seluruh dagangan itu dimaksudkan agar mbah Min
bisa menikmati kemerdekaan. Tidak berjualan mainan saat peringatan HUT RI.
"Dan Alhamdulillah tembus sekitar Rp7-8 juta melalui
alumni UNS FE angkatan 99 dan dari masyarakat dalam dua hari penggalangan dana.
Kita serahkan pas tanggal 17 Agustus pagi sambil upacara bendera kecil kecilan
saat itu di depan gapura UNS pas beliau jualan mainan," katanya.
Karena di saat itu banyak pedagang lainya dan anak-anak, ia
pun membuatkan acara upacara bendera dengan inspektur upacara Mbah Min.
"Beliau bangga banget. Terus setelah itu saya kepikiran
coba hubungi Pak Ganjar melalui Istagram beliau. Harapannya beliau bisa dapat
apresiasi dan bisa ketemu," katanya.
Keinginan tersebut akhirnya terkabul. Menjelang Hari
Pahlawan, ia mengantarkan mbah Min bertemu gubernur. Rasa senang, bahagia dan
bangga terpancar dari wajah Mbah Min. Karena kisah perjuangannya mendapatkan
apresiasi gubernur.
"Bahkan Pak Ganjar juga memborong mainan yang dibawa.
Berupa pistol-pistolan mainan dari limbah kaleng dan lainnya," terangnya.
Danar menyampaikan, gubernur juga berjanji menghubungkan
Mbah Min dengan Kepala Dinas Sosial Jateng dan Kesbangpol. Usai pertemuan
tersebut Mbah Min pulang bersama rombongan ke Solo.
"Beliau senang sekali saat-saat bisa ketemu Pak Ganjar.
Selain diberi bantuan, Pak Min senang akan dibantu masuk Veteran," pungkas
Danar. [qnt]