WahanaNews.co | Saat ini, sebagian besar wilayah di Indonesia
memasuki musim hujan. Repotnya, musim hujan saat ini jadi siklus kelahiran
bayi-bayi ular. Berdasarkan siklus alami biologi alami hewan ini, bulan
November hingga Desember merupakan bulan menetasnya telur ular."
Ketua Yayasan Sioux Ular Indonesia Aji Rachmat
mengkhawatirkan akan banyak bayi-bayi kobra yang lahir di tengah permukiman
warga, seperti yang terjadi di tahun kemarin.
Baca Juga:
Tragis! Lansia di Sulsel Hilang di Kebun, Ditemukan dalam Perut Piton Raksasa
Menurut Aji, hal itu terjadi karena induk kobra menaruh
telur di sekitar hunian manusia sekitar Agustus hingga September setelah musim
kawin.
"Ular adalah satwa liar yang habitatnya dekat dengan
manusia. Mereka mendapatkan makanan di sekitar tinggal kita. Induk ular secara
insting akan menaruh telurnya di lokasi yang banyak makanan ular untuk
mencukupi kebutuhan anak anaknya nanti," kata Aji dikutip dari media
sosial Sioux Indonesia, Kamis (12/11).
Aji menuturkan ular adalah satwa yang mampu beradaptasi cepat
dengan lingkungan baru termasuk pembangunan kawasan yang awalnya adalah habitat
mereka. Meskipun tergusur, ular dapat bertahan hidup di sela sela pondasi dan
rumah warga.
Baca Juga:
Rumah Warga di Madiun Jadi Sarang Kobra, 25 Ekor Ular Bersarang di Dalam Tanah
Sifat ular yang soliter alias hidup sendiri, bukan
berkelompok sehingga sulit mengetahui keberadaan saat yang satu ini. Namun
demikian, kata dia, jika ada temuan satu ekor ular, tidak berarti ada
kawanannya di sekitar mereka. Ular sangat pintar bersembunyi.
"Ular juga tidak membuat sarang. Sarang adalah tempat
tinggal satwa, jika keluar cari makan dia akan balik lagi ke tempat yang
sama," tutur Aji.
Ular juga bersifat nomaden atau berpindah pindah. Jikalau
ditemukan lubang tetasan telur ular, itu adalah tempat induk ular menaruh
telurnya dan ditinggal. Induk ular tidak mengerami telur ular.
Adapun makanan ular yang menjadi mangsa mereka banyak
ditemukan di sekitar hunian. Mulai dari cacing, jangkrik, kadal, kodok, tikus
hingga burung merupakan makanan alami ular yang mudah ditemukan.
"Mangsa-mangsa ini akan mengundang ular hadir di
sekitar tempat tinggal warga dan jika ada area yang nyaman, ular akan
berkembang biak," jelas Aji.
Aji menyatakan bahwa predator alami ular semakin menipis
jumlahnya sehingga tidak ada kontrol populasi ular secara alami di alam.
Sehingga, warga perlu menjaga keberadaan musang, garangan
dan biawak yang menjadi satwa pemangsa telur serta bayi ular. Begitu pula
burung karnivora yang merupakan pemangsa ular yang efektif di alam.
"Ular juga tidak membuat sarang. Sarang adalah tempat
tinggal satwa, jika keluar cari makan dia akan balik lagi ke tempat yang
sama," tutur Aji.
Ular juga bersifat nomaden atau berpindah pindah. Jikalau
ditemukan lubang tetasan telur ular, itu adalah tempat induk ular menaruh
telurnya dan ditinggal. Induk ular tidak mengerami telur ular.
Adapun makanan ular yang menjadi mangsa mereka banyak
ditemukan di sekitar hunian. Mulai dari cacing, jangkrik, kadal, kodok, tikus
hingga burung merupakan makanan alami ular yang mudah ditemukan.
"Mangsa-mangsa ini akan mengundang ular hadir di
sekitar tempat tinggal warga dan jika ada area yang nyaman, ular akan
berkembang biak," jelas Aji.
Aji menyatakan bahwa predator alami ular semakin menipis
jumlahnya sehingga tidak ada kontrol populasi ular secara alami di alam.
Sehingga, warga perlu menjaga keberadaan musang, garangan
dan biawak yang menjadi satwa pemangsa telur serta bayi ular. Begitu pula
burung karnivora yang merupakan pemangsa ular yang efektif di alam. [dhn]