WahanaNews.co | Berbalut jaket dengan penutup kepala, tubuh MF, balita berusia 10 bulan, dibaringkan di pangkuan perempuan dewasa. Tubuh mungilnya belum kuat menopang bobot badannya sendiri.
Sekujur tubuh MFA dilumuri cat berwarna silver. Bahkan, wajah mungilnya tak luput dari baluran cat. Di usia yang belum menginjak satu tahun, MFA dibawa berkeliling menyusuri panasnya jalanan Pamulang, Tangerang Selatan. Jika si pembawa lelah, ia lantas mangkal di SPBU Parakan, Pamulang tentu tetap mengharap belas kasih warga yang melintas.
Baca Juga:
Kasus Kerangkeng Manusia, MA Batalkan Vonis Bebas Eks Bupati Langkat
Kisah pilu MFA viral di media sosial. Usut punya usut, ia dititipkan Nisa (21) ibu kandungnya kepada E dan B yang merupakan tetangganya. Lantas, ia dijadikan manusia silver oleh E dan B yang juga sehari-hari menjalani profesi tersebut.
Sadar wilayahnya tengah jadi perbincangan, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Tangerang Selatan lantas mendatangi rumah yang dihuni MFA. Diketahui, ia bersama ibu kandungnya tinggal di sebuah kontrakan Jalan Salak, Pamulang, Tangerang Selatan.
Saat ke sana, Satpol PP juga tidak menemukan pengemis pasangan suami istri berinisial E dan B. Keduanya merupakan pihak yang membawa MFA mengemis.
Baca Juga:
Temuan Kerangka Manusia di Bangunan Kosong, Gegerkan Warga Rawamangun Jaktim
"Keduanya, E dan B tidak ada di rumah kontrakan saat kami bawa N dan bayinya ke kantor," kata Kasie penyelidikan dan penyidikan PPNS Satpol PP Tangsel, Muksin Al Fachri saat dikonfirmasi, Selasa (28/9).
Akhirnya, Satpol PP meminta keterangan Nisa, ibu bayi malang tersebut. Kepada petugas, Nisa berdalih tidak mengetahui anaknya diajak ‘menyilver’ oleh si tetangga. Padahal, petugas melihat bekas cat silver di tubuh MFA.
Untuk memastikan kondisi bayi dan ibunya aman, keduanya diajak petugas ke Panti Rehabilitasi Sosial Melati Kementerian Sosial di Jakarta Timur.
Fakta Mengejutkan Terkuak
Di panti rehabilitasi sejumlah fakta mengejutkan terkuak saat tim dari 3 balai yakni, Balai Melati Jakarta, Balai Handayani Jakarta dan Balai Mulyajaya Jakarta melakukan evaluasi terhadap Nisa, ibu bayi.
Nisa mengaku sudah 2 bulan terakhir menjadi manusia silver. Ia tinggal bersama rekan-rekannya sesama manusia silver di sebuah kontrakan dengan biaya Rp 400.000 tiap bulan.
"Saya dari Brebes, Pak. Dulu saya tinggal di Tanah Abang dengan tante saya, tapi diusir karena saya hamil (diluar nikah). Terus saya tinggal di tempat laki saya sampai melahirkan," tutur CK, Selasa (28/9).⠀
CK belum menikah secara resmi. Hubungannya dengan HS berjalan begitu saja hingga MFA lahir. Saat proses kelahiran, ibu tiri HS dan pemilik kontrakan tempat HS tinggal membantu proses persalinan CK di kamar mandi.
Tragisnya, pemilik kontrakan justru meminta uang sebesar Rp1,3 juta untuk pengurusan akta kelahiran MFA. Namun, hingga saat ini akte kelahiran MFA tak kunjung ada. ⠀
"Saya enggak tahu Pak kalau anak saya dicat silver. Memang sering saya titip anak saya ke E dan B kalau saya lagi cari uang. Saya tahu salah. Tapi, enggak ada orang yang mau bantu saya Pak," ujar CK membela diri.⠀
Nisa mengaku saat menitipkan anaknya kepada E dan B ia juga memberikan Rp20.000 untuk kebutuhan susu dan popok MFA.
Dokter Spesialis Kulit Eva Lubis mengecam keras tindak pelumuran cat di tubuh bayi MFA. Sejumlah risiko jangka panjang bisa terjadi. Mulai alergi, toksisitas hingga saluran pernapasan tergganggu.
"Proses pengolesan cat akan menimbulkan risiko masuknya bahan kimia berbahaya melalui saluran pernapasan," ungkapnya.
Pensiunan Polisi jadi Manusia Silver
Bertolak ke Jawa Tengah. Didapati seorang purnawirawan Kepolisian menjadi manusia silver untuk menyambung hidup. Adalah Agus Dartono, pria 67 tahun yang terjaring razia Satpol PP di jalanan Kota Semarang, Jawa Tengah.
Video saat Agus terjaring Satpol PP viral. Kepada petugas, Agus mengaku terpaksa menjadi manusia silver karena uang pensiunan yang ia terima tidak mencukupi kebutuhan.
Uang pensiunan sejumlah Rp3 juta hanya diterima Rp800.000 oleh Agus tiap bulannya. Sisanya, untuk membayar utang yang pernah ia pinjam.
Pun, Agus juga merasa malu hati jika meminta bantuan kerabat atau rekan sesama polisi. Menurut pengakuannya, Agus terkahir kali berdinas di Poslantas Tembalang dengan pangkat Aipda.
"Akpol 99 siap (terima kasih) mau dicarikan kerja. Siap aman ndan, (khilaf) karena enggak punya uang ndan enggak punya kerjaan tapi malu ngomongnya sama pak Waka," kata Agus.
Fenomena Manusia Silver
Dihubungi terpisah, Kriminolog Universitas Budi Luhur Chazizah Gusnita mengatakan, penggunaan anak di jalanan untuk mengemis dinilai efektif.
"Karena dengan menggunakan anak, orang-orang ada rasa iba, ada rasa kasihan," katanya.
Kemudian sekarang, katanya, ada cara yang menarik. "Ooh manusia silver menarik tuh. Akhirnya yang awalnya untuk donasi sekarang berubah jadi untuk meminta-minta."
Pun Chazizah mengamini penggunaan anak dalam kasus manusia silver termasuk eksploitasi. Lantaran, dalam Undang-Undang diatur pemenuhan hak anak. "Dalam UU kita harus memberikan hak anak hingga usia 18 tahun, intinya tidak bekerja, mencari nafkah."
200 Keluarga Silver Melibatkan Anak
Sementara itu, Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait menuturkan 200 keluarga manusia silver melibatkan balita dan bayi.
"Bermunculannya manusia silver disebabkan merebaknya Pandemi Covid-19," tuturnya.
Dimana awalnya mereka berprofesi sebagai pemulung, sopir angkot dan pedagang kaki lima terpaksa berpindah profesi sebagai keluarga Manusia Silver.
Masalah sosial Kesejahteraan baru ini harus dicari solusi melalui pendekatan kemanusiaan dan akar masalah yang menjadi penyebabnya.
Kemudian dengan maraknya masalah kesejahteraan sosial barubdan demi kepentingan terbaik anak ini, Pemerintah wajib mengalokasikan dan diakonia sosial (pelayanan sosial kemanusiaan) yang cukup memadai.
"Kemudian dengan munculnya fenomena ini pemerintah wajib mengalokasikan dan diakonia sosial (pelayanan sosial kemanusiaan ) yang cukup memadai."
Pengakuan Manusia Silver
Arist sempat mewawancarai salah satu warga yang menjadi manusia silver. Adalah Amir Hamzah, pria asal Medan. Kepada Arist, ia mengaku menghabiskan Rp1 juta membeli serbuk Silver termasuk minyak goreng dan lotion badan sebagai campurannya untuk dioleskan dalam seluruh tubuh.
"Saya, dan kedua anak dan istri saya setelah melumuri silver, saya mewajibkan setiap wajah keluarga termasuk anak dan istri saya diberi tanda garis merah di wajah agar masyarakat mengetahui dan mengenalinya bahwa manusia Silver bergaris merah atau Keluarga Manusia Silver adalah masyarakat pencari nafkah bukan pelaku kriminal seperti yang dikenal masyarakat selama ini," katanya kepada Arist. [rin]