WahanaNews.co | Peneliti Jepang di Universitas Kyoto bereksperimen mengolah teh jenis baru yang dinamakan Chu-hi-cha. Varian minuman teh ini merupakan kotoran ulat yang memakan dedaunan berbagai tanaman.
Peneliti bernama Tsuyoshi Maruoka itu, mendapat ide teh ulat selama studi pascasarjana di Fakultas Pertanian Universitas Kyoto seraya meneliti hubungan misterius antara serangga dan tumbuhan.
Baca Juga:
Fajar/Rian Juara Kumamoto Masters 2024
Suatu hari seorang senior membawa 50 larva ngengat gipsi ke lab dan memberitahu Maruoka bahwa itu adalah souvenir.
Melansir celebrities.id, Maruoka tidak tahu apa yang harus dilakukan dengan larva tersebut pada awalnya, tapi akhirnya dia memutuskan setidaknya menjaga mereka tetap hidup, sampai dia bisa memutuskan.
Kemudian, Maruoka memetik beberapa daun dari pohon ceri terdekat dan memberikannya kepada ulat.
Baca Juga:
Takumi Minamino Senang Namanya Sejajar dengan Legenda Jepang Shunsuke Nakamura
Ketika membersihkan kotoran yang ditinggalkan oleh makhluk tersebut, dia memperhatikan bahwa kotoran itu memiliki bau harum yang menyenangkan. Dari situlah Maruoka terinspirasi untuk menyeduhnya menjadi teh.
"Ini akan Berhasil," ujar Maruoka yang berkata pada dirinya sendiri, dan dia benar.
Pada percobaanya itu, tidak hanya warna gelap dari kotoran yang memberikan warna pada teh, tapi minumannya pun berbau seperti bunga sakura, dan memiliki rasa yang sangat enak.
Eksperimen itu pun sukses mengilhami peneliti untuk mengeksplorasi jenis teh tersebut lebih jauh. Namun, proyek Teh Chu-hi-cha tidak terbatas pada kotoran ulat ngengat gipsi yang berpesta daun pohon ceri, meski awalnya demikian.
Tsuyoshi Maruoka sudah bereksperimen dengan sekitar 40 jenis tanaman serta 20 serangga dan larva.
Hasilnya pun sangat menggembirakan. Namun, dengan ratusan ribu tumbuhan dan serangga di seluruh dunia, kombinasinya hampir tidak ada habisnya.
Sementara itu, Maruoka mengklaim, bahwa aroma dan rasa Chu-hi-cha berubah secara dramatis, tergantung jenis tanaman dan serangga yang disilangkan.
Untuk tumbuhan mentah memiliki rasa sepat dan pahit, yang dirancang untuk mencegah hewan mengkonsumsinya.
Tapi, sejumlah serangga sudah berevolusi untuk menetralkan rasa tersebut, dengan bantuan enzim dan sistem pencernaan mereka.
Kemudian dalam bentuk kotoran, tanaman yang diproses tak lagi sepat atau pahit, melainkan menjadi sangat harum. Dari mulai eksperimen, kini Tsuyoshi Maruoka memutuskan untuk membuat versi komersial.
Studi modern telah menunjukkan, bahwa minuman tersebut merupakan sumber flavonoid bioaktif yang bagus. Chu-hi-cha sendiri merupakan jenis teh komersial pertama yang terbuat dari kotoran ulat.
Bila mendengar namanya, menyeduh teh dari kotoran ulat bulu terdengar sangat menjijikan. Tapi, sebelumnya juga ada beberapa jenis kopi termahal di dunia yang diseduh dari kotoran burung dan kotoran gajah. [eta]