WahanaNews.co, Jakarta - Para penghuni apartemen Teluk Intan di Penjaringan, Jakarta Utara, merasa bingung dan sulit memahami tindakan orang tua yang memutuskan untuk bunuh diri bersama anak-anaknya.
Keputusan tersebut, yang melibatkan ayah dan ibu yang membawa dua anaknya melompat dari apartemen, sulit untuk dijelaskan secara rasional.
Baca Juga:
Arief Wismansyah Ikuti Penjaringan Bakal Calon Gubernur Banten di PKB 2024
Menurut psikolog Arnold Lukito, ada banyak faktor yang dapat mendorong seseorang untuk memutuskan mengakhiri hidup atau melakukan bunuh diri.
Ketika individu tersebut kemudian memilih untuk membawa keluarganya dalam tindakan tersebut, biasanya hal itu disebabkan oleh keinginan untuk mencegah keluarganya menghadapi beban hidup yang lebih berat.
“Kalau fenomena yang biasanya kemudian dia akhirnya juga mengakhiri keluarga dia itu karena mungkin merasa daripada ketika dia mengakhiri hidup keluarga itu jadi mempunyai beban lain, lebih baik ikut saja,” kata Arnold, melansir Republika, Selasa (12/3/2024).
Baca Juga:
Dalami Kasus Keluarga Bunuh Diri di Penjaringan, Polisi: Tali Jadi Petunjuk
Dia mengaku tak dapat berkomentar lebih jauh karena kasus yang baru terjadi kemarin, Sabtu (9/3/2024), itu belum begitu terang. Motifnya pun masih dicari oleh pihak kepolisian.
Tapi, dia mengatakan, biasanya ketika seseorang memutuskan untuk bunuh diri, orang tersebut berpikir jalan itu merupakan jalan keluar satu-satunya.
Sebab itu, Arnold menekankan, peran orang-orang terdekat yang berada di sekitar orang yang mempunyai pikiran untuk bunuh diri.
Orang-orang terdekat atau lingkungan di sekitarnya perlu menyikapi hal itu secara serius, tapi proporsional.
“Untuk keluarga atau kalau kita punya anggota keluarga yang ternyata diketahui melakukan percobaan bunuh diri, ya pertama sebaiknya direspons dengan serius, tapi juga proporsional,” jelas Arnold.
Menurut dia, ketika seseorang hanya mengucap atau berpikiran untuk mengakhiri hidup saja semestinya sudah perlu diwaspadai.
Kadang, respons yang muncul dari orang sekitar justru respons yang tidak diperlukan, seperti menganggap enteng ucapan itu atau cenderung mengabaikannya.
“Kadang ada yang responsnya itu cenderung mengabaikan, ‘cari perhatian’ misalnya gitu kan. Atau ‘ini lagi bertingkah aja’ gitu. ‘Oh, lagi aneh-aneh aja’. Nah, itu tidak disarankan karena kita jadinya tidak menyikapi dia karena semua percobaan bunuh diri itu perlu kita respons dengan serius,” jelas dia.
Dia pun mengimbau kepada masyarakat yang punya pikiran atau pernah melakukan upaya bunuh diri untuk lekas mencari pertolongan kepada profesional.
Dia meminta mereka untuk menepis stigma negatif terhadap orang-orang yang mencari pertolongan kepada para ahli di bidang kejiwaan. Ibarat sakit lainnya, kata dia, kita datang ke dokter tanpa perlu penyakit itu parah terlebih dahulu.
“Kan kita ke dokter nggak harus itu sudah sakit parah. Kita mau ke dokter kita nggak harus tunggu giginya sudah busuk baru dia datang kan. Ada rasa nggak nyaman kan kita bisa datang ke dokter,” terang dia.
Sebelumnya empat orang tewas usai melompat dari lantai 22 Apartemen Teluk Intan Tower Topas Penjaringan Jakarta Utara pada Sabtu sore.
"Keempat korban diduga melompat dari roof top apartemen tersebut," kata Kapolsek Metro Penjaringan Kompol Agus Ady Wijaya di Jakarta, Sabtu.
Ia mengatakan keempat korban itu adalah pria EA (50), perempuan berinisial AIL dan dua anak remaja laki-laki berinisial JWA (13) dan remaja wanita berinisial JL (16).
Menurut dia keempat jasad korban ditemukan petugas keamanan yang berjaga di lobi apartemen.
Petugas itu mendengar ada suara dentuman keras dan langsung menghampiri dan melihat empat mayat yang terlentang dan melapor ke polisi.
Keluarga Ramah dan Religius
Satu keluarga yang melakukan tindakan bunuh diri di Apartemen Teluk Intan Tower Topas, Penjaringan, Jakarta Utara, terkenal sebagai keluarga yang ramah dan taat beragama.
Pendapat tersebut diungkapkan oleh seorang tetangga korban bernama Arif (47), yang sebelumnya tinggal di Apartemen Teluk Intan Topas Tower Penjaringan, Jakarta Utara, dan memiliki unit sebelah keluarga tersebut.
Arif mengatakan bahwa ia mengenal keluarga korban sejak pertama kali membeli unit di apartemen pada tahun 2017. Ia khususnya mengenal AEL, salah satu anggota keluarga, dan menyatakan bahwa AEL adalah sosok yang sangat taat beragama.
"Saat tinggal di apartemen ini, saya sering melihat AEL berdoa di depan apartemen dalam jangka waktu yang cukup lama," ujar Arif dalam keterangannya pada malam Minggu (10/3/2024).
Tidak hanya itu, AEL dan keluarganya juga dikenal sebagai individu yang ramah.
”Setiap hari, kalau ketemu, pasti saya selalu menyapa, begitu pun dengan anak-anaknya," jelasnya.
Arif bercerita, terakhir bertemu dengan keluarga ini pada tahun 2023. Kala itu, satu keluarga ini pindah ke Surakarta, Jawa Tengah, untuk memulai kehidupan yang baru
”Katanya mereka mau memulai bisnis yang baru, tetapi saya tidak tahu bisnis apa yang ia kerjakan,” ucapnya.
Menurut penjelasannya, kepindahan keluarga tersebut dikarenakan adanya keterpurukan ekonomi saat pandemi Covid-19.
"Yang saya tahu, ketika pandemi, suaminya terkena pemutusan hubungan kerja. Mulai dari sana, kehidupan keluarga ini terlihat sangat merana,” ujarnya.
Bahkan saat itu, AEL, kata dia, pernah berjualan telur ayam untuk penyambung hidup.
Arif, mengatakan dirinya juga sempat membantu keluarga tersebut dengan beberapa kali memberikan bantuan dana, di mana totalnya Rp8 Juta.
”Saya hanya merasa iba dengan keluarga ini. Jadi, saya berharap uang yang saya beri itu bisa sedikit membantu,” ungkapnya, dikutip dari Kompas.id.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]