WahanaNews.co | Kasus kebakaran hebat yang terjadi di berbagai belahan dunia terlihat jelas dari luar angkasa.
Hal ini diungkapkan oleh Astronaut NASA, Megan McArthur, yang berada di stasiun luar angkasa International Space Station (ISS).
Baca Juga:
PUPR Kalsel Kerahkan 42 Personel Atasi Karhutla Dekat Bandara Syamsudin Noor
Bumi yang selama ini terlihat biru dan indah dari luar angkasa, memperlihatkan penampilan yang berbeda.
Pemandangan dari atas sudah tak seindah dulu.
Hal itu sampai membuat Megan McArthur menangis.
Baca Juga:
PLN Gerak Cepat Atasi Dampak Cuaca Ekstrem di Jambi: Pemulihan Aliran Listrik Diatasi Kurang dari 24 Jam
Megan McArthur mengutarakan kesedihannya ketika melihat kebakaran hutan yang terjadi di banyak tempat.
Beberapa lokasi kebakaran hutan yang besar bisa terlihat dengan mata telanjang dari luar angkasa.
Bagian permukaan bumi yang seharusnya terlihat hijau oleh pepohonan justru tampak hangus dan berasap.
Kehancuran itu terlihat sangat memprihatinkan.
Dia menegaskan, kondisi ini menjadi peringatan bagi seluruh komunitas global.
Menurutnya, dibutuhkan kerja sama komunitas global untuk menghadapi ini dan mengatasi tantangan tersebut.
"Kami sangat sedih melihat kebakaran di sebagian besar Bumi, bukan hanya Amerika Serikat," ujar Megan McArthur dalam wawancaranya dengan Insider dan dikutip dari Futurism, Minggu (24/10/2021).
"Selama bertahun-tahun para ilmuwan dunia telah membunyikan bel alarm ini," lanjutnya.
Citra satelit memang dapat memperlihatkan apa yang terjadi di Bumi, seperti musibah kebakaran hutan dalam bentuk awan asap dengan proporsi astronomis di banyak wilayah di seluruh planet.
Dari Siberia, Yunani, dan Spanyol hingga ke Pacific Northwest.
Turki disebut sangat terpukul tahun ini dengan kasus kebakaran hutan.
Bahkan, Amerika Serikat (AS) berjuang untuk merekrut petugas pemadam kebakaran yang cukup untuk mengatasi kebakaran hutan.
Sementara itu, hutan hujan Amazon Brazil juga kini terancam karena deforestasi.
Ini telah terjadi selama beberapa dekade terakhir, menurut hasil riset Dr Simon Evans dari Carbon Brief.
Deforestasi atau penggundulan hutan dilakukan agar lahannya dapat dialihgunakan untuk penggunaan lain, seperti pertanian, peternakan bahkan kawasan tinggal atau perkotaan.
Di Brazil, deforestasi yang dijalankan kolonialis untuk membuka lahan untuk menanam tanaman komersial seperti karet, gula, dan tembakau.
Ini kemudian dipercepat pada paruh terakhir abad ke-20 untuk menciptakan peternakan sapi, perkebunan untuk tanaman skala industri, seperti kedelai, kelapa sawit, dan aktivitas penebangan.
Belum lama ini, sebuah foto udara menunjukkan hutan terbesar di dunia tersebut terus mengalami pengurangan lahan secara intens.
Kondisi ini membuat Amazon melepaskan lebih banyak CO2 daripada yang diserapnya dalam 10 tahun terakhir.
Peneliti mengungkap bahwa sebanyak sebanyak 40% dari hutan hujan Amazon dapat berubah menjadi lanskap seperti sabana yang lebih kering jika tingkat curah hujan terus menurun akibat dari perubahan iklim.
Sabana merupakan ekosistem yang memiliki ciri lebih sedikit tutupan pohon dan didominasi padang rumput.
Sabana cenderung ada di daerah beriklim sedang dengan curah hujan yang lebih sedikit daripada yang diperlukan oleh hutan hujan. [dhn]