WAHANANEWS.CO, Jakarta - Banyak orang merasa bahwa bulan Januari terasa berjalan sangat lama. Menariknya, ada penjelasan ilmiah di balik fenomena ini.
William Skylark, peneliti dari University of Cambridge, menjelaskan, "Sebagian besar orang merasa Januari berjalan begitu lambat karena dipengaruhi oleh persepsi waktu."
Baca Juga:
PLN Beri Kemudahan: Promo Tambahan Daya, Biaya Ringan Hanya Rp202.400
Studi menunjukkan bahwa setiap individu memiliki sistem jam internal yang kecepatannya berbeda-beda, tergantung pada berbagai faktor.
Misalnya, liburan dapat membuat waktu terasa lebih cepat, sementara situasi menegangkan seperti menonton film horor membuat waktu seolah melambat.
Berdasarkan teori ini, Januari terasa lama karena banyak orang kembali ke rutinitas padat dan menantang setelah Desember yang diisi dengan momen menyenangkan dari liburan Natal dan Tahun Baru.
Baca Juga:
Promo Tambah Daya PLN Hanya Rp202.400, Berlaku Hingga Akhir Januari
Zhenguang Cai, mahasiswa doktoral di University College London (UCL) yang mempelajari persepsi waktu, menambahkan, "Kembali bekerja setelah liburan Natal menyebabkan rasa bosan yang membuat waktu terasa berjalan lebih lambat."
Ia juga mengatakan, "Bersenang-senang tampaknya menjadi prediktor terbesar apakah Anda mengalami waktu yang berjalan cepat atau lambat."
Fenomena ini sejalan dengan hipotesis jam dopamin.
"Tingkat dopamin yang lebih tinggi mempercepat jam internal tubuh manusia, sehingga waktu terasa lebih cepat," ujar Cai.
Sebaliknya, saat kadar dopamin menurun, seperti pada Januari yang cenderung monoton, waktu terasa lebih lambat.
Sebagai informasi, dopamin adalah hormon yang meningkatkan rasa bahagia, motivasi, dan penghargaan.
Ahli psikologi Dr. Adrian Bejan dari Duke University menambahkan perspektif berbeda melalui teorinya tentang persepsi waktu.
Ia menjelaskan bahwa semakin bertambah usia seseorang, pengalaman hidup yang diingat menjadi lebih sedikit dibandingkan ketika masih muda.
"Saat otak menerima lebih sedikit informasi baru, waktu terasa berjalan lebih lambat," kata Bejan.
Dalam konteks ini, Januari mungkin terasa lebih lama karena rutinitas yang monoton tidak menawarkan pengalaman baru yang signifikan, terutama setelah momen liburan yang penuh aktivitas menarik.
Selain itu, Profesor Philip Zimbardo, ahli psikologi dari Stanford University, pernah menyatakan bahwa persepsi waktu sangat dipengaruhi oleh ekspektasi individu.
"Ketika kita memiliki sesuatu yang menyenangkan untuk ditunggu, waktu terasa lebih cepat," ungkap Zimbardo. Sebaliknya, Januari sering dianggap sebagai bulan tanpa banyak agenda menarik, sehingga kesadaran terhadap waktu meningkat, membuatnya terasa lebih lambat.
Menurut para ahli, manusia juga memiliki kecenderungan buruk dalam menilai durasi waktu.
"Semakin Anda merasa sesuatu berlangsung lama, semakin banyak keluhan dan perasaan tidak menyenangkan yang muncul," ungkap Skylark.
Selain itu, pada bulan Januari, banyak orang merasa tidak memiliki sesuatu yang dinantikan, sehingga persepsi terhadap waktu yang berjalan lambat semakin kuat.
Kesimpulannya, Januari terasa lama karena manusia menyadari waktu yang berjalan lambat, cara manusia menilai durasi, serta bagaimana emosi, pengalaman, dan ekspektasi memengaruhi persepsi waktu.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]