WahanaNews.co | Fenomena gelombang panas menerjang sejumlah negara di Eropa. Fenomena ini membuat suhu beberapa negara meningkat gila-gilaan hingga mencapai 40 derajat celsius.
Tak pelak, panasnya suhu saat gelombang panas menyebabkan potensi kebakaran hutan dan lahan jadi melonjak drastis.
Baca Juga:
BMKG Wanti-wanti Suhu Panas Ekstrem, Ini Daerah Terparah
Bahkan, gelombang panas telah menewaskan 1.063 jiwa di Portugal dalam kurun waktu 7-18 Juli 2022.
Hal serupa terjadi di Spanyol, lebih dari 500 jiwa meninggal dunia selama gelombang panas dalam 10 hari terakhir.
Lantas, akankah fenomena gelombang panas juga berpotensi terjadi di Indonesia? Perlukah Indonesia waspada?
Baca Juga:
Suhu Membara di Medan, BBMKG Prediksi Gelombang Panas Terus Berlanjut
Penjelasan BMKG
Deputi Bidang Meteorologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Guswanto mengatakan, gelombang panas tidak akan terjadi di Indonesia.
"Di Indonesia tidak ada fenomena gelombang panas, suhu panas terik di wilayah Indonesia umumnya berkisar antara 34-36 derajat celsius terjadi pada siang hari," kata dia, dilansir dari Kompas, Minggu (24/7/2022).
Penjelasan Guswanto, gelombang panas atau heatwave menurut World Meteorological Organization (WMO) adalah kondisi udara panas berkepanjangan selama 5 hari atau lebih secara berturut-turut.
Kondisi udara panas tersebut, ditandai dengan suhu maksimum harian lebih tinggi dari suhu maksimum rata-rata, hingga 5 derajat celsius atau lebih.
Fenomena gelombang panas, tutur Guswanto, biasanya terjadi di wilayah lintang menengah dan tinggi, seperti di Eropa dan Amerika.
Lebih lanjut, gelombang panas yang terjadi di wilayah Eropa atau Amerika biasanya terjadi pada saat periode musim panas berlangsung.
Secara umum, gelombang panas dipicu oleh kondisi dinamika atmosfer di wilayah Eropa ataupun Amerika.
"Di mana ketika terdapat pola tekanan udara tinggi di atmosfer yang dapat terjadi selama beberapa hari bahkan beberapa minggu yang kemudian dapat mendorong pergerakan massa udara hangat dan terkompresi di sekitar permukaan, sehingga menimbulkan kondisi suhu udara yang lebih panas dan cenderung lembap," jelas Guswanto.
Panas di Indonesia
Sementara itu, di wilayah Indonesia, yang terjadi adalah fenomena kondisi suhu panas atau terik dalam skala variabilitas harian.
Guswanto menjelaskan, fenomena suhu panas lebih disebabkan pengaruh posisi Matahari dan kondisi tutupan awan yang sangat kurang pada siang hari.
Kedua faktor ini menjadi faktor utama penyebab kondisi suhu panas di wilayah Indonesia.
Suhu panas ini, menurut Guswanto merupakan fenomena harian dan lebih sering terjadi saat musim kemarau.
Saat musim kemarau, tingkat pertumbuhan awan dan terjadinya hujan relatif berkurang. Kondisi cuaca cerah juga cukup mendominasi pada pagi hingga menjelang siang.
Dominasi cuaca cerah dan tingkat perawanan rendah tersebut dapat mengoptimalkan penerimaan sinar Matahari di permukaan Bumi.
"Sehingga menyebabkan kondisi suhu yang dirasakan oleh masyarakat menjadi cukup terik pada siang hari," kata dia.
Meski bukan gelombang panas, suhu yang tinggi di Indonesia juga dapat memengaruhi kemampuan tubuh dalam mengatur suhu.
Imbasnya, dapat memicu serangkaian gangguan kesehatan seperti mual, pusing, sakit kepala, kram panas, kelelahan, keringat berlebih, heatstroke, dan hipertemia.
"Yang dapat menyebabkan kematian akibat kondisi kesehatan yang menurun drastis karena tertekan kondisi suhu panas berlebih yang tidak dapat dikendalikan oleh tubuh," lanjut dia.
Untuk itu, Guswanto mengimbau kepada masyarakat agar senantiasa menjaga kondisi stamina dan kecukupan cairan tubuh.
"Masyarakat diimbau untuk senantiasa menjaga kondisi stamina tubuh dan kecukupan cairan tubuh terutama bagi warga yang beraktivitas di luar ruangan pada siang hari," imbaunya. [qnt]