WahanaNews.co | Pemberlakukan
karantina wilayah atau lockdown di beberapa negara mengharuskan orang-orang
diam di rumah, dan mengurangi aktivitas untuk menghentikan laju penularan virus
corona pernah berdampak baik pada penurunan tingkat polusi udara.
Baca Juga:
Sepanjang 2024, PLN IP Mampu Tekan Emisi Karbon 921 Ribu Ton CO2
Namun, nyatanya hal ini hanya bersifat sementara. Karena
para peneliti mencatat tingkat karbon dioksida di udara mencapai titik
tertinggi sepanjang sejarah umat manusia pada Mei 2021.
Menurut Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional (NOAA),
pada Mei 2021 karbon dioksida telah memanaskan planet di atmosfer rata-rata 419
part per million (ppm). Jumlah itu sama dengan 4 juta tahun yang lalu, ketika
suhu global rata-rata sekitar -13 derajat Celcius lebih panas dan permukaan
laut 23 meter lebih tinggi dari sekarang.
Ilmuwan memperingatkan, jika ini dibiarkan, maka tingkat CO2
di atmosfer akan semakin bertambah dan membawa Bumi ke suhu yang lebih panas
dan tidak ramah lingkungan.
Baca Juga:
Sepanjang 2024, PLN IP Mampu Tekan Emisi Karbon 921 Ribu Ton CO2
"Kontrol utama pada CO2 di atmosfer adalah emisi bahan bakar
fosil," kata Ralph Keeling, ahli geokimia Scripps Oceanography dalam sebuah
pernyataan sebagaimana dikutip The Verge.
"Kita pada akhirnya
butuh penyekatan yang lebih besar dan lebih lama daripada karantina COVID-19
pada tahun 2020."
Pada tahun 2020, ketika hampir semua negara menerapkan
lockdown hingga beberapa industri menghentikan proses produksinya, CO2 sempat
turun sekitar 6 persen. Namun, pada akhir tahun lalu, polusi udara kembali
meraung. Emisi global dari penggunaan energi pada Desember 2020 melonjak dan
lebih tinggi ketimbang 2019.