Tahun 2020 juga menandai lima tahun sejak pemberlakukan
perjanjian iklim Paris. Selama setahun terakhir, pemerintah di berbagai negara
menghadapi tekanan untuk meningkatkan komitmen mereka mengurangi emisi gas
rumah kaca.
China sebagai negara penyumbang CO2 terbesar di dunia saat
ini mengatakan akan berhenti membuang emisi ke udara pada tahun 2060. Presiden
AS, Joe Biden, juga memiliki tujuan sama dengan target pada tahun 2050. Namun
nyatanya hingga saat ini baik China maupun AS belum melakukan tindakan nyata
untuk setidaknya mengurangi konsentrasi CO2 di atmosfer.
Baca Juga:
Sepanjang 2024, PLN IP Mampu Tekan Emisi Karbon 921 Ribu Ton CO2
NOAA menyebut, pandemi tidak memberikan efek berarti pada
laju pemanasan global akibat CO2 di atmosfer. Menyoal CO2, pada akhir 1950-an,
Charles David Keeling adalah ilmuwan pertama yang menemukan bahwa tingkat CO2
di atmosfer terus meningkat setiap tahunnya.
Pasang surutnya CO2 di atmosfer bergantung pada tanaman di
belahan bumi utara. Ketika tanaman di sana tumbuh subur, mereka dapat menyerap
CO2 paling banyak, dan saat mereka menggugurkan daunnya, konsentrasi CO2 akan
meningkat. Mei biasanya menjadi bulan dengan tingkat CO2 berada di level
tertinggi sepanjang tahun. [dhn]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.