WahanaNews.co | Ratusan masyarakat Huta Lama, Kelurahan Sarimatondang, Kecamatan Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara (Sumut), menggelar ritual “Maranggir” di objek wisata Bah Damanik pada Senin (27/9/2021).
Ritual membersihkan diri dengan jerut purut itu biasanya dilakukan etnis Simalungun untuk tujuan menyucikan, menolak bala, dan sebagai ucapan syukur kepada leluhur.
Baca Juga:
Arnod Sihite Dilantik Ketua Umum PTSBS Periode 2024-2029: Ini Daftar Lengkap Pengurusnya
Selain Maranggir, masyarakat Huta Lama juga menggelar budaya manortor di sekitaran permandian Bah Damanik.
Sejak dialihkan menjadi tempat wisata, ritual “Maranggir” sudah jarang dilakukan masyarakat setempat.
Selain melestarikan budaya, kegiatan itu juga untuk meluruskan penyimpangan-penyimpangan yang ada di tempat tersebut.
Baca Juga:
Arnod Sihite Resmi Pimpin Parsadaan Toga Sihite Boru Sedunia, Fokus Lestarikan Budaya Batak pada Generasi Muda
"Yang jelas, kegiatan ini digelar atas persetujuan masyarakat Huta Lama, dan untuk meluruskan sejarah, kemudian budaya yang memang ada di pemandian ini, dan kegiatan Maranggir diharapkan bisa dilaksanakan untuk seterusnya," kata Ketua Panitia, Roy Sidabalok.
Mengingat sudah semakin menipisnya pelestarian budaya peninggalan Raja Damanik, tokoh pemuda dan masyarakat setempat ingin kembali menghidupkan ritual-ritual tersebut.
Di masa-masa lalu, “Maranggir” dilaksanakan sebelum pesta budaya Rondang Bintang, atau pesta panen raya.
"Maranggir sebenarnya sudah dicatatkan di kalender pesta budaya Pemerintah Provinsi Sumatera Utara," ucap tokoh adat, Rosul Damanik.
Salah seorang keturunan Sipukka Huta Tuan Sarimatondang, Edison Damanik, menerangkan jika Bah Damanik merupakan tempat sakral peninggalan leluhur mereka.
Dulunya, mereka kerap diajak ke Bah Damanik untuk “Maranggir” ataupun hanya sekedar mandi.
Di lokasi tersebut, lanjut dia, terdapat beberapa peninggalan leluhur yang mulai menghilang.
"Pemandian Bah Damanik adalah tempat yang sakral dan harus dilestarikan," pungkasnya. [dhn]