WahanaNews.co, Lampung - Soal kepindahan agama Islam ke agama Kristen, seorang pria yang diketahui bernama Suji, berbagi kisahnya. Kala itu, di kampung halamannya baru ada satu agama yakni Islam.
Pemerintah pun mengharuskan setiap orang memiliki agama. Ia kemudian belajar agama Islam mulai dari mengaji dari umur 11 tahun atau tepatnya tahun 1973.
Baca Juga:
Dit. Reskrim Polda Metro Jaya Panggil Saksi Kasus Penistaan Agama
Tahun 1978, di usianya yang masih 21 tahun ia menikah. Satu tahun setelahnya ia pindah ke Lampung Tengah. Di Lampung itulah ia memulai kehidupan barunya. KTP
Tahun 1979 ia dan istri hijrah ke Lampung Tengah. Hal ini dikarenakan ekonomi sulit dan harus adu nasib di perantauan. Ia bekerja tepat di belakang gereja.
Mulai tahun 1979, ia mulai tahu peribadatan orang Kristen seperti apa. Ia melihat ibadah orang Kristen karena terlihat dari bilik jendela.
Baca Juga:
Viral Patung Bunda Maria Menangis, Ini Penjelasan Ilmiahnya
Ia heran, mengapa orang Kristen menghadap Tuhan seperti itu. Ada yang menangis, dan ada yang teriak-teriak. Ia pun kemudian bercerita dengan istrinya soal cara ibadah orang Kristen.
Satu tahun kemudian ia pindah ke Lampung Selatan, masuk tengah hutan. Ia tinggal di pedalaman yang terisolir. Lantaran hidup di tengah hutan, ia pun terkena penyakit Malaria.
Suatu ketika ia ingin berobat ke tempat pemukiman warga. Ia berobat dengan pak Wagiman, seorang petugas kesehatan swasta di sana. Kebetulan, pak Wagiman seorang Kristen.
Dulu, pak Suji menganggap salib itu palang merah. Ketika mengetahui ada salib di rumah pak Wagiman, mereka kemudian membahas soal agama masing-masing. Pak Suju membenarkan Islam, pak Wagiman membenarkan Kristen.
Pak Wagiman ternyata dulunya seorang ustadz. Namun kemudian ia pindah agama. Katanya, juru selamat hanya Tuhan Yesus.
Pak Suji kemudian pamit pulang namun berniat ingin meminjam kitab Injil. Pak Wagiman berkata kepada dia, kitab Injil itu hadiah untuknya dan diminta untuk dipelajari.
Saat itu memang dia masih menganut agama Islam. Namun ia sangat tertarik dengan Kristen. Setelah mengajar anak-anak mengaji, setelah Isya dia mempelajari dua kitab.
"Saya buka-buka Alkitab dan Al-quran. Itu saya lakukan terus menerus sampai satu tahun. Sehingga saya menemukan ayat-ayat yang bisa membuat saya tertarik ke Alkitab itu," ucap Suji, dikutip dari tayangan YouTube Risuli Lubis Metanoia, Senin, (19/2/2024) melansir VIVA.
"Ada percakapan kalau tidak salah tertulis di Yohanes 14 ayat 6, Akulah jalan kebenaran dan hidup tak ada seorang pun datang kepada Bapa tanpa melalui aku," kata Suji menambahkan.
Ayat itu kemudian dibandingkan dengan isi surah Alfatihah ayat ke-6. Dari situlah Suji menilai jika kebenaran ada di kitab Injil, bahwa Yesus adalah tuhan sebenarnya.
"Dari situ saya mulai terus semangat menelusuri kebenaran-kebenaran itu," ujarnya.
Selama satu tahun ia memlajari kitab Injil, ternyata ia menemukan apa yang tertulis di Al-quran ternyata ada kesamaan dengan Kitab Injil. Suatu ketika ia dihampiri oleh pamannya yang dikatakan olehnya seorang pembunuh. Pamannya itu berniat untuk belajar Islam dengannya.
Namun Suji malah meminta Pamannya untuk belajar Kristen. Sebab, kitabnya mudah dipelajari daripada belajar Al-quran.
"Sebenarnya kalau pakde ingin bertaubat, ingin belajar, kebenaran Tuhan. Supaya pakde itu mudah memahami, seyogyanya jangan lewat Islam. Karena Islam kebanyakan pakai bahasa Arab yang susah dipahami," terang Suji ke pamannya itu.
Pamannya pun setuju dengan pembahasan kitab Injil karena menggunakan bahasa yang mudah dipahami. Tahun 1984-1986, pamannya ingin mendatangkan pendeta dari Jakarta.
Berjalannya 3 bulan, 30 kartu keluarga di sana sudah jadi Kristen karena belajar agama dengan pendeta dari Jakarta itu.
Lalu tahun 1986 instansi kecamatan menggerebek tempat peribadahan karena dinilai menambah agama lain selain Islam. Ia kemudian mempertanyakan soal Undang-undang Dasar 1945. Suji mengaku jika tahun1986 ia belum menjadi seorang Kristen, tapi jiwanya sudah Kristen.
Usai dipenjara ajak 400 warga dibaptis
Karena permasalahan itu, Suji sempat mengirim surat ke pusat. Ia justru makin ditimpa masalah. Namun, semakin banyak menerima masalah, ia mengaku justru siap menghadapinya.
Dia mengirim surat ke pusat karena permasalahan itu. Ia ingin menegakkan Pancasila. Dari situ ia menghadapi masalah baru, di mana ia diinterogasi oleh pihak kepolisian soal peribadahan di wilayahnya yang menimbulkan kekacauan.
Suji diinterogasi selama seharian tanpa diberi makan. Selama 5 tahun ia mengaku dikucilkan umat muslim.
Bahkan mencari pekerjaan susah. Ia akhirnya ke Jakarta bertemu dengan para Pendeta. Mereka menguatkannya melalui firman Tuhan.
Tak ingin menjadi pusat konflik karena ingin menegakkan agama Kristen. Tahun 1991 bulan Oktober, ia mengatakan kepada Kepala Dinas menyatakan keluarga sebagai umat Kristen untuk menghilangkan tuduhan kemunafikan.
"Kami nyatakan sekeluarga sebagai umat Kristen. Saya ucapkan ini untuk menghimpas, menghilangkan tuduhan kemunafikan," pungkasnya.
Ia lalu pulang bertemu dengan pendeta dan ia minta di baptis. Bulan November tanggal 11 tahun 1991, ia di baptis di sebuah sungai. Namun ia memiliki sebuah permintaan, yakni ingin mengajak warganya mengikutinya.
"Pak, semua jemaah Kristen yang ada di sini tolong pada waktu membaptis saya, semua mengikuti saya. Supaya hati saya merasa bangga, saya tidak sendirian mengikuti Yesus," terangnya. "400 orang mengikuti saya dibaptis," imbuhnya.
[Redaktur: Alpredo Gultom]