Berdasarkan paparannya, ada sejumlah rumah produksi film yang meminta Menparekraf, termasuk dari PH Ticket to Paradise, untuk memfasilitasi syuting di Bali.
Namun, kondisi pandemi COVID-19 di Bali yang saat itu sedang tinggi dengan aturan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) mengakibatkan kegiatan syuting film sulit dilakukan.
Baca Juga:
Hari Ini Polisi Panggil Para Tersangka Kasus Film Porno, Siskaeee Dkk
Selain perihal perizinan, terdapat pula permintaan insentif untuk para pembuat film. Sandiaga mengaku pembahasan terkait dengan hal tersebut memerlukan kolaborasi antarkementerian/lembaga.
"Pada saat itu saya bilang kalau memfasilitasi dari segi kemudahan visa, kemudahan dari segi perizinan syuting, kami sanggup. Akan tetapi, kalau mengenai COVID-19, kami harus patuh terhadap keputusan Satuan Tugas (Satgas)," kata Sandiaga.
Setelah relaksasi kebijakan, sebagian dari PH akhirnya memutuskan syuting di Indonesia, seperti di Infinite Studios, Batam, Kepulauan Riau.
Baca Juga:
Polisi Katakan Sutradara Film Porno di Jakarta Selatan Pernah Jadi Tukang Urut
Meskipun film Ticket to Paradise ditayangkan dengan latar belakang Australia, lanjut Sandi Uno, Indonesia tetap memperoleh keuntungan karena sebenarnya yang dipromosikan adalah Bali.
"Sebagai contoh film Eat, Pray, and Love yang berlokasi syuting di kawasan Ubud, Bali, pada tahun 2010 yang sukses ditayangkan di seluruh dunia. Tidak lama kemudian, kunjungan turis ke Bali, khususnya kawasan Ubud, meningkat tajam, terutama berkaitan dengan gastronomi karena di situ ada Ubud Food Festival dan lain sebagainya," kata dia. [rin]