WahanaNews.co | Kepala Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI), Eko Yulianto,
mengatakan, perulangan gempa merusak adalah setiap 5,6 bulan sekali, menurut sejarah kejadian gempa bumi di Indonesia pada 1900-2012.
"Peristiwa gempa merusak di
Indonesia itu terjadi rata-rata setiap 5,6 bulan sekali," kata Eko, dalam Sapa Media secara
virtual, Jakarta, Jumat (29/1/2021).
Baca Juga:
Kedutaan Inggris Rayakan Ulang Tahun Raja Charles III di Kebun Raya Bogor
Sementara,
perulangan tsunami di Indonesia setiap 1,3 tahun sekali,
berdasarkan catatan tertulis dari Parwanto dan Oyama (2014).
Catatan sejarah mengenai gempa dan
tsunami pada masa lampau masih kurang di Indonesia.
Padahal, catatan
sejarah itu bisa untuk memperkirakan peristiwa berulangnya gempa atau tsunami
di masa datang.
Baca Juga:
Anasir Intoleran dan Kontroversi Aparatur BRIN Minim Prestasi: Presiden Jokowi Perlu Evaluasi
Eko menuturkan, gempa dan
tsunami berpotensi berulang, sehingga perlu diwaspadai dan
masyarakat diharapkan bisa memahami kondisi itu dan menjadi warga yang siaga
bencana.
"Frekuensinya cukup tinggi, maka kemudian keperluan kita untuk segera memberikan pemahaman
dan edukasi ke masyarakat menjadi sangat mendesak," ujarnya.
Eko menuturkan, gempa
magnitudo 9 bisa berulang pada waktu ratusan tahun atau ribuan tahun mendatang.
Eko mengatakan, tsunami
di Aceh pada 2004 bukanlah kejadian pertama, karena
pernah ada peristiwa tsunami besar yang terjadi pada beberapa ribu tahun yang
lalu, hanya yang membedakan bahwa kejadian tsunami pada 2004 benar-benar
menjadi bencana, karena korbannya sangat banyak.
"Peristiwa tsunami masa lalu
menjadi peringatan dini untuk peristiwa tsunami di masa datang," tuturnya.
Menurut Eko, tsunami masa lalu
biasanya diketahui dari catatan tertulis dan atau cerita lisan.
Eko mengatakan, lebih
dari 100 peristiwa tsunami terjadi dalam empat abad terakhir di Indonesia.
Dalam 15 tahun terakhir, rata-rata tsunami terjadi setiap dua tahun sekali.
Namun, di setiap tempat tsunami,
biasanya berulang setiap beberapa puluh atau ratus tahun sekali.
Rentang waktu yang panjang antara dua
peristiwa tsunami menjadi salah satu penyebab banyaknya korban jiwa pada
peristiwa tsunami di Aceh (2004), Pangandaran (2006), Mentawai (2010), dan Palu
(2018).
Eko menuturkan, peristiwa
tsunami Aceh seolah baru pertama terjadi, padahal tiga tsunami serupa pernah
terjadi sebelumnya.
Sementara itu, menurut
penelitian yang dilakukan MacCaffrey (2008), masa perulangan gempa bumi
magnitudo besar, yakni megathrust Sunda sebelah barat Sumatera, 525 tahun, dan magnitudo 9,6 dari megathrust selatan Jawa Bali Nusa Tenggara adalah 675 tahun. [qnt]