WAHANANEWS.CO, Jakarta - Sebuah studi global dari Universitas Stanford kembali membuka mata dunia tentang masalah ketidakaktifan fisik yang semakin meluas, terutama di negara-negara berkembang.
Dengan melibatkan data dari lebih dari 700.000 individu di 46 negara dan memanfaatkan teknologi pelacakan langkah dari ponsel pintar, penelitian ini mengungkapkan pola mengejutkan tentang rendahnya tingkat aktivitas harian banyak populasi dunia.
Baca Juga:
Jalan Kaki di Tanjakan, Kunci Sehatkan Jantung dan Perkuat Paru-paru
Studi yang diterbitkan dalam jurnal Nature ini menunjukkan adanya kesenjangan besar dalam aktivitas fisik harian antarnegara, dengan Indonesia menempati peringkat teratas sebagai negara paling tidak aktif berdasarkan jumlah langkah harian terbawah.
Pada Senin (28/7/2025), Business Standard melaporkan bahwa Indonesia memiliki rata-rata hanya 3.513 langkah per hari, menjadikannya negara dengan tingkat aktivitas berjalan kaki terendah di dunia.
Masalah kemacetan di kota-kota besar dan kurangnya infrastruktur ramah pejalan kaki dinilai menjadi faktor utama mengapa masyarakat Indonesia cenderung tidak aktif dalam kehidupan sehari-hari.
Baca Juga:
Mengawali Tahun Baru, Sequis Ajak Masyarakat Realisasikan Resolusi Sehat
Para peneliti menilai kondisi ini sebagai sinyal bahaya bagi kesehatan masyarakat, dan mendesak adanya program-program yang dapat mendorong lebih banyak warga untuk bergerak aktif.
Arab Saudi berada di posisi kedua dengan rata-rata langkah harian 3.807, yang dipengaruhi oleh iklim ekstrem dan budaya tinggal di dalam ruangan, khususnya selama musim panas.
Meski begitu, pemerintah Arab Saudi telah meluncurkan sejumlah program untuk mendorong gaya hidup aktif, termasuk kampanye kesadaran publik dan pembangunan fasilitas olahraga.
Malaysia menyusul di posisi ketiga dengan rata-rata 3.963 langkah per hari, di mana urbanisasi yang pesat dan ketergantungan tinggi pada kendaraan pribadi membuat warga enggan berjalan kaki.
Namun, sejumlah program infrastruktur ramah pejalan kaki dan kampanye promosi berjalan kaki mulai diperkenalkan untuk mengubah pola hidup masyarakat.
Filipina berada di urutan keempat dengan rata-rata 4.008 langkah harian, dan kota-kota seperti Manila dan Cebu menghadapi tantangan berat berupa kemacetan dan minimnya fasilitas jalan kaki.
Para ahli menilai bahwa promosi terhadap budaya bersepeda dan berjalan kaki menjadi solusi strategis bagi masyarakat Filipina.
Afrika Selatan menempati posisi kelima dengan rata-rata 4.105 langkah, di mana ketimpangan sosial-ekonomi antara daerah pedesaan dan kota menyebabkan perbedaan mencolok dalam tingkat aktivitas fisik.
Wilayah pedesaan di Afrika Selatan cenderung lebih aktif, sementara masyarakat kota menunjukkan pola hidup yang lebih pasif.
Mesir turut masuk dalam daftar negara dengan tingkat aktivitas rendah dengan 4.315 langkah harian, yang dipengaruhi oleh suhu panas ekstrem dan tingginya tingkat urbanisasi.
Pemerintah Mesir mulai mempromosikan ruang terbuka hijau dan jalur pejalan kaki sebagai upaya untuk meningkatkan mobilitas warganya.
Brasil mencatat rata-rata 4.289 langkah per hari dan mengalami masalah serupa dengan negara lain: kesenjangan sosial dan tingkat ketergantungan pada kendaraan bermotor yang tinggi.
Beberapa kota besar seperti Sao Paulo dan Rio de Janeiro menunjukkan tingkat aktivitas lebih rendah dibandingkan daerah pedesaan.
India juga menjadi perhatian dengan rata-rata langkah harian 4.297, mencerminkan dampak urbanisasi dan modernisasi yang menyebabkan menurunnya aktivitas berjalan kaki.
Penduduk di kota-kota seperti Delhi dan Mumbai kini lebih mengandalkan transportasi pribadi, sehingga kebiasaan berjalan kaki semakin ditinggalkan.
Meksiko mencatat angka 4.692 langkah per hari, dengan banyak kota mengalami persoalan infrastruktur jalan kaki yang terbatas dan lalu lintas padat, khususnya di Mexico City dan Guadalajara.
Sebagian besar tenaga kerja di Meksiko juga berada di sektor informal yang menyulitkan mereka untuk mempertahankan gaya hidup aktif.
Amerika Serikat melengkapi daftar dengan 4.774 langkah per hari, menunjukkan bahwa negara maju pun tak luput dari tantangan aktivitas rendah karena budaya berkendara dan pekerjaan sedentari yang dominan.
Meski begitu, beberapa kota seperti New York menunjukkan tren positif berkat upaya kebijakan kota yang mendukung jalur pejalan kaki dan program kesejahteraan di tempat kerja.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]