WhanaNews.co | Akhir-akhir ini, masyarakat Sumatera Utara ramai memperbincangkan seputar pendirian Universitas Tapanuli Raya (UNTARA) yang dimotori oleh Bung Nikson Nababan, Bupati Tapanuli Utara (Taput). Menjadi ramai setelah Prof Yusuf Leonard Henuk, guru besar IAKN Tarutung mengkritisi melalui facebook yang kemudian digoreng oleh awak media cetak dan online.
Tak tanggung-tanggung, Prof Yusuf menuduh proposal yang dibuat Tim Pengkaji Universitas Sumatera Utara (USU) yang dipimpin oleh Prof Marlon Sihombing melakukan kebohongan dengan memanipulasi data-data mahasiswa IAKN. Prof. Marlon Sihombing pun tentu membantahnya dengan mengatakan tim yang dipimpinnya sama sekali tidak ada melakukan kebohongan, meskpipun diakuinya data yang disajikan bisa saja kurang memang kurang lengkap (bukan bohong), namun disajikan apa adanya. Ada apa sebenarnya yang terjadi sampai-sampai satu pihak menuduh pihak lain melakukan kebohongan? Bukankah seharusnya bisa saling melengkapi?.
Baca Juga:
Politik Uang Merusak Nilai Estetika Masyarakat Lokal
Latar Belakang Terjadinya KontroversiBerawal dari obsesi Bung Nikson Nababan untuk mengembangkan sumber daya manusia (SDM) Tapanuli melalui pendirian Universitas Tapanuli Raya. Sejak tahun 2016, bung Nikson Nababan sangat intens menggalang dukungan mendirikan UNTARA demi kemajuan masyarakat dikawasan danau toba. Untuk mewujudkan mimpi itu, Pemda Taput mengadakan kerjasama dengan berbagai pihak (Naskah akademik dikerjakan oleh Tim Kajian dari USU, sedangkan bidang dampak ekonominya dikaji oleh PT Sucofindo). Hasil kajian pun telah didiskusikan dengan berbagai stakeholders dan akhirnya diusulkan secara resmi kepada Presiden RI Bpk. Jokowi pada tgl 28 Januari 2021.Usul tersebut mendapat respon positif dari berbagai kalangan seperti para Bupati/walikota se-kawasan danau toba, Ketua DPRD SUMUT, Ketua DPD RI, Ketua MPR RI dan tentu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Setelah meluncurnya surat Bupati Taput tersebut lah, berbagai pihak mulai nimbrung dan mengkritisinya termasuk dari pihak IAKN Tarutung, khususnya Prof Yusuf Leonard Henuk seperti disebutkan diatas yang kelihatannya merasa kurang setuju atau setidaknya tidak dilibatkan dalam proses pendiriannya universitas tersebut. Dari perbincangan seputar UNTARA di media, kelihatannya terdapat disharmoni (kurangnya komunikasi) antara pengusul dan Tim Pengkaji dengan Pihak IAKN (tidak dilibatkan).Pendirian Universitas Tapanuli Sebuah KebutuhanTerdapat beberapa alasan mengapa Tapanuli membutuhkan universitas negeri antara lain: (i) Orang batak memiliki Prinsip Anakkon hi do hamoraon di au (anak anak adalah hal yang paling berharga). Prinsip tersebut turut mendorong meningkatnya permintaan masuk perguruan tinggi;(ii) Tingkat partisipasi pelajar lulusan SMA/SMK Tapanuli Utara yang lulus mencapai 34.281 orang yang menjutkan ke universitas sebesar 11.998 orang atau sekitar 35 persen (meminjam data kajian tim USU). Artinya ribuan anak-anak tapanuli setiap tahunnya harus pergi kota lain diluar Tapanuli untuk akses Pendidikan tinggi;(iii) perlu penyediaan SDM lokal untuk kemajuan pariwisata dikawasan danau toba sebagai konsekuensi ditetapkannya danau toba sebagai destinasi wisata super prioritas, agar rakyat Tapanuli menjadi tuan di tanah nya sendiri; (iv) ketersedian PTN di sumatera utara sangat sedikit hanya 3 PTN (USU, Unimed dan IAKN) tertinggal jauh jika dibandingkan dengan Jatim, Jateng, Jabar bahkan Provinsi NAD saja memiliki 6 Universitas, 7 Politeknik, 4 Institut, 1 Sekolah Tinggi dan 1 Akademi. Padahal penduduk NAD hanya 5.4 juta jiwa sedangkan penduduk Provinsi Suamtera utara 14,8 juta jiwa. Artinya kebutuhan akan bertambahnya universitas negeri di Sumatera Utara dalam hal ini di Tapanuli adalah sebuah keniscayaan.Nama Universitas, UNTARA Atau UKN?Kata orang apalah arti sebuah nama. Namun bagi sebagian orang nama memiliki makna dan filosopis tinggi. Artinya nama juga dapat menggambarkan sebuah mimpi atau cita cita. Ada pendapat yang mengatakan, sampai kapan pun tidak bisa dan belum pernah terjadi mentransformasi sebuah Institute berbasis agama menjadi Universitas. Namun bagi sebagaian orang, mengapa tidak. Undang Undang Dasar 1945 saja bisa di amandemen apalagi hanya status Lembaga Pendidikan Tinggi. Dalam usul Bupati Taput, konon nama universitas yang diusulkan juga sudah menyebut dengan nama Universitas Tapanuli Raya (UNTARA). Mengapa harus ada kata Tapanuli Raya? Mengapa bukan Universitas Kristen Negeri (UKN) Tapanuli? Apakah ada kaitannya dengan Gerakan Rencana Pendirian Provinsi Tapanuli Raya? Jika ya, salahkan dengan nama UNTARA? Tentu tidak. Hanya bung Nikson Nababan dan Tim yang lebih pas menjawabnya, mengapa memilih nama UNTARA. Jika memilih nama UKN Tapanuli barangkali memiliki filosofi dan makna sebuah mimpi agar Universitas dimaksud memiliki nilai-nilai Kekristenan sebagai kelanjutan semangat membangun IAKN yang merupakan perubahan dari Sekolah Tinggi Agama Kristen Protestan Tarutung sesuai Perpres No. 10 Tahun 2018. Artinya Universitas dengan nama UNTARA atau UKN TAPANULI, dua duanya bagus. Tinggal bersepakat saja mana yang lebih pas.Transformasi IAKN Vs UNTARAMayoritas masyarakat Tapanuli tentu sangat menginginkan beridirinya sebuah Universitas Negeri di Tapanuli karena sudah sebuah keharusan. Alternatif strategi pendiriannya setidaknya ada dua pilihan yaitu (a) melakukan transformasi IAKN menjadi Universitas Kristen Nasional (UKN) yang bersifat umum; (b) Mendirikan Universitas Negeri yang baru.Mentransformasi IAKN Menjadi UniversitasMentransformasi IAKN menjadi sebuah Universitas yang bersifat umum sebenarnya jauh lebih mudah dari pada mendirikan Universitas Negeri yang baru. Jika IAKN ditransformasi menjadi universitas, tinggal mendirikan fakultas fakultas baru (Kedokteran, Teknik, Hukum, Pertanian, Ekonomi dll), sedangkan prodi prodi yang ada sekarang menjadi 1 fakultas. Dengan transformasi ini, maka sarana prasaran (lokasi) sudah ada. Hanya saja konsekuensinya adalah terdegradasinya levelling Institut IAKN saat ini menjadi level fakultas misalnya menjadi Fakultas Pendidikan dan Teologia. Konsekuensinya eselon pejabat Rektornyapun akan turun dari eselon 1 menjadi eselon 2. Sedangkan Pimpinan IAKN yang sekarang belum tentu menjadi pemimpin jika kelak berubah menjadi universitas. Alasan inilah mungkin salah satu penyebab enggannya pihak IAKN berubah menjadi Universitas.Nah untuk melakukan transformasi ini, sudah seharusnya IAKN menjadi pihak inisiator atau setidaknya salah satu pihak utama ( key party) yang dilibatkan. Tidak boleh dibaikan. Jika strategi ini menjadi pilihan maka harus melibatkan Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Ristekdikti. Perlu diketahui bahwa IAKN Tarutung saat ini berada dibawah kementerian agama. Nantinya jika IAKN menjadi Universitas umum maka akan beralih menjadi dibawah Kementerian Pendidiakan dan Kebudayaan atau Kementerian Ristekdikti. Anggapan sebagian pihak yang mengatakan belum pernah terjadi sebuat Institut keagamaan bertransformasi menjadi sebuah Universitas bisa saja benar, namun bukan berarti tidak bisa. Keputusan ada ditangan pemiliknya yaitu Pemerintah Pusat. Dengan kata lain jika Pemerintah Pusat menyetujui mengapa Tidak? Toh Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan dan Kebuayaan juga milik Pemerintah.Pendirian Universitas Negeri BaruPemikiran mendirikan universitas Tapanuli Raya baru (bukan transformasi IAKN), kemungkinan akan mengalami hambatan atau setidaknya tantangannya akan jauh lebih besar terutama dengan adanya kebijakan Pemeritah tentang moratorium pendirian universitas negeri baru. Artinya, kebijakan moratorium tersebut harus didorong terlebih dahulu untuk dicabut (butuh lobi khusus untuk melakukannya). Jika ini menjadi pilihan maka pengusul harus memenuhi semua persyaratan pendirian sebuah universitas sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2020 dimana salah satu syaratnya adalah harus tersedia lahan kampus minimal seluas 30 hektar dan tentu dengan puluhan persyaratan lainnya.Arti Pentingnya Sebuah MomentumDari pembahasan diatas dan memperhatikan suara hati masyarakat Tapanuli dan Kawasan Danau Toba, kehadiran Universitas Negeri di Tapanuli adalah sebuah kebutuhan yang sudah dinanti-nantikan sejak lama oleh karenanya penting diwujudkan sesegera mungkin. Perbedaan pandangan baik soal nama, strategi dan atau pihak yang pengusul hendaknyalah dapat dikesampingkan demi terwujudnya universitas tersebut. Bola yang sudah ditangan Presiden RI Jokowi yang dimotori oleh Bung Nikson Nababan, serta dukungan deras dari berbagai pihak adalah sebuah MOMENTUM yang tidak boleh terlewatkan hanya karena ego pribadi, golongan atau Lembaga. Kesuksesan sebuah ide ditentukan oleh sebuah momentum. SELAMAT DATANG UNIVERSITAS NEGERI TAPANULI.Jakarta, 15 April 2020. (JP)