WahanaNews.co, Jakarta - Sebagian besar orang di seluruh dunia berkomunikasi menggunakan bahasa lisan. Namun, situasi yang berbeda terjadi di sebuah desa terpencil di pegunungan Turki.
Dikutip dari NPR, seluruh warga di desa ini berkomunikasi dengan menggunakan siulan yang menyerupai suara burung. Bahasa ini dikenal sebagai Turkish bird language atau bahasa burung Turki.
Baca Juga:
Jangan Bilang "Saya Tak Tahu", Ini Kalimat Penggantinya agar Lebih Profesional
Desa tersebut dikenal sebagai Kuskoy, terletak di pegunungan utara Turki. Penduduknya mayoritas adalah peternak dan petani yang menanam berbagai jenis tanaman seperti teh, jagung, bit, dan tanaman lainnya.
Penduduk desa Kuskoy menggunakan bahasa burung untuk berbicara satu sama lain, bahkan dalam jarak yang cukup jauh.
Cara berkomunikasi ini dianggap tidak biasa menurut standar budaya Turki, dan penduduk desa dianggap agak eksentrik oleh masyarakat Turki lainnya.
Baca Juga:
Bacabup Toba Thurman Hutapea Mendaftar ke Partai Nasdem: Membangun Komunikasi dengan Pengurus Pusat
Seorang penduduk desa bernama Nazmiye Cakir mencoba membuktikan bahwa komunikasi non-verbal ini efektif dan dapat dimengerti oleh warga desa lainnya.
Cakir menjelaskan bagaimana dia mempelajari seni bersiul bahasa Turki. Dia menceritakan bahwa keterampilan ini diwariskan oleh kakek-neneknya, yang sering merawatnya saat kecil.
"Jika ada pemakaman, keluarga akan menyiulkan berita di seluruh lembah," kata Cakir.
Namun, ternyata ada hal yang tidak boleh disampaikan dengan cara bersiul, yaitu percakapan terkait hubungan asmara. Sebab, orang-orang satu desa bisa mengetahuinya.
"Satu-satunya hal yang tidak pernah disiulkan adalah pembicaraan cinta. Karena kamu bisa ketahuan," katanya.
Meskipun suara siulan terdengar serupa, orang yang menggunakan bahasa burung memiliki kemampuan untuk memahami perbedaan setiap siulan yang digunakan oleh lawan bicaranya.
Dengan kekhasan ini, seorang bio-psikolog keturunan Turki-Jerman bernama Onur Gunturkun pernah melakukan penelitian terkait komunikasi non-verbal di desa Kuskoy.
"Saya benar-benar terpesona saat pertama kali mendengarnya. Dan saya langsung melihat relevansi bahasa ini untuk sains," ungkap Onur.
Proses Munculnya Suara Siulan
Proses kemunculan suara siulan dapat dijelaskan dari perspektif ilmu fisika dan akustika. Suara adalah gelombang mekanis yang merambat melalui medium, seperti udara atau air.
Nah, berikut adalah beberapa langkah umum dalam proses kemunculan suara siulan:
Pembentukan Udara: Suara siulan dihasilkan ketika seseorang atau sesuatu menghasilkan aliran udara melalui suatu rongga atau lubang.
Pengecilan Rongga: Pada saat udara mengalir melalui rongga atau lubang, rongga tersebut biasanya memiliki ukuran yang dapat diubah. Pengecilan tiba-tiba dari rongga atau lubang dapat menghasilkan suara siulan.
Getaran: Aliran udara yang melewati rongga tersebut dapat menyebabkan getaran pada tepian lubang atau rongga tersebut. Getaran ini adalah dasar dari produksi suara.
Frekuensi dan Amplitudo: Frekuensi getaran, yang diukur dalam hertz (Hz), menentukan tinggi rendahnya suara. Semakin tinggi frekuensinya, semakin tinggi pula suara yang dihasilkan. Amplitudo getaran, yang diukur dalam desibel (dB), berkaitan dengan kekuatan atau intensitas suara.
Resonansi: Rongga atau lubang tempat udara mengalir dapat berperan sebagai resonator, memperkuat atau memodifikasi suara yang dihasilkan. Ini dapat mempengaruhi karakteristik suara siulan.
Dalam kasus siulan manusia, otot-otot di sekitar mulut dan lidah bekerja bersama-sama untuk membentuk dan mengatur aliran udara melalui rongga.
Perubahan ukuran rongga, posisi lidah, dan tekanan udara dapat diatur untuk menghasilkan berbagai nada dan efek siulan.
Dengan demikian, suara siulan adalah hasil dari interaksi kompleks antara aliran udara, getaran, dan resonansi dalam rongga atau lubang tertentu, yang semuanya dapat dijelaskan melalui prinsip-prinsip fisika dan akustika.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]