WahanaNews.co | Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, mengatakan penanganan banjir dalam 5 tahun terakhir meningkat secara signifikan.
Anies mengatakan banjir di Jakarta saat ini lebih cepat surut dibanding pada 2015.
Baca Juga:
Prabowo Tampil Berwibawa di Mata Dunia, Anies: Lawatan Internasional Sangat Produktif!
Untuk diketahui, pada tahun 2015 Pemprov dipimpin Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
Mulanya Anies menyampaikan bahwa 'Siaga, Tanggap, Galang' menjadi pegangan teguh para jajaran Pemprov DKI Jakarta dalam mengantisipasi banjir di Jakarta.
Anies menyebut dengan pegangan itu genangan surut lebih cepat dan jumlah titik banjir berkurang walau terjadi curah hujan ekstrem.
Baca Juga:
Dua Pekan Menjelang Pilkada Jakarta, Pasangan Calon Berebut Dukungan Jokowi-Anies
"Sistem drainase kota Jakarta memiliki ambang batas. Kapasitas tampungan drainase DKI Jakarta berkisar 100-150 mm/hari. Karena itu, apabila turun hujan dengan curah di bawah 100 mm/hari, maka kita harus memastikan Jakarta aman dan curahan hujan dapat tertangani dengan baik. Di sisi lain, apabila curah hujan ekstrem berada di atas angka 100 mm/hari, mau-tidak mau air akan tergenang, terjadilah banjir," kata Anies dalam siaran pers Pemprov DKI, Minggu (9/10/2022).
Tahun 2020, curat hujan terekstrem tercatat 377 mm/hari.
Namun, banjir dapat surut lebih dari 95% genangan dalam waktu 96 jam.
Anies menyebut surutnya banjir ini tercatat lebih cepat dari kejadian banjir di tahun-tahun sebelumnya.
Seperti banjir yang terjadi pada 2015, ketika curah hujan lebih rendah, yakni 277 mm/hari, 95% wilayah tergenang baru dapat surut dalam waktu 168 jam.
Kemudian, hari serupa juga disebutkan terjadi pada tahun 2007. Pada saat itu, hujan ekstrem dengan curah hujan tercatat 340 mm/hari, jumlah RW yang tergenang sebanyak 955 RW dan 270 ribu lebih warga mengungsi.
Sementara tahun 2020, dengan curah hujan 377 mm/hari, jumlah RW yang tergenang dan warga yang mengungsi lebih sedikit, yakni 390 RW tergenang dan 36.000 warga mengungsi. Anies menyebut hal ini menandakan dampak banjir di Jakarta dapat semakin terkendali.
Selain itu, Anies juga menekankan bahwa dalam pengendalian banjir, Pemprov DKI Jakarta telah melakukan berbagai program yang tidak berorientasi pada betonisasi.
Salah satunya program Gerebek Lumpur di 5 wilayah Kota Administrasi, yakni kegiatan pengerukan lumpur yang dilakukan secara masif di danau, sungai, waduk di Jakarta.
Anies mengatakan kegiatan itu untuk membantu mengurangi proses pendangkalan dengan mengerahkan alat berat berskala hingga 3 (tiga) kali lipat dari kapasitas biasanya.
Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta juga membuat kolam olakan air guna mengantisipasi dan menampung genangan air sementara di jalan raya saat hujan tiba, yang kemudian akan dialirkan ke sungai atau laut.
Kemudian memperbaiki saluran air, mengintensifkan instalasi sumur resapan atau drainase vertikal, mengimplementasikan Blue and Green, yaitu taman yang menjadi kawasan tampungan air sementara saat intensitas hujan tinggi, penyediaan alat pengukur curah hujan, dan perbaikan pompa.
Anies menyebut, Pemprov DKI juga merehabilitasi 9 polder dan meningkatkan kapasitas dua sungai, yaitu Kali Besar dan Kali Ciliwung.
"Semua Langkah ini untuk mengendalikan banjir kawasan. Terbukti, 12 titik genangan banjir berulang pun telah teratasi," lanjutnya.
Selain fokus pada infrastruktur, Pemprov DKI Jakarta juga terus berinovasi dengan teknologi.
Anies menyebut Flood Control System yang merupakan hasil kolaborasi Jakarta Smart City dan Dinas Sumber Daya Air adalah salah satu ikhtiar agar penanganan banjir ke depan semakin mengikuti prinsip evidence based policy.
"Nah, dua langkah tadi, sensing dan understanding ini sangat penting. Yang awalnya dilakukan secara manual, kini real-time. Yang awalnya terbatas, kini datanya melimpah. Sehingga, monitoring penanganan banjir lebih efektif. Petugas-petugas di lapangan dapat melakukan penanganan banjir secara lebih cepat. Kami berpandangan ini adalah progres dan akan terus kami tingkatkan," tutur Anies. [rin]