WahanaNews.co | Kawasan Dieng, akhir-akhir ini, tak lagi bercerita tentang keindahan wisatanya yang menghibur jiwa.
Dieng justru diliputi bencana.
Baca Juga:
Seperti Zaman Nabi Luth, Cerita Tragis Dusun Sodom Banjarnegara yang Lenyap dalam Semalam
Bencana di Dieng kali ini pun bukan soal erupsi atau gas beracun yang jadi ancaman nyata selama ini.
Melainkan banjir yang banyak orang tak mengira.
Fenomena banjir sudah umum terjadi di wilayah hilir.
Baca Juga:
PT Geo Dipa Energi Buka Suara Terkait Kebocoran Gas Beracun di Dieng
Tapi di wilayah dataran tinggi seperti Dieng, tentunya fenomena ini mengejutkan.
Seperti kemarin, Rabu (9/2/2022), banjir melanda Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Banjarnegara, Jawa Tengah, yang berada di ketinggian di atas 2000 mdpl.
Banjir terjadi karena luapan air hujan dari selokan, ditambah aliran air dari gunung.
Jalan raya dan pemukiman tergenang.
Sebelumnya, beberapa waktu lalu, warganet juga dihebohkan dengan banjir yang melanda jalan raya Desa Bakal, Kecamatan Batur.
Bukan hanya di wilayah Banjarnegara, banjir dan pergerakan tanah terjadi di dataran tinggi Dieng yang masuk wilayah Kabupaten Wonosobo.
Di Desa Kalilembu, Kecamatan Kejajar, longsor sampai menutup jalan raya hingga lalu lintas menuju kawasan wisata Dieng terganggu.
Di Dusun Siterus, Desa Sikunang, longsor bahkan merusak sebuah rumah warga.
Banjir juga menggenangi lahan pertanian warga yang ditanami kentang.
Fauzan, warga Desa Bakal, mengatakan, desanya sudah terbiasa banjir.
Banjir berasal dari luapan selokan yang tak mampu menampung air hujan.
Air pun akhirnya melimpas ke jalan.
Tapi banjir di desanya tak pernah bertahan lama.
"Sudah biasa sini, itu dari air selokan. Tapi itu langsung hilang, air hanya lewat," katanya, Kamis (10/2/2022).
Fauzan mengatakan, faktor utama pemicu banjir adalah curah hujan yang tinggi.
Sayangnya, tingginya curah hujan tak diimbangi dengan infrastruktur atau drainase yang memadai.
Alhasil, selokan tak mampu menampung air hujan yang melebihi kapasitasnya.
Di sisi lain, ia menilai pembukaan lahan di gunung untuk lahan pertanian memperparah dampak bencana.
Pembukaan lahan memicu erosi tanah yang menyatu dengan air hujan hingga melahirkan banjir lumpur.
Ia berharap pemerintah turun tangan menutup kembali gunung yang dibuka untuk lahan pertanian.
Di sisi lain, ia berharap pemerintah memperbaiki infrastruktur di desa, semisal selokan maupun senderan untuk mengurangi risiko banjir.
Selama ini, banjir di desanya memang hanya menggenangi jalan.
Tapi jika kondisi itu dibiarkan berlanjut, infrastruktur jalan pemerintah menjadi korban.
Jalan mudah rusak atau berlubang sehingga membahahayakan pengguna jalan.
Pemerintah juga harus mengeluarkan biaya lebih untuk pemeliharaan jalan karena sering rusak terkena banjir.
"Selokannya diperlebar, ditambah senderan. Dan sampah tidak dibuang sembarangan. Karena di sini sampah juga jadi masalah," katanya. [dhn]