WahanaNews.co | Seorang anak kelas 4 Sekolah Dasar (SD) berinisial MT meninggal dunia setelah diduga dianiaya oleh aparat keamanan di Distrik Sinak, Kabupaten Puncak, Papua, pada Minggu (20/2/2022) lalu.
Berdasarkan informasi yang diterima oleh Amnesty Internasional Indonesia, peristiwa itu bermula saat MT dan enam anak lainnya ditangkap karena dituduh mencuri senjata milik anggota TNI di Sinak.
Baca Juga:
Satgas Operasi Damai Cartenz Tangkap DPO KKB Puncak di Bandara Ilaga
"(BREAKING) Berdasarkan laporan media lokal pada 26 Februari, dua orang pemuda diduga mengambil satu pucuk senjata milik anggota TNI di sekitar Bandara Tapulinik Sinak, Kabupaten Puncak Papua, pada malam hari 20 Februari," demikian cuitan di akun Twitter @amnestyindo dan telah diizinkkan untuk dikutip, Senin (28/2/2022).
Mengetahui ada senjatanya yang hilang, aparat TNI lalu melakukan pengejaran terhadap mereka yang diduga mengambilnya di Kampung Kelemame.
Aparat TNI disebut melakukan pengejaran di tiga gereja yang ada di sana.
Baca Juga:
Duka Mendalam TNI, Praka Hendrik Fonataba Dikabarkan Gugur di Tangan KKB
"(BREAKING) Aparat TNI/Polri kemudian membawa ketujuh anak ke pos di Bandara Sinak untuk diinterogasi. Ketujuhnya diduga mengalami penganiayaan di sana sebelum mereka dibawa ke kantor Polsek Sinak," tulis akun Twitter tersebut.
Dalam keterangan tertulisnya, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menyebut, apapun alasan yang dituduhkan kepada korban, tidak seharusnya yang bersangkutan sampai meninggal dunia.
"Kami juga mengingatkan, warga sipil, apalagi anak-anak, tidak boleh menjadi korban hingga terluka, apalagi meninggal dunia dalam wilayah konflik bersenjata," terang dia.
Usman menyebut dugaan penyiksaan yang dilakukan oleh aparat keamanan terhadap korban, juga harus diinvestigasi secara menyeluruh, independen, transparan, dan tidak berpihak.
Demi keadilan, lanjut Usman, negara harus memastikan siapa yang bertanggung jawab atas peristiwa tersebut.
Sementara itu, Deputi Direktur Amnesty International Indonesia, Wirya Adiwena, menyatakan, apabila penyiksaan itu terbukti benar, maka pelaku harus diadili secara adil dan terbuka.
Terlebih, ini bukan kali pertama seorang anak menjadi korban pembunuhan di luar hukum.
"Pemerintah dan aparat keamanan wajib memastikan agar kejadian seperti ini tidak terulang. Dugaan tindakan apapun yang dilakukan oleh anak dan warga sipil lainnya tidak boleh menjadi dasar adanya penganiayaan apalagi yang mengarah ke pembunuhan di luar hukum," tuturnya.
Di sisi lain, Direktur LBH Papua, Emanuel Gobay, menuturkan, pihaknya telah menerima informasi tersebut dan turut melakukan pemantauan.
"Kami pantau, namun belum ambil tindakan karena masih menunggu info dari keluarga korban yang ada di Jayapura," ucap Emanuel, saat dikonfirmasi wartawan, Senin (28/2/2022).
Dihubungi terpisah, Kabid Humas Polda Papua, Kombes Ahmad Musthofa Kamal, mengklaim bahwa Polri tidak terlibat dalam kasus tersebut.
"Polri tidak terlibat," kata Kamal, singkat.
Sementara itu, Kapendam XVII/Cenderawasih, Kolonel Inf Aqsha Erlangga, tak memberikan komentar.
Ia mengaku sedang menjalani pendidikan.
"Saya sedang sekolah," tandasnya. [gun]